Semua Bab Mengandung Benih Mantan Setelah Berpisah: Bab 91 - Bab 100

107 Bab

91. Jangan Pergi

Aluna terjaga karena rengekan Awan. Bayi berusia dua minggu itu, mengeluarkan suara-suara yang tidak jelas. Sementara tangan dan kakinya juga digerak-gerakkan di udara dengan mata terbuka.Aluna lantas melirik jam yang tergantung di dinding, jam menunjukkan angka 1. “Ah, pantas kamu bangun. Pasti haus ya, ayo minum susu dulu!” gumam Aluna.Wanita itu memiringkan tubuhnya lalu membuka kancing piyamanya. Dengan cepat Awan menyambar ASI dari tempatnya langsung.“Pelan-pelan, Sayang!” ujar Aluna lirih sambil menepuk-nepuk bokong Awan agar cepat tidur kembali.Setengah jam kemudian, Awan menghentikan kenyutannya. Perlahan, Aluna menarik sudut bibir Awan dari dadanya hingga akhirnya terlepas sempurna.Sesaat kemudian Aluna melirik di sampingnya, ada Langit yang masih terlelap. Wanita itu mengusap pelan wajah anak pertamanya. Sebelum Langit tidur ada sedikit drama, Langit yang cemburu karena Aluna lebih memprioritaskan Awan sementara dia minta dipeluk juga jika mau tidur. Pada akhirnya Aluna
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-07
Baca selengkapnya

92. Takut Kehilangan

“Auww!” Bian mendesis merasakan nyeri dan kaku di punggungnya. Juga rasa perih bersamaan di siku lengannya. Demi untuk menyelamatkan Awan, laki-laki itu menjatuhkan tubuhnya di aspal komplek untuk menghindari mobil yang tiba-tiba melintas. Beruntung Awan didekapnya erat-erat jadi bayi tampan itu tidak mengalami cedera.“Maaf, apa yang sakit? Biar saya gendong bayinya, Pak,” ucap lelaki yang langsung turun dari mobilnya. Dia memang ingin bertanggung jawab, bukan karena takut akan dikeroyok masa.Beberapa saat kemudian, banyak orang-orang yang sedang melintas berhenti dan berkumpul untuk membantu Bian. “Kenapa bisa begini,” ucapnya marah lalu menatap tajam pada lelaki yang sedang mengendong Awan. “Kalau mau jadi pembalap jangan di sini, anda bisa dituntut karena membahayakan nyawa orang.”Karena Awan yang masih menangis, akhirnya bayi tampan itu digendong oleh Ibu tetangga Aluna. “Cup, cup, cup anak ganteng. Maaf ya, tadi kaget ya.”“Saya minta maaf, Pak. Saya tidak sengaja.”“Tidak sen
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-08
Baca selengkapnya

93. Pulang

Sepuluh bulan telah berlalu setelah Renata di rawat di rumah sakit. Sekarang dokter menyatakan bahwa kondisi wanita itu telah banyak kemajuan. Dinyatakan sembuh dan boleh dibawa pulang, tetapi masih harus mengkomsumsi obat agar emosionalnya tetap terjaga sampai dokter menyatakan tidak perlu meminum obat-obatan itu lagi.“Terima kasih banyak, dok,” ujar Bara lalu bersalaman dengan teman satu profesinya. “Atas bantuan dan dukungannya selama ini hingga Renata bisa kembali bisa pulang ke rumah.”“Sama-sama, dokter Bara.” Dokter Wahyu yang menanggani Renata membalas uluran tangan Bara. “Jangan lupa tetap kontrol dan obatnya rutin diminum ya.” Dokter Wahyu melirik Renata sambil menyematkan senyuman sembari mengingatkan.“Baik, Dok,” sahut Renata seraya membalas tersenyum manis pada dokter berkacama mata itu, yang langsung terpancar aura kecantikannya “Terima kasih untuk semuanya, untuk semua waktu dan tenaga dokter hingga saya bisa pulang.” Kendati sudah terlalu banyak yang diberikan sang d
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-08
Baca selengkapnya

