Share

HASIL ISTIKHARAH

Penulis: NawankWulan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-02 00:01:31

Seminggu belakangan aku sudah istikharah, berusaha menetralkan hati, tapi entah mengapa tetap condong pada Dikta. Mungkin hatiku memang tak sepenuhnya netral jadi masih berat sebelah.

Sejak ungkapan cintanya di warung bakso minggu lalu, Mas Radit benar-benar memberiku kelonggaran waktu untuk memberikan keputusan. Dia tak menghubungiku sama sekali, padahal sebelumnya nyaris tiap hari bertukar pesan.

[Sudah yakin dengan keputusanmu kan, Lan? Kalau memang yakin, kita perjuangkan cinta ini. Aku nggak mau kehilangan jejakmu lagi, Lana. Aku takut kamu menghilang seperti dulu.]

Pesan dari Dikta membuatku kembali menghela napas. Mau tak mau aku memang harus segera memutuskan masalah ini agar tak ada yang terlalu lama menunggu dan berharap lebih.

Mas Radit bukanlah lelaki yang buruk, hanya saja hati tak bisa dibohongi. Aku tak bisa mencintainya sebab hati ini sudah menunjuk nama lain dan itu bukan dia. Semoga saja keputusanku nanti tak terlalu menyakiti hatinya.

[Sudah, Dik. Aku sudah sia
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
ngeri banget mamanya Dikta..
goodnovel comment avatar
Mama fia
Gak tahu kenapa, aku kok gak ikhlas ya Lana sama Dikta. maunya sama Radit aja ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   TUDUHAN MENJIJIKKAN

    "Kamu?! Ngapain kamu ke sini?!" tanya wanita paruh baya itu sembari menunjuk wajahku. "Jadi kamu masih berhubungan dengan perempuan miskin dan tak tahu diri itu Dikta?!" sentak Tante Delima membuat dadaku berdebar seketika. "Aku cinta sama Lana sejak dulu dan aku hanya akan menikah dengannya, Ma." Dikta melangkah tergesa mendekatiku dan Ryan yang kembali berdiri saat melihat tuan rumah datang. Adik lelakiku itu mulai mendekat dan kini berada tepat di depanku. Dia genggam erat tanganku, seolah menjadi benteng untukku jika tiba-tiba wanita itu menyerang dengan buasnya, seperti dulu. Dikta yang kini berada di samping Ryan pun menatapku beberapa saat lalu mengedipkan matanya berusaha menenangkan. Kuhela napas panjang, terus menata hati jika sewaktu-waktu kata-kata menyakitkan itu terucap kembali. "Kamu anak Erwin Wicaksono, Dikta. Seorang pengusaha yang sukses dan cukup ternama di kota ini. Apa kata orang kalau kamu menikah dengan gembel seperti dia!" tunjuk wanita itu lagi ke arahku

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-02
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   KEPUTUSAN DIKTA

    "Kamu?! Ngapain kamu ke sini?!" tanya wanita paruh baya itu sembari menunjuk wajahku. "Jadi kamu masih berhubungan dengan perempuan miskin dan tak tahu diri itu Dikta?!" sentak Tante Delima membuat dadaku berdebar seketika. "Aku cinta sama Lana sejak dulu dan aku hanya akan menikah dengannya, Ma." Dikta melangkah tergesa mendekatiku dan Ryan yang kembali berdiri saat melihat tuan rumah datang. Adik lelakiku itu mulai mendekat dan kini berada tepat di depanku. Dia genggam erat tanganku, seolah menjadi benteng untukku jika tiba-tiba wanita itu menyerang dengan buasnya, seperti dulu. Dikta yang kini berada di samping Ryan pun menatapku beberapa saat lalu mengedipkan matanya berusaha menenangkan. Kuhela napas panjang, terus menata hati jika sewaktu-waktu kata-kata menyakitkan itu terucap kembali. "Kamu anak Erwin Wicaksono, Dikta. Seorang pengusaha yang sukses dan cukup ternama di kota ini. Apa kata orang kalau kamu menikah dengan gembel seperti dia!" tunjuk wanita itu lagi ke arahku

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-02
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   AKU BERSAMAMU

