Seminggu belakangan aku sudah istikharah, berusaha menetralkan hati, tapi entah mengapa tetap condong pada Dikta. Mungkin hatiku memang tak sepenuhnya netral jadi masih berat sebelah. Sejak ungkapan cintanya di warung bakso minggu lalu, Mas Radit benar-benar memberiku kelonggaran waktu untuk memberikan keputusan. Dia tak menghubungiku sama sekali, padahal sebelumnya nyaris tiap hari bertukar pesan. [Sudah yakin dengan keputusanmu kan, Lan? Kalau memang yakin, kita perjuangkan cinta ini. Aku nggak mau kehilangan jejakmu lagi, Lana. Aku takut kamu menghilang seperti dulu.] Pesan dari Dikta membuatku kembali menghela napas. Mau tak mau aku memang harus segera memutuskan masalah ini agar tak ada yang terlalu lama menunggu dan berharap lebih. Mas Radit bukanlah lelaki yang buruk, hanya saja hati tak bisa dibohongi. Aku tak bisa mencintainya sebab hati ini sudah menunjuk nama lain dan itu bukan dia. Semoga saja keputusanku nanti tak terlalu menyakiti hatinya. [Sudah, Dik. Aku sudah sia
Last Updated : 2024-06-02 Read more