Semua Bab Tuan Miliarder Mengejar Cinta Istri: Bab 81 - Bab 90
102 Bab
Zahra Bukanlah Zahra Dahulu
Saat ini Zahra berada di ruang keluarga, menemani Nail dan Alean bermain. Sedangkan Zein sudah pergi ke kantor. Sejujurnya, Zahra kasihan pada Alean sebab harus mencari orangtuanya ke kota ini, Alean harus berhenti sekolah. Rencana akan pindah ke sekolah di kota ini. Namun, masalah ini terjadi–Zahra bertemu Zein sehingga Zahra tak sempat mendaftarkan Alean ke sekolah baru. "Zahra Aurelia, putriku!" Zahra reflek menoleh ke belakang, sontak berdiri dengan menatap aneh sosok lelaki paruh baya yang terlihat berjalan ke arahnya. Bug'Pria itu langsung memeluk Zahra, membuat Zahra terkejut. Aneh, karena Zahra nyaman dengan pelukan ini. Dadanya terasa sesak, jantung berdebar kencang dan hati menghangat. Tanpa sadar, Zahra mengeluarkan bulir kristal dari pelupuk. Ada perasaan rindu yang ia rasakan. Pelukan pria ini membuat Zahra merasa sangat dicintai. "Nak." Lucas melepas pelukan, menangkup pipi Zahra kemudian mengecup ubun-ubun putrinya. "Akhirnya kamu kembali, Aurelia ku. Papa sangat
Baca selengkapnya
Masih Ada Keraguan
Zahra sekarang di rumah Zein, dia di antar pulang oleh Alana karena Zahra yang keukeuh untuk pulang. Bahkan dia tidak pamit pada ayahnya, saking takutnya dijadikan direktur utama oleh sang ayah. "Zahra yang dulu terlalu keren dan hebat. Aku mana bisa seperti dia, kecuali ingatanku kembali," gumam Zahra, termenung karena insecure serta iri pada dirinya yang dulu. Saat diperjalanan pulang kemari, Zahra bertanya-tanya pada Zahra yang merupakan direktur. Alana menceritakan kehebatan Zahra dalam memimpin perusahaan, mendesain dan menjalankan tanggung jawab. Bukannya bangga pada kemampuannya yang begitu hebat, Zahra malah insecure. Lihatlah dirinya sekarang, sangat kosong dan minim pengetahuan! 'Anda mungkin lupa siapa diri anda, Nona. Tetapi anda tidak akan lupa jati diri anda. Anda panutanku, perempuan hebat yang selamanya akan seperti itu.' Kalimat dari Alana, Zahra tertegun tetapi semakin tertekan secara bersamaan. Sekretarisnya menjadikan dirinya panutan. Bagaimana jika dirinya ya
Baca selengkapnya
Kejam Tetapi Hangat
"Kau dan Nenekmu adalah orang yang menemukan istriku. Kau bisa ceritakan apa yang terjadi saat itu?" Zein berkata pelan, berusaha ramah dan baik karena yang ia hadapi adalah anak dibawah umur. Namun, tetap saja aura mengintimidasi menguar dari dirinya. Zein tetap lah Zein. Alean menatap gugup serta takut, bahkan sudah berkeringat dingin. "Tenang, aku tidak akan mencelakaimu jika kau jujur. Sebaliknya, aku akan memberikanmu hadiah," ucap Zein, berupaya merilekskan Alean. Alean menganggukkan kepala, meskipun aura mengerikan pria ini tak hilang akan tetapi Alean merasa jika Zein memang orang baik. "Saat itu aku dan Nenekku berada di sekitar pinggir jalan, mencari rumput untuk ternak kami. Lalu tiba-tiba saja sebuah mobil lewat. Karena jarang ada mobil mewah melintas di desaku, aku dan Nenekku menonton mobil itu saat lewat. Tetapi mengejutkannya seorang perempuan melompat dari mobil lalu tubuhnya menggelinding ke jurang. Nenek mengajakku bersembunyi di rumput, takut terjadi sesuatu.