    "Dikta!" Tante Delima masih terus memanggil anak lelakinya seiring terdengar deru mobil Dikta yang mulai keluar garasi. Laki-laki itu buru-buru turun dari mobil lalu menghampiriku dan Ryan yang masih memesan taksi. Wajahnya merah padam menahan amarah. Tak peduli dengan teriakan mamanya yang makin membuatku sakit kepala. "Kembali ke rumah, Dikta. Aku bisa pulang sama Ryan," ucapku berusaha tetap tenang agar Dikta tak sekacau itu. "Nggak, Lana. Aku harus mengantarmu pulang. Aku yang jemput, jadi aku pula yang antar," kekeuhnya. Aku menghela napas lagi dan lagi menghadapi keras kepalanya. Jika dia bersikeras mengantarku pulang, mamanya pasti akan semakin membenciku karena merasa dikesampingkan. Namun, aku juga tak bisa menyalahkan Dikta sepenuhnya sebab ini memang bagian dari tanggungjawabnya. "Mbak Lana benar, Mas. Sebaiknya Mas Dikta masuk dan menyelesaikan masalah ini dengan keluarga Mas Dikta. Kalau seperti ini semua akan semakin runyam." Ryan kembali menengahi. "Baguslah kalau

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-03
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   PESAN MENGEJUTKAN

    Perlahan menyusuri jalan menuju pemakaman, sementara Ryan berada di belakang dan mengikuti setiap langkahku. Dia pun tak banyak protes, cukup tahu apa yang kini membelenggu hati dan pikiranku. Ryan sudah cukup dewasa. Dia paham kapan saatnya bicara dan kapan saatnya memberiku waktu untuk mengeja segala rasa. Dengan gesit, Ryan mencabuti rumput-rumput kecil yang tumbuh di makam ibu. Mengumpulkan dedaunan yang jatuh di atasnya lalu jongkok di sebelahku. Kami sama-sama terdiam dalam kekhusyukan doa. Berharap ibu dan bapak tenang di sisiNya dan diampuni segala dosa-dosanya. Kupejamkan mata perlahan sembari menceritakan kejadian hari ini dalam diam. Aku ingin mengungkapkan apa yang kurasakan tanpa harus menggunakan kata-kata. Entah sudah berapa menit mataku masih saja terpejam, hingga akhirnya kurasakan pelukan di lenganku. Kubuka kedua mata. Adik lelakiku itu tersenyum meski dengan mata yang basah. "Ibu dan bapak memang sudah tiada, Mbak, tapi Mbak Lana tak perlu risau sebab masih ada

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-03
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   DIKTA

    POV : DIKTA (1)Makan siang yang kupikir akan menjadi momen spesial, ternyata hancur berantakan. Mama benar-benar keterlaluan pada Lana. Kata-kata yang diucapkannya terlalu menyakitkan dan menyesakkan dada. Aku tak menyangka jika mama bisa sesadis itu pada sesama wanita, apalagi pada Lana yang dari segi usia jauh di bawahnya. Aku tak tega melihat perempuan yang kucintai terluka seperti ini. Ingin sekali mengusap kedua pipinya yang basah air mata dan membawanya dalam pelukan, tapi itu tak mungkin terjadi sebab aku dan dia belum terikat dalam pernikahan. Kami bukan mahram, jadi tak bisa bersentuhan seperti itu apalagi pakai pelukan segala. Kutitipkan dia pada adik lelakinya, semoga Ryan bisa menjaga kakaknya dengan baik. "Balik ke rumah kalau nggak mau mama sebut anak durhaka!" Ucapan mama membuatku tersentak seketika. Aku yang saat itu masih berusaha membujuk Lana agar mau kuantar pulang, tapi mama justru semakin membuatnya ketakutan. "Aku baik-baik saja, Dik. Masuklah, aku nggak ma

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-03
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   DIKTA 2

    POV : DIKTA (2)"Ma, jadi papa dan ibunya Lana benar-benar pernah menikah?" Aku memberanikan diri untuk bertanya daripada masalah ini semakin nggak jelas ujungnya. Jika memang ada hubungan darah, kenapa papa seolah memberi lampu hijau atas hubunganku dengan Lana? Bukankah seharusnya papa juga tahu kalau hal itu jelas dilarang agama? Belum sempat membalas pertanyaanku, terdengar salam dari luar. Kupikir Lana yang datang, tapi ternyata bukan. Aku semakin tak menyangka jika Riana dan mamanya datang ke rumah. Entah sejak kapan Riana kembali dekat dengan mama. Apa mungkin mereka sering datang ke sini saat aku masih di Jogja? Entahlah. Yang jelas mama dan Tante Lisa memang saling kenal. Mereka teman kuliah dan sempat bekerja di kantor yang sama sebelum bisnis papa maju pesat dan meminta mama resign dari tempat kerjanya."Eh, Lisa, Riana. Duduk dulu." Mama terlihat sangat ramah. Sikapnya berubah seratus delapan puluh derajat. Kedatangan Riana membuat senyum mama merekah. Sungguh ekspresi y

