Home / Horor / Rawon Daging Ayah Mertua / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Rawon Daging Ayah Mertua: Chapter 11 - Chapter 20

40 Chapters

Bab 11 Ulat bulu yang mulai meresahkan

"Kau ... tega sekali berbuat seperti ini padaku, Bang!""Pergi sana, jangan ganggu! Aku dan temanku mau makan atau mau kau ku hajar lagi, Janah?" bentak, Bang Herman sambil menunjuk wajahku dengan telunjuknya. Aku melengos, pergi meninggalkan mereka dengan hati yang sangat sakit teriris pedih, tega sekali Bang Herman menghajarku di depan orang lain. Sebelas dua belas dengan Ibu mertuaku, wanita tua itu hanya diam saja melihat anaknya memperlakukanku dengan kasar, dasar keluaraga durjana. Aku duduk terpaku di depan perapian, tak sengaja kulihat bungkusan plastik yang tadi kubawa dari warung bu Ida. Aku baru ingat, kalau aku mau memasak lauk untukku makan malam ini. Aku pun mengambil bungkusan plastik itu, lalu mengeksekusi telur serta sayur kangkung untukku makan, biarkan saja mereka tertawa bahagia karena bisa merasakan makanan mewah, padahal itu adalah daging bapaknya sendiri. "Herman, orang mana si Desi ini, kalian ketemu di manalah bisa-bisanya, dia ikut kau pulang?" tanya ibu
last updateLast Updated : 2024-05-14
Read more

Bab 12 Aduan ibu mertua

"Apa maksudmu, Bang?" tanyaku keheranan. "Apa, kau sudah tuli? aku bilang, mulai hari ini kau tidur di luar kamar, sana! Terserah mau di mana saja, asal jangan di kamar ini!" Jawabnya sungguh membuatku emosi. "Loh kenapa, Bang? inikan juga kamarku, kenapa aku tidak boleh tidur lagi di kamarku sendiri, lalu aku harus tidur dimana kalau tidak di kamar ini, Bang?""Aduh ... aduh ... sakit, Bang. Lepaskan! Kenapa harus selalu berakhir dengan kekerasan, Bang? belum cukupkah semua pengorbananku selama ini, sebagai istrimu?"Bukannya menjelaskan, apa maksudnya mengusirku dari dalam kamar, Bang Herman malah menjambak rambutku, lalu di tariknya aku keluar dari kamar yang aku tempati. "Aku bilang kau tidur di luar, ya sudah tidur di luar, sana! Terserah kau, mau tidur di dapur atau di ruang tengah, yang pasti kamar ini akan ku tempati bersama, Desi mulai sekarang!" Dengan seenaknya, Bang Herman mengusirku dari kamar yang sudah bertahun-tahun kutempati, hanya demi si ulat bulu tak tahu diri i
last updateLast Updated : 2024-05-14
Read more

Bab 13 Salah memilih lawan

Aku, bangun dan berdiri, dengan tubuh gemetar menahan sakit serta amarah dalam dada. Berjalan tertatih mencari tempat yang aman untukku tidur, malam ini. Untunglah ada gerobak, yang biasa kubawa untuk memulung barang bekas teronggok di pinggir halaman belakang. Aku masuk kedalamnya, menggelar kardus bekas untuk alasku tidur malam ini. Entah apa, yang dikatakan Ibu mertuaku kepada Bang Herman, sampai dia mengamuk padaku seperti ini.Badanku terasa remuk semua, beberapa hari ini jiwaku terus didera rasa sakit bertubi-tubi, sakit fisikku tidaklah seberapa jika dibandingkan sakit batin yang kurasakan saat ini. "Kalian, sudah sangat menyakitiku. Akan kuingat semua perbuatan kalian ini, rasa sakitku akan kalian rasakan juga suatu saat nanti. Tunggulah saatnya tiba! Kalian akan mengiba memohon agar aku mengampuni kesalahan kalian," gumamku, sesaat sebelum akhirnya mata ini terpejam, dalam derai air mata yang tak bisa lagi kubendung. Dug ... dug ... dug ...!! "Heh, Janah bangun, Janah! K
last updateLast Updated : 2024-05-14
Read more