Baca selengkapnya
Zein Memaksa
Ceklek' Zahra yang menunggu di depan pintu ruang kerja Zein, seketika menoleh saat mendengar pintu di buka. Dia langsung menghampiri Alean, segera membawa adiknya tersebut dalam pelukannya. "Kamu tidak apa-apa, Alean?" tanya Zahra, mendapat anggukan dari Alean. "Aku tidak apa-apa, Kak. Aku hanya mengobrol dengan Tuan Zein," jawab Alean, tersenyum cerah ke arah Zahra. Hari ini Alean sangat bahagia, senang karena dia mendapatkan sebuah keluarga. "Kenapa masih memanggilnya Kak, Aiden?" tegur Zein, berada tepat di belakang Alean dan Zahra. Hal tersebut membuat Zahra buru-buru menoleh ke belakang. Merasa dirinya terlalu dekat dengan Zein, Zahra melangkah mundur untuk menciptakan jarak. Namun, hal tersebut diketahui oleh Zein, pria itu menarik pinggang Zahra–merangkulnya dengan mesra. "Siapa Aiden?" tanya Zahra, hanya diam meskipun Zein memeluk pinggangnya. Sejujurnya, Zahra ingin protes akan tetapi dia takut protesnya malah membuat Zein semakin menjadi-jadi."Sekarang namanya adalah
Baca selengkapnya
Fakta Nail
"Aku benar-benar tidak bisa. Bukan karena aku takut mencoba, Tuan Zein, tetapi aku sadar diri. Kemampuanku tidak ada." "Ada," jawab Zein tegas, "kau hanya perlu memancing supaya dia muncul. Wife, kau sangat hebat, kemampuan mu luar biasa dalam mendesain. Ingatanmu tidak terhapus, hanya tertimbun.""Bagaimana jika aku menghancurkan semuanya? Sungguh, aku bukan Zahra yang kalian inginkan. Aku-- yah aku! Aku hanya perempuan desa yang hidup dengan sederhana, pengetahuanku tak luas dan terbatas. Intinya … aku adalah aku!" pekik Zahra, terlalu tertekan dengan semuanya. Zahra yang dulu terlalu sempurna, Zahra sekarang merasa tak bisa mengimbangi. "Syuuttt." Zein memperdalam pelukannya, mendudelkan wajah di pucuk kepala Zahra lalu mengecupnya beberapa kali supaya menenangkan Zahra. Zein tahu dia terkesan menekan Zahra, akan tetapi ini demi kebaikan istrinya. Jika Zahra kembali ke kantor, melakukan aktivitas yang sama seperti dahulu, mungkin ingatan istrinya akan kembali muncul. "Tenang, Wi
Baca selengkapnya
Deana Menyiksa Nail dan Zahra Marah
"Hei, Bisu!" Deana mendekati Nail kemudian langsung menendang mainan anak kecil tersebut. Nail mendongak, menatap berang bercampur kesal pada sosok perempuan yang sangat ia benci tersebut. Namun, dia hanya diam. Nail hanyalah anak kecil. Meskipun ada perasaan ingin melawan, tetapi perasaan takut lebih mendominasi. "Apa kamu sudah mengatakan pada Kak Zein untuk menikahiku?" bentak Deana. Dia tahu Zein tak di rumah, oleh sebab itu dia berani memaki-maki Nail. Maid? Cih, tak ada yang berani melawan Deana di sini. Semua maid takut padanya sehingga mereka tak berani mengadukan keburukan Deana pada Zein. "Kamu belum menyuruh Kak Zein yah untuk menikahiku? Sialan! Kamu memang anak kurang ajar," maki Deana, berjongkok lalu menjewer kuat telinga Nail. Namun, tiba-tiba saja seorang menarik rambutnya dari belakang kemudian mendorong kasar dirinya ke kolam. Byurrrr' Tubuh Deana basah seluruhnya, buru-buru kepermukaan kemudian langsung memburu oksigen. Mata Deana langsung menatap tajam ke a
Baca selengkapnya
Membantu Zein Melepas Pakaian
"Ekhmm."Zahra yang sedang belajar bersama Alana tersebut reflek menoleh ke arah Zein. Pria itu berada tepat di belakang Zahra, berdiri dengan bersedekap di dada. Tatapan pria itu menghunus tajam, terkesan marah dan sedang menahan emosi. Alana yang melihat Zein di sana, langsung berdiri kemudian membungkuk hormat pada Zein. "Selamat sore, Tuan Zein." Alana berkata sopan. "Humm." Zein hanya berdehem sebagai tanggapan. Zahra yang melihat ikut berdiri, buru-buru membungkuk pada Zein untuk memberi salam. Jangan-janagn Zein terlihat marah karena Zahra tidak memberi salam saat pria ini datang. Zein terkenal arogan, tentu saja semua orang harus hormat dan tunduk padanya. "Se-selamat sore, Tuan--" Ucapam Zahra berhenti, mendadak Alana memegang pundaknya–memaksa agar Zahra menegakkan tubuh. Setelah Zahra berdiri tegak, Alana menyikut lengan Zahra. Kemudian dia berbisik untuk menegur sang nona."Nona Zahra jangan membungkuk pada Tuan Zein, sebab Tuan adalah suami Nona." ucap Alana yang m