94. Kangen Ayah

“Mami, Adik bangun lagi?” teriak Langit berjalan menghampiri Aluna yang sedang duduk di meja makan untuk mengisi perutnya. Sejak pagi, wanita itu belum mengisi perutnya.Mendengar ucapan Langit, Aluna segera berlari menuju kamar. Lalu merebahkan diri, berbaring miring menghadap Awan. Aluna membuka kancing dasternya lalu bersiap untuk menyusui Awan. Tetapi bayi itu menolaknya dan masih merengek.“Adik gak mau minum, Mi,” celetuk Langit yang hanya bisa memandang interaksi antara sang Mami dengan Adik.Benar, Awan menolak ASInya. Pada akhirnya Aluna mengendong bayi berusia dua bulan itu. Sejak pagi tadi Awan rewel karena badannya demam dan Aluna hanya mengompreskan air hangat di kening sang putra. Awan masih terlalu kecil jika harus diminumi obat sebab itu Aluna tidak membawanya ke dokter.Di saat seperti ini, Aluna mengingat Ryu. Mantan suaminya itu akan menjadi orang yang paling cerewet jika berhubungan dengan kesehatan. “Anak kita demam, Mas!” gumamnya dalam hati.“Sayang, tolong ambi
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-11
Baca selengkapnya

95. Perasaan

Aluna merasakan kaku di kakinya yang menekuk, maka ia hendak menselonjorkan kedua kakinya itu. Namun, kenapa malah menabrak sesuatu yang keras. “Argh, apa ini?” rintihnya.Mata wanita itu menyipit menyesuaikan dengan cahaya lampu yang masuk dari celah korden. Menyadari ini bukan tempat tidurnya, Aluna seketika menegakkan tubuhnya. Bersandar pada punggung sofa lalu matanya menyusuri sekitar. “Ah, kenapa aku tidur di sofa,” gumamnya tampak kebingungan. Lalu matanya melirik paper bag yang semalam di bawa Bian belum berpindah tempat. “Jam 2,” ujarnya lirih setelah melirik jam dinding.“Awan!” ujarnya teringat akan apa yang terjadi semalam. Wanita itu berlari menuju kamar. Terperangah melihat pemandangan di depannya hingga membuat kedua kakinya membeku. Bian tertidur dengan memeluk Awan dari samping. Bayinya itu tampak sangat tenang dan nyaman, tidak seperti saat semalam bersamanya. Interaksi keduanya selayaknya Bapak dan Anak.Setelah beberapa saat, dengan gerakan kaki pelan, Aluna mendek
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-12
Baca selengkapnya

96. Ziarah

“Hati-hati!” seru Bian, mengeratkan tangannya yang mengenggam pergelangan tangan Langit.Kemudian, lelaki itu kembali menuntun Langit. Berjalan menyusuri jalan setapak di sela-sela antara satu makam dengan makam yang lain.Kenapa tidak dengan melangkahi makam saja kan lebih cepat. Konon katanya, menurut ceramah agama yang ia dengar, jika berziarah tidak boleh berjalan di atas makam. Sebab, menghormati jenazah di dalam kubur sama pentingnya dengan menghormati manusia yang masih hidup karena kuburan memiliki kedudukan dan sangat dimuliakan.Beberapa kuburan, gundukan tanahnya masih basah dengan taburan bunga-bunga yang masih segar. Setelah menempuh berjalan kaki yang lumayan jauh dari pintu masuk, netra Aluna berhenti pada salah satu makam tujuannya. Namun, jantungnya berdegup kencang tatkala melihat karangan bunga segar yang seseorang tinggalkan.Apakah ini bunga dari Renata? Tapi siapa lagi keluarga Ryu, selain wanita itu. Jadi Renata sudah sembuh, bukankah ia sedang di rawat di rumah
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-15
Baca selengkapnya

97. Sah

“Langit biar duduk di belakang, sepertinya dia ngantuk itu,” ucap Bian pada Aluna, ketika membuka pintu belakang mobil dan melirik pada pemuda kecil yang tengah menguap.Tanpa banyak protes, Langit masuk dan duduk, lebih tepatnya membaringkan tubuhnya miring menghadap ke punggung bangku kemudian menutup mata.Aluna menatap Bian tanpa berkata-kata, lelaki itu selalu tahu apapun yang terjadi pada anak-anaknya. “Padahal tadi kayaknya tidak ada tanda-tanda ngantuk deh!”Bian membukakan pintu di samping kemudi, menyuruh Aluna untuk masuk. Lantas berputar mengitari mobil dan langsung duduk di bangku kemudi. Memasang sabuk pengaman dan mulai menjalankan kereta besinya. “Sejak dipemakaman tadi matanya sudah merah, Sayang.”Entah, Aluna tiba-tiba tersipu mendengar Bian memanggilnya Sayang, mungkin juga saat ini wajahnya tengah memerah karena malu. Hingga memalingkan wajahnya ke jendela, yang ada di sampingnya.“Kamu kalau malu-malu seperti itu kayak ABG saja!”Celetukkan Bian sanggup membuat A
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-16
Baca selengkapnya