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-04
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   RAHASIA di MASA SILAM

    POV : DIKTAMama jatuh pingsan setelah mendengar pertanyaanku tadi. Papa membawanya ke kamar sembari memijit kakinya perlahan. Sementara Tante Lisa dan Rania masih di ruang tengah menunggu mama sampai siuman sebelum pamit pulang, katanya. "Papa sama ibunya Lana memang pernah menikah, Dikta. Dia cinta pertama papa, hanya saja almarhum opa sama Oma kamu nggak setuju lalu menjodohkan papa dengan mamamu." Tanpa kutanya papa menjelaskan tentang masa lalunya. Mungkin papa tadi sempat mendengarkan obrolanku dengan mama sebelum akhirnya pingsan. Kisah papa mirip denganku saat ini yang tak direstui mama. Lana sama-sama cinta pertamaku, tapi mama bersikeras menentang hubungan ini dengan berbagai alasan. "Terus, Pa?" Aku mendongak, menanti cerita papa selanjutnya. "Ibunya Lana orang biasa, hal itulah yang membuat almarhum Opa dan Omamu menolak keras. Namun, papa sangat mencintainya. Sama seperti kamu mencintai Lana. Papa pun begitu. Bagi papa ibunya Lana itu spesial meski terlahir dari kelu

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-05
  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   PELAKU

    POV : DIKTA"Kalian bahas apa?" tanya mama dengan tatapan sayu dan lemas. "Nggak kok, Ma. Sekadar cerita tentang masa lalu. Dikta sudah dewasa, dia sudah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Karena itu pula papa merasa dia berhak tahu tentang masa lalu kita dan apa yang membuat mama begitu menolak Lana sebagai calon istrinya Dikta." Mama membulatkan mata, seolah tak setuju dengan keputusan papa. Namun, kali ini seolah tak peduli dengan penolakan mama, papa justru melanjutkan kembali ceritanya. "Dulu papa memang sempat frustasi karena kepergian Rahayu. Papa merasa bersalah selama berbulan-bulan. Namun, akhirnya papa sadar jika jodoh tak mungkin salah tempat. Mungkin memang dia bukan jodoh papa dan mamamulah jodoh yang dituliskan Allah untuk papa di Laut MahfuzNya. Seperti pesan terakhir Rahayu sebelum dia pergi, dia minta papa untuk menjadi suami dan ayah yang baik. Dia berharap papa bisa bahagia meski tanpanya dan dia pun mengharapkan hal yang sama, bahagia meski tanp

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-05

Bab terbaru

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   KEJUTAN SPESIAL [END]

    "Cantik." Suara itu terdengar di ambang pintu kamar saat Mbak Agnes fokus merapikan kebaya berwarna salem dengan taburan swarovski yang membuatnya semakin terlihat elegan.Mbak Agnes ikut menoleh lalu tersenyum lebar."Siapa dulu calon suaminya," ujarnya memuji. Kulihat sosok itu dari cermin yang kini memantulkan bayanganku dengan balutan kebaya yang kupilih, senada dengan jas dan celana panjangnya. Dikta, lelaki itu terlihat semakin tampan dengan penampilannya sekarang. Dia masih bersedekap sembari menatapku lekat."Ngapain ke sini, Dikta? Harusnya kamu di luar menyambut tamu, sebentar lagi penghulu juga datang," ujarku sedikit gugup. Aku mendadak salah tingkah saat ditatap begitu lekat olehnya. Mbak Agnes pun tak henti menggodaku, membuat wajah ini mulai memerah seperti tomat matang."Nggak apa-apa, Lana. Calon suami mau lihat calon istrinya masa nggak boleh. Takut diculik mungkin." Mbak Agnes kembali terkekeh."Jangan digoda lagi, Mbak. Calon istriku itu memang pemalu. Takutnya ng

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   WILL YOU MARRY ME?

    Aku dan Dikta berjalan beriringan keluar bioskop, sementara Denada dan teman-teman yang lain sepertinya sudah pulang sejak beberapa menit lalu. Kulihat jarum jam menunjuk angka setengah sembilan malam. Weekend begini jalanan masih ramai bahkan padat di beberapa tempat. "Kita ke taman Bianglala dulu, Lan. Mau?" tanya Dikta tiba-tiba setelah menghentikan mobilnya perlahan karena terjebak lampu merah. "Jadi kangen taman itu ya setelah nonton film kita." Aku dan Dikta bersitatap lalu sama-sama tersenyum. "Ternyata kamu seromantis itu, Lan. Mengingat semua momen kebersamaan kita dulu. Novelmu cukup detail menceritakan kisah kita dan ternyata ending yang kamu tulis nyaris sama dengan kejadian aslinya. Hanya saja kita belum menikah, sementara dalam novelmu Dikta dan Lana sudah menikah dan hidup bahagia." Dikta menatapku sekilas lalu kembali fokus dengan stirnya. "Iya, Dik. Kita sudah lamaran dan sebentar lagi kamu akan menikahiku bukan? Itu artinya imajinasiku dulu akan menjadi kenyataan