Baca selengkapnya
Mandi Bersama
"Aku suka jika istriku tidak tertindas." Cup'Karena salut dengan apa yang dikatakan istrinya, Zein menghadiahi Zahra dengan sebuah kecupan. Kesengajaan berkedok hadiah! "Dan … besok, jika dia datang lagi, pukul saja kepalanya dengan tongkat bisbol. Itu lebih baik daripada hanya sekedar menampar atau menceburkannya ke kolam." Zein menatap geli ke arah wajah Zahra, di mana perempuan ini menampilkan ekspresi konyol karena mungkin syok mendengar penuturan Zein. 'Aku lupa kalau Tuan Zein aslinya jahat.' batin Zahra. 'Tetapi dia tidak marah?' "Tuan tidak marah?" tanya Zahra bingung. "Untuk apa?" Zein terkekeh pelan, "aku akan marah jika kau hanya diam ketika putra kita ditindas olehnya. Perempuan itu-- manusia paling munafik." "Hah?" Zahra semakin bingung. Jadi Zein membenci Deana? Atau Zein sebenarnya tahu jika Deana adalah perempuan yang jahat. Tetapi jika Zein tahu dia jahat, kenapa Zein tetap membiarkan Deana datang ke rumah ini. "Tenang saja, Sweetheart." Zein membelai pinggira
Baca selengkapnya
Jangan Panggil Aku Tuan Sweetheart
"Berhenti memanggilku tuan." Zein tiba-tiab berucap, menegur Zahra yang sampai saat ini suka sekali memanggilnya tuan. Bahkan tadi Zahra membungkuk padanya untuk memberi hormat. "Aku suamimu, bukan majikanmu," tambah Zein. Zahra menganggukkan kepala, masih malu karena insiden mandi. Sampai sekarang Zahra masih bertanya-tanya apakah dulu dia seperti yang Zein katakan, suka meminta Zein memandikannya. Jika yang Zein katakan benar, bukankah itu sangat memalukan?! Sudah besar tetapi masih dimandikan suami. Oh Tuhan!"Boleh meminta bantuan, Sweetheart?" Zahra mengalihkan pandangan dari buku sketsa. Sejujurnya saat ini dia sedang berlatih mendesain. Aneh, tetapi Zahra pandai. Di desa, Zahra seorang guru seni. Dia juga tidak tahu berasal dari mana kemampuan tersebut dan pihak sekolah sendiri yang meminta agar Zahra mengajar karena keahliannya menggambar. Tentunya untuk itu Zahra harus belajar seni secara dalam, supaya dia tidak terlalu bodoh saat mengajari anak di bangku SD. Namun, un
Baca selengkapnya
Menjadi Sekretaris Suami
Hari demi hari berlalu, Zahra perlahan menerima kondisinya serta keluarganya. Setelah hampir satu bulan belajar bisnis dengan Alana atau Raka, hari ini Zein membawa Zahra ke kantor. Di berencana menjadikan istrinya sebagai sekretaris. Hanya pemancing sekaligus melatih keterampilan sang istri. Dulu, Zahra adalah sekretarisnya. Maka untuk memunculkan ingatan tersebut, Zein akan menjadikan istrinya sebagai sekretarisnya. Kembali! Semoga cara ini bisa memunculkan ingatan Zahra dahulu. "Ini adalah tugasmu sebagai sekeetarisku," ucap Zein, memberikan sebuah dokumen berisi daftar pekerjaan Zahra sebagai sekretarisnya. "Baik, Pak,"jawab Zahra, meraih dokumen tersebut lalu membungkukkan tubuh secara sopan pada Zein. Zein yang melihat hal tersebut langsung memijit kening. Satu bulan berlalu tetapi Zahra masih …-Hell! Ini menguji kesabaran Zein. "Jangan membungkuk padaku." Zein menyentak akibat kesabaran yang habis, "dan-- Pak?" Zahra mengerjap beberapa kali, menatap Zein gugup bercampur
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status