Home / Fiksi Remaja / Perjalanan Waktu Adara / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Perjalanan Waktu Adara: Chapter 11 - Chapter 20

33 Chapters

Pelindung Yang Lupa Peran

"Bu, di depan ada anak laki-laki yang berdiri di tengah hujan." Bi Rati selalu asisten rumah tangga di kediaman keluarga Yoshi, berusaha memberitahu Ibu majikannya begitu mengecek kondisi Anak laki-laki yang ia perhatikan melalui cepat gerbang saat tak sengaja sedang menyapu lantai bagian luar rumah. "Anak laki-laki? Kamu udah lama liat anak itu berdiri di bawah guyuran hujan?" "Iya, Bu. Saya baru lihatnya setelah tuan pulang kerja. Anak laki-laki itu seperti seumuran atau beda beberapa tahun dari non Adara." "Ya udah, biar saya coba temuin dia ke dapan. Tolong ambilin payung sama jaket dulu ya, bi." Ucap Athiva. Pasalnya hati seorang Ibu mana yang tak merasa khawatir melihat anak lain yang berdiri di bawah guyuran hujan deras, menahan dingin dengan wajah dan bibir memucat. Pintu gerbang kembali terbuka, tepat sebelum Saga hendak melangkahkan kaki untuk pergi. Ia sempat menyerah untuk menemui Adara dan memberi penjelasan pada gadis itu. Sudah hampir satu jam lebih, lelaki itu berdi
Read more

Kenangan Rasa

"Sudah saya bilang, kamu lebih baik pergi dari sini. Jangan mengganggu kehidupan putri saya. Lihat, sekarang kamu malah berani-beraninya masuk ke dalam rumah tanpa sepengetahuan saya. Sebenarnya orang tua kamu mendidik kamu seperti apa?"Saga tanpa sadar mengepalkan kedua tangannya. Jika sudah menyangkut pautkan masalah pribadinya dengan membawa-bawa peran orangtuanya, lelaki itu tidak bisa diam saja."Yah, ayah nggak tahu kalau kak Gara itu...""Diam kamu Adara!" Gadis itu kaget mendengar bentakan sang Ayah. "Berani-beraninya kamu masih ngebela bocah ingusan ini. Mau jadi apa kamu, hah? Mau jadi anak durhaka karena ngebangkang orang tua?"Athiva muncul di balik pintu bersama bi Rati. Lagi-lagi Athiva merasa gagal karena tak bisa memegang ucapannya sendiri. "Mas, sudah..." Perempuan itu berjalan ke samping suaminya, berusaha untuk meredakan emosi lelaki yang memiliki peran sebagai kepala di keluarga mereka."Kamu yang udah ngizinin bocah ini masuk? Buat apa, Athiva?" Giliran Athiva ya
Read more

kehilangan, Kebungkaman

Adara masih menangis setelah kepergian Saga. Barulah setelah ia mulai merasa tenang, memutuskan untuk menemui ayahnya di ruang kerja. Lihat bagaimana reaksi sang Ayah kalau anak sematawayangnya mencoba menentang keinginan Yoshi. Perlu diingat bahwa Adara yang sekarang adalah sosok perempuan yang sudah dewasa, sudah puas menerima banyak pukulan dan masalah bertubi-tubi."Yah!" Dengan tak sopannya gadis itu masuk ke ruang kerja. Mengabaikan peraturan sang Ayah, yang mana jika hendak masuk harus mengetuk pintu terlebih dahulu."Kenapa nggak ngetuk pintu, Adara?!""Yah, Ayah tahu kalau Kak Gara itu siapa? Kenapa ayah bicara seperti itu sama Kak Gara?" Bukannya menjawab pertanyaan sang Ayah, Adara justru melemparkan balik pertanyaan, mengutarakan kekesalan isi hatinya."Adara! Bagus ya sekarang gara-gara bocah ingusan itu, kamu jadi berani ngelawan Ayah. Ayah nggak peduli mau dia anak presiden sekalipun, kalau dia udah berani ngeganggu kehidupan Ayah, Ayah nggak akan tinggal diam,""Kak G
Read more

Ruang Kegelapan

Harta berharga yang melebihi kekayaan di dunia itu adalah keluarganya. Ayah, Ibu dan keempat adiknya telah mempertaruhkan hidup mereka demi kesuksesan yang saat ini Yoshi capai. Saat itu, ketika Yoshi genap berusia tujuh belas tahun. Usai menerima kartu tanda pengenal, ia meminta izin pada sang Ayah untuk berangkat ke Ibu kota guna mendapatkan pekerjaan yang lebih layak, pekerjaan yang akan lebih mempercepat perubahan bagi keluarganya. Lagipula hanya tinggal beberapa minggu lagi dirinya akan mendapatkan kelulusan di Sekolah menengah akhir. Dengan hasil yang selalu luar biasa, selalu menjadi juara umum berkat kerja kerasnya selama ini."Biar Ayah sama Ibu dan adik-adik ikut mengantar kamu ke perbatasan kota. Biarlah nanti Ayah pinjam mobil milik pakde untuk kita diperjalanan. Ayah tidak tenang jika harus melepaskan kamu berangkat sendirian ke Ibu kota. Bagaimanapun usia kamu masih kecil dan baru pertama kali keluar dari perkampungan ini." Ucap sang Ayah malam itu, berjanji akan mengan
Read more