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   KADO YANG MANIS

    "Mbak Lana!" Aku dan Dikta yang masih duduk santai di lantai atas menoleh seketika. Di samping tangga kulihat gadis cantik dengan hijab cokelatnya tersenyum lebar ke arahku. Aku menatap Dikta beberapa saat lalu kembali pada perempuan modis itu."Denada," ujar Dikta membuatku kembali tersenyum. Baru kali ini aku melihat adik Dikta yang cantik itu. Usianya menginjak dua puluh satu tahun. Beda empat tahun dibandingkan kakaknya. Meski jarak usia mereka tak terlalu dekat, tapi kulihat keduanya cukup akrab. Denada datang dengan wajah cerianya lalu menyalamiku dan Dikta. "Buat calon kakak iparku yang cantik sekaligus penulis favoritku." Denada sedikit berteriak sembari memberikan sebuah kado untukku. Dikta tersentak melihatku yang sudah akrab dan terlihat cocok dengan adiknya. Dia pasti bingung dan tak menyangka kami seakrab ini. "Kalian akrab banget kaya sudah kenal lama." Dikta mulai curiga. Dia menatapku dan Denada bergantian. "Memang sudah kenal lama kakakku sayang." Denada merangkul

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   YOU ARE MINE

    "You are mine." Lagi kudengar kalimat spesial darinya, membuatku semakin berbunga. "Iya, iya. Semoga saja prosesnya tak membutuhkan waktu yang lama. Nanti kamu ikut aku buat urus ini itu kan?" Aku menoleh ke arahnya yang masih menyandarkan punggung ke sofa sembari menatapku lekat. Senyum tulusnya kembali terukir di bibir. Dia mengangguk lalu mengedipkan kedua matanya yang bening itu. "Tentu aku akan selalu dampingi kamu, Lana. Aku benar-benar bangga memiliki kamu. Perempuan hebat, mandiri dan istimewa." Lagi, pujiannya membuat hidungku kembang kempis. Gegas mengalihkan pandangan sebab tak ingin dia tahu jika wajahku kali ini pasti sudah memerah seperti tomat karena pujiannya yang berlebihan. "Kita nonton bareng saat gala premiere." Dikta berucap yakin sembari mengangguk pelan saat aku menoleh. "Makasih banyak ya, Dik. Kamu selalu menjadi pendukung pertama selain Ryan di setiap hal yang kulakukan." Aku berkaca. Tiap kali mengingat momen-momen membahagiakan kami di masa lalu maupun

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   BANGGA

    Kebahagiaan mulai datang silih berganti. Setelah Dikta kembali dan restu dari mamanya kugenggam, muncul kabar lain yang tak kalah membahagiakan. Novel berjudul Bianglala yang mengisahkan tentang perjalanan cintaku sendiri dengan Dikta ternyata dipinang sebuah rumah produksi ternama. Production House yang biasa meminang novel-novel terbaik menurutnya. Kulihat ekspresi bangga di wajah Dikta saat aku menjelaskan kabar bahagia yang kudengar dari Pak Abdullah. Tante Delima dan Om Erwin pun terlihat bangga sembari mengucapkan selamat untukku. Akhirnya kini aku bisa membuktikan pada mereka jika aku bisa mandiri dan sukses dengan caraku sendiri. Setidaknya sekarang aku merasa lebih layak bersanding dengan Dikta dan tak merasa terus rendah diri saat bersamanya. Meski Dikta tetap menerimaku apa adanya dan tak pernah memandang dari segi karir yang kupunya, tapi aku ingin membuatnya bangga dan merasa lebih bersyukur memilikiku sebagai calon pendamping hidupnya. "Tante bangga sama kamu, Lana. I