98. Akhirnya

“Sayang, ayo kita foto dulu.” Bian mengandeng tangan Aluna mengajaknya ke arah dekor yang sengaja disiapkan untuk acara ijab kabulnya tadi. “Langit dan Tegar mana ya?” Netra Bian menatap kesana kemari, mencari keberadaan kedua putranya itu.“Mereka kayaknya di depan, Mas,” sahut Aluna.“Zi, tolong panggilkan Langit sama Tegar di luar,” pinta Bian yang tiba-tiba melihat keberadaan wanita itu. “Bilangin mau diajak foto keluarga.”Ziya tidak menjawab, namun langkahnya menuju luar rumah untuk memanggil kedua anak Bian itu.“Sayang, Langit, Tegar,” panggilnya sambil melambaikan tangan. “Ayah ngajakin foto dulu.”Langit dan Tegar bergegas masuk ke dalam rumah dan meninggalkan permainannya dengan anak tetangga sebelah rumah.Cekrek, cekrek, cekrek, cekrek, cekrek.Entah sudah berapa banyak dan berapa pose yang dilakukan kelima orang itu di depan kamera, Aluna sudah merasakan capek sekali.“Tenang, nanti aku pijitin kamu,” ucap Bian dengan kerlingan jahil untuk menggoda sang istri. “Ish …!” d
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-16
Baca selengkapnya

99. Keras Kepala

Renata dan Alan duduk bersisihan di teras rumah. Hari ini memang Alan sengaja datang di malam hari untuk bisa bertemu dan berbicara dari hari ke hati dengan Renata. Semenjak kepulangan wanita itu dari rumah sakit dan Alan yang pindah ke apartemen, membuat keduanya jarang bertemu. Sekalinya Alan ingin mengantar Mauren ke sekolah, hal itu sudah lebih dulu dilakukan oleh Renata.Selama hampir sepuluh belas menit, tidak ada yang bersuara di antara keduanya. Hanya suara angin yang bertiup seolah memecahkan keheningan . Dan selama itu pula, tatapan Alan hanya tertuju pada wajah cantik Renata. Dari situ Alan dapat mengamati dengan jelas wajah Renata yang tidak banyak berubah setelah bertahun-tahun tidak bertemu.Sungguh bodoh, dirinya dulu meninggalkan wanita ini. Harusnya saat itu dia tidak meninggalkan Renata dan membangun keluarga kecilnya, mempertahankan wanita yang dia cintai meski jalan itu tidak akan mudah karena pertentangan dari kedua keluarga. Namun, sekarang hanya penyesalan yang
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-18
Baca selengkapnya

100. Acara

Hari ini, Alan sengaja datang ke sekolahan Mauren. Semalam, Bara mengirimkan pesan bahwa di sekolahan Mauren sedang ada acara, tidak membuang kesempatan Alan akan hadir di acara tersebut.Lelaki itu berangkat tanpa memberitahu pada sang putri. Ia tidak peduli, kalau ternyata nanti di sana akan mendapatkan penolakan. Ia bisa memastikan nanti akan bertemu dengan Renata di dalam. Sekali lagi, Alan katakan tidak peduli.Setelah menempuh perjalanan selama tiga puluh menit, akhirnya dia menepikan mobilnya di parkiran khusus untuk pengunjung.Sikap Alan yang ramah membuat tidak ada kecanggungan bila harus menyapa orang-orang yang sebelumnya tidak kenal. Dengan langkah tegas, tidak ada keraguan sedikitpun lelaki itu berjalan menjangkau menuju gedung Aula, tempat diadakannya acara tersebut.Ketika Alan sudah mencapai gedung tersebut, langkahnya terhenti sebab ada seorang resepsionis yang berjaga sembari menyodorkan buku tamu bagi yang akan masuk.“Selamat siang, maaf dengan wali murid siapa ya
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-20
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status