Bab 14 Si Jalang yang juga maling

Bang Herman, menyeret ku masuk ke kebun karet yang ada di belakang rumah, Kami. "Ini adalah hukuman untukmu wanita sial, karena Kau sudah berani menyakiti wanitaku."Bang Herman, mengikatku di sebuah pohon karet yang menjulang tinggi, di sana."Bang, lepaskan aku! Aku tidak bersalah, aku tidak melakukan apapun padanya, Bang." teriakku memberitahukan kebenarannya pada suamiku. Namun bagaikan bicara pada angin, hanya menguap begitu saja. Bang Herman meninggalkanku terikat di sebuah pohon jati di kebun belakang rumah. Dalam keadaan panas terik, badan yang terasa lemas karena demam ditambah lagi siksaan yang baru saja di tambahkan suamiku, menambah rasa sakit pada keadaan tubuhku yang semakin tak terkendali. Aku berusaha menggerak-gerakan tubuhku, supaya ikatan talinya sedikit melonggar dan aku bisa melepaskannya nanti. Sudah sejak tadi aku terus bergerak berusaha melepaskan tali yang mengikatku, tapi usahaku masih nihil belum membuahkan hasil apapun, tali sialan ini masih melingkar
last updateLast Updated : 2024-05-14
Read more

Bab 15 Akhir petualangan si ulat bulu

"Apa yang bisa kau lakukan, Janah? kau hanya wanita lemah tak berguna," sahutnya, masih dengan rona angkuh di wajahnya. "Kau mau tahu apa yang bisa kulakukan, hah? jalang sialan. Rasakan ini pelacur murahan."Tanpa aba-aba langsung ku jambak rambut si jalang, keadaannya yang tengah mabuk karena menenggak alkohol bersama suamiku tadi, memudahkan aku untuk terus menyerangnya dengan membabi buta. Kutarik rambutnya dengan kasar, hingga terlepas beberapa helai dan menempel di tanganku. Ku dorong dia sampai tersungkur dan jatuh terlentang di lantai.Tanpa ragu aku meloncat ke atas perutnya, lalu menampari wajahnya dengan sekuat tenaga, hingga dia menjerit kesakitan. Argh ...! "Lepaskan aku, Janah! Kau sudah gila, kau bisa membunuhku, wanita kumuh," hardiknya, masih sempat-sempatnya dia mencaciku, padahal nyawanya sudah di ujung tanduk. "Padahal nyawamu sudah diujung kuku, tapi angkuhmu tidak luntur jua, dasar perempuan lacur!" Bentakku. Aku ikat tangannya kebelakang, ku seret kakinya
last updateLast Updated : 2024-05-14
Read more

Bab 16 Emas yang hilang

Byur ...! Secara tiba-tiba, Bang Herman menyiramku dengan segayung air, sehingga aku yang tidak sengaja tertidur menjadi gelagapan karena terkejut. "Hey Janah, kau apakan si Desi?" bentaknya, tanpa babibu lagi. "Maksudmu apa, Bang? kenapa kau bertanya, padaku? bukankah kekasih Abang itu ada di rumah bersama, Abang?" kilahku santai. "Jangan bohong kau, Janah? sudah ku cari dari tadi tapi si Desi tak ada di rumah. Ini pasti ulah kau kan Janah? karena kau tak suka dengan keberadaannya di rumahku wanita sial,""Apa kau sudah buta, Bang? lihatlah, aku masih di sini di tempat kau mengikatku kemarin, apa bisa aku melukai, jalangmu itu?" tanyaku, sinis. "Lancang kau jaga mulutmu itu, Janah!""Kenapa kau marah, Bang? bukannya memang benar apa yang kukatakan, barusan? dia hanya wanita jalang yang menginginkan posisiku di rumah ini, padahal tanpa harus merebut mu pun akan ku berikan posisiku kepadanya, secara sukarela."Plak ...! Tangan kasar suamiku, kembali mendarat mulus di pipiku. Tera
last updateLast Updated : 2024-05-16
Read more

Bab 17 Aku istrimu bukan sapi perah

"Apa benar, yang dikatakan istrimu itu, Man?" tanya Ibu mertua. "Tak tahulah aku, Bu. Waktu bangun pagi tadi, si Desi sudah tak kulihatnya di rumah ini,""Kenapa pula si Desi itu pergi dari rumahmu, Man? jangan-jangan, memang benar si Desi yang mencuri perhiasan Ibu di rumah kemarin, Man atau malah kau ikut andil juga sekongkol sama kekasih gelap kau itu, Man?" Ibu mertuaku, memicingkan mata menyelidik ke arah suamiku. "Apa sih, Bu! Tidak mungkinlah aku mengambil perhiasan Ibuku sendiri." Kilah suamiku menutupi kebohongannya. "Heh, Janah! Kau apakan si Desi sampai dia kabur, dari rumah ini?" tanya Ibu mertua malah kini mencecarku. "Mana Janah tahu, Bu. Kenapa Ibu malah menuduhku?""Pasti kau, yang telah menyakiti si Desi! Secara kamu itukan iri melihat si Desi di manja sama anakku, iyakan?"Dengan seenaknya ibu mertua bicara seperti itu padaku, bukannya menegur anaknya yang membawa pulang wanita jalang, berzinah di rumahku. Ini malah mendukung kelakuan bejat anaknya, dasar ibu mer
last updateLast Updated : 2024-05-16
Read more