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   SEGENGGAM RESTU

    "Aku bawa nampannya. Kamu pasti masih shock dengan kabar bahagia ini." Dikta mengambil alih tugasku membawa nampan berisi empat cangkir teh hangat dan camilan itu. Aku pun mengikutinya kembali ke ruang tamu. "Maaf menunggu lama, Om, Tante." Aku kembali tersenyum lalu menata cangkir dan piring berisi camilan itu ke atas meja dan menyimpan nampan di bawah mejanya. "Nggak apa-apa, Lana. Justru kami yang minta maaf karena sudah mengganggumu pagi-pagi begini." Om Erwin tersenyum tipis lalu menoleh ke arah istrinya yang ikut mengangguk pelan."Nggak masalah kok, Om, Tante. Lagipula saya nggak ada kerjaan. Saya merasa beruntung sekali pagi ini karena mendapatkan tamu spesial." Aku tersenyum tipis lalu melirik Dikta yang ikut manggut-manggut dengan senyumnya yang menawan. "Langsung saja ya, Lana. Kedatangan Om dan Tante ke sini selian untuk silaturahmi, Tante juga mau minta maaf sama kamu atas sikap buruk Tante selama ini. Kepergian Dikta lima hari belakangan karena penculikan itu membuat

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   KABAR BAIK

    POV : LANA "Assalamualaikum, Lana!" Salam terdengar dari luar gerbang. Aku buru-buru menyambar hijab dan membuka pintu utama. Kulihat sosok yang selama lima hari ini kurindukan. Dikta. Dia benar-benar datang dengan begitu bersemangat dan senyum lebarnya. "Wa'alaikumsalam, Dikta. Akhirnya ketemu kamu juga." Aku ikut semringah saat membuka gerbang. Namun, senyumku tiba-tiba padam dan mendadak salah tingkah saat melihat Tante Delima dan Om Erwin sudah ada di belakang Dikta. Mereka saling tatap lalu tersenyum tipis ke arahku. "Eh, Om dan Tante ikut juga. Maaf sudah menunggu lama, silakan masuk." Aku mendadak kikuk saat mempersilakan orang tua Dikta untuk duduk di ruang tamu. Saat pamit ke belakang untuk menyiapkan minuman, aku sempat melotot ke arah Dikta yang hanya senyum-senyum tipis. Sengaja banget dia tak memberi tahuku lebih dulu jika akan datang ke sini dengan kedua orang tuanya. "Aku bantu, Lan." Dikta beranjak dari sofa lalu mengikutiku ke dapur, meninggalkan kedua orang tuany

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   TERBONGKAR

    Lima hari Dikta tak ada kabar. Entah mengapa kini di grup alumni ramai dengan foto-foto Riana dan mamanya yang digelandang polisi. Aku benar-benar tak tahu berita apapun karena sengaja jaga jarak dengan teman-teman yang lain. Aku nggak mau terlalu membuka diri di depan mereka semua. Apalagi sejak fotoku bersama Mas Radit tersebar, aku cukup berhati-hati untuk berteman dengan siapapun. [Riana jualan daster sama jadi rentenir, Gaes. Ternyata selama ini kita tertipu! Dia dan keluarganya sudah bangkrut sejak lama, tapi selalu berlagak hedon. Kasihan Lana, selalu dijadikan bahan ejekan. Padahal Lana sekarang sukses loh. Rizal yang cerita kalau Lana nggak seperti yang diceritakan Riana] Pesan pertama yang membuatku membulatkan mata seketika. Entah siapa, aku tak menyimpan nomornya. Sempat aku intip foto profil di WhatsAppnya, tapi tetap tak bisa kutebak. Dia tak memamerkan foto asli melainkan hanya foto kucing yang mungkin dia ambil dari media sosial. Keterkejutanku bertambah saat meliha

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   PENCULIKAN

    POV : DIKTA Kedua kakiku diikat kuat sementara kedua tangan juga diikat ke belakang. Tak hanya itu saja bahkan mulutku dilakban hingga tak mampu berteriak keras. Mereka benar-benar keterlaluan. Rasa haus membuatku mencoba berteriak dan menyenggol kursi di sampingku hingga terjatuh.Dua lelaki membuka pintu. Lagi-lagi aku tak bisa menebak siapa mereka sebenarnya karena tertutup masker. Meskipun bisa, kemungkinan besar aku tak mengenalnya. Kuyakin jika mereka bukan pelaku utama. Apa mungkin Riana lagi pelakunya? Dia tak berhasil menjauhkanku dengan Lana karena foto-foto itu, lantas sekarang berusaha menculikku balik agar Lana mengira aku membencinya? Jika memang iya, Riana benar-benar kelewat batas. Dia memang pantas mendekam ke penjara atas semua yang dia lakukan. "Jangan ribut! Mau ngapain kamu?!" sentak salah seorang penjaga itu dengan suara garangnya. Aku mencoba mengucap minum meski suaranya tak terlalu ketara. "Dia minta minum, Bang." Laki-laki lain tahu apa yang kuinginkan.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status