Bab 18 Tulus ataukah modus

Aku terbangun, di sebuah rumah yang asing di mataku. "Ssttt ... aduh ...," Aku meringis, merasakan begitu sakitnya semua badanku, terutama di daerah punggung yang seingatku tadi di pukuli pakai sabuk oleh suamiku sendiri. "Kau sudah sadar, Janah?" tanya seorang ibu, yang menghampiriku sambil membawa nampan yang entah berisi apa, di tangannya. "Argh...," aku hendak bangun, tapi rasanya punggungku terasa kebas, sehingga aku hanya bisa meringis merasakannya. "Sudah, Janah. Berbaringlah dulu, tubuhmu penuh dengan luka, biar aku obati dulu dengan ramuan ini," ucapnya. Ternyata yang dibawanya dalam nampan itu adalah obat tradisional untuk membalur luka-lukaku. "Sa ... saya ada di mana, Mak?" tanyaku dengan suara parau. "Kau di rumah ketua adat, Janah. Kemarin kami melihatmu sedang di kejar-kejar oleh Herman suamimu sambil membawa sabuk, tak habis pikirnya awaq, kenapalah suamimu itu kejam sangat?" ucap mak tua yang membuatku mengingat kejadian sebelumnya. Aku hanya bisa menggelengka
last updateLast Updated : 2024-05-16
Read more

Bab 19 Sakit apa aku?

Sejak kejadian tempo hari, setelah aku memaafkan dan memberikan kesempatan kepada suami dan ibu mertuaku, aku benar-benar diperlakukan dengan sangat baik oleh mereka. Kini nafkah dari Bang Herman pun, jauh lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan kami sehari-hari. Dia juga jadi sangat perhatian dan terasa begitu menyayangiku, sikap kasar dan bringas yang selalu ditampilkannya kini sudah tak nampak lagi di hadapanku. Begitu pun dengan ibu mertua, Dia begitu pengertian sekarang. Ketika aku tak sempat memasak atau sedang tak enak badan, beliau akan datang ke rumah dengan membawa berbagai macam masakan yang di masaknya sendiri, khusus untukku. Begitu bahagianya aku sekarang, selalu kupanjatkan doa semoga Allah senantiasa memberikan hidayahnya untuk kami sekeluarga, dan semoga saja ibu dan Bang Herman istiqamah dalam kebaikan mereka, padaku. "Bang, kepalaku pusing sekali dari semalam badanku juga lemas, bolehkah antar aku ke dokter, Bang?" tanyaku pagi itu ketika menemani suamiku sara
last updateLast Updated : 2024-05-16
Read more

Bab 20 Ada apa dengan ibu?

"A ... a ... apa, hamil?" Bang Herman begitu terkejut, mendengar kalau aku sedang hamil. "Iya Man ... istrimu hamil, kalian akan jadi orang tua dan ibu akan menjadi nenek sekarang, Man."Begitu bahagianya raut wajah ibu ketika mengatakan kabar kehamilanku kepada, Bang Herman. "Bang ... Bang Herman, kenapa malah bengong, Bang? apakah Abang tidak suka mendengar kalau Janah hamil, Bang?" tanyaku, sambil menepuk-nepuk pipi Bang Herman yang masih terpaku. "A ... aku, aku, aaaaaaa ... aku akan jadi seorang ayah, ha ha ha. Aku akan menjadi seorang, ayaaahhh ...."Tiba-tiba Bang Herman berlari keluar rumah, sambil berteriak di di halaman rumah dengan wajah yang penuh binar bahagia. Baru kali ini aku melihatnya sebahagia itu, sampai meluapkannya dengan berjingkrak dan tertawa lepas di halaman rumah, macam orang baru gila. "Bang ... jangan berteriak seperti itu, malu di dengar orang!" Ucapku sambil menggamit lengan suamiku, dan mengajaknya masuk kembali kedalam rumah. "Tak apa, Janah! Aku
last updateLast Updated : 2024-05-16
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status