Ambisi Untuk Melupa

Bagaimanapun caranya, saat itu yang ada dipikiran anak remaja yang baru menginjak tujuh belas tahun adalah tentang keluarganya yang terpecah belah dan mimpinya yang sudah berada di ambang kegagalan. Untuk pertama kalinya, Yoshi membuat keputusan paling sulit di hidupnya. Ia merelakan ketiga adiknya untuk diadopsi oleh keluarga yang berbeda-beda. Anak remaja laki-laki itu juga mengikhlaskan ibunya untuk mendapatkan perawatan dan perlindungan di rumah sakit jiwa. Kini Yoshi menggenggam satu hal yang harus selalu ia percaya, yaitu harus ada hal berharga yang di korbankan untuk mencapai suatu hal yang paling lebih berharga daripada yang telah hilang."Mas, coba kamu yang bujuk Dara." Ucapan Athiva lagi-lagi membuyarkan renungan Yoshi.Pasalnya hingga detik ini lelaki paruh baya itu tak bisa bertemu dengan sang ibu ataupun ketiga saudara laki-laki nya. Sudah jelas, tidak berselang lama setelah keberangkatan Yoshi ke Ibu kota. Tiba-tiba saja pihak rumah sakit mengabari kalau Sang Ibu dinyat
Read more

Arti Takdir

Adara berjalan tertatih menyusuri jalan menuju rumahnya. Gadis itu telah membulatkan tekad untuk melupakan Sagara. Apapun alasannya, bagi dirinya Sagara bukan lagi hal yang harus diprioritaskan untuk saat ini. Setelah perlakuan yang ia dapatkan dari anak laki-laki itu, Adara memutuskan untuk belajar melupakan Saga. Entah itu untuk saat ini, atau ketika ia sudah berhasil menemukan cara kembali ke masa depan. Itu yang paling penting baginya mulai saat ini.Tiba di depan pintu gerbang, sang ibu Athiva sudah menunggu dengan raut cemas. Meski begitu beliau tetap tersenyum menyambut kedatangan putrinya. Tidak ingin membuat kondisi Adara menjadi lebih murung lagi. Walaupun Athiva juga sedikit lebih lega, karena sang suami Yoshi, sudah mau berubah untuk keluarga kecilnya sekarang. Terlihat bagaimana kemarin malam, Athiva melihat Yoshi meminta maaf pada Adara."Makan dulu ya, Ra. Ibu udah masakin makanan kesukaan Dara." Ucapan Athiva yak digubris oleh Adara, gadis itu malah tampak merenung di
Read more

Satu Rindu

Pagi hari sebelum berangkat ke kantor, Yoshi memutuskan untuk menyempatkan diri menemui Adara yang masih membereskan keperluan sekolahnya."Dara, boleh ayah bicara sebentar?" Yoshi berjalan mendekati Dara yang duduk di depan meja belajar. Lelaki paruh baya itu duduk di tepi ranjang tepat menghadap Dara."Ada apa, Yah?""Kata Ibu, Dara mau pindah sekolah ke Prancis. Apa benar?"Dara menganggukkan kepala. "Iya, yah. Dara mau cari pengalaman baru di sana.""Kamu yakin? Disana kamu jauh sama Ibu dan Ayah lhoh.""Dara mau belajar mandiri, Yah. Dara Mau fokus kejar mimpi Dara."Mendengar penuturan yang putrinya sampaikan, Yoshi tersenyum senang. Memang hal ini adalah kemauan dirinya juga. Ia ingin anaknya mandiri walau terlahir sebagai perempuan. Apalagi Adara adalah anak semata wayangnya, kalau bukan gadis itu lantas siapa lagi yang akan ia jadikan penerus perusahaannya.Sementara itu, Dara hanya bisa memasrahkan atas apa yang akan terjadi sepenuhnya kepada yang maha Kuasa. Takdirnya, gari
Read more

Pertemuan

"Udah sampai kak. Makasih ya." Ucap Adara, menghentikan langkahnya tepat di depan gerbang rumah."Oh jadi ini rumah lo. Nggak nyuruh gue mampir dulu nih, Ra?" Naren membalas ucapan Adara sembari menunjukkan raut wajah tengil disertai sebuah senyum yang tampak aneh bagi Dara.Gadis itu melihat keadaan rumah dari balik gerbang, memastikan ada tidaknya mobil sang ayah di garasi sana."Nggak usah kayaknya ya, Ra? Masa gue nemuin bokap sama nyokap lo dengan tampang yang udah lusuh sama pakaian yang basah kuyup gini. Entar kesan pertama yang gue terima dari calon mertua, malah buruk lagi."Mendengar penuturan yang laki-laki itu ucapkan, Dara semakin tak memahami jalan pikiran Naren. Hingga gadis itu pun hanya mampu menampilkan senyum yang tampak sedikit dipaksakan. Membuat Naren semakin tak kuasa menahan tawa di balik tampangnya yang terlihat kalem."Ya udah gue pulang dulu, Ra." Balas Naren sembari terkekeh. Sepertinya ia berhasil menjahili Adara.Lelaki itu berlalu, berjalan di balik payu
Read more

Pisah

Adara rasanya ingin segera bisa keluar dan pulang dari restoran ini. Ia begitu tak tahan menyaksikan Sagara akrab dengan perempuan itu. Adara bahkan tak bisa fokus mendengarkan perkataan sang ayah. Barulah beberapa saat kemudian, kedua orang itu hendak berlalu keluar dari restoran tempat Dara dan Yoshi makan siang.Sepulang dari pusat perbelanjaan, Dara langsung masuk ke kamarnya. Meninggalkan tanya dari sang Ibu yang terheran-heran melihat sikap anak gadisnya itu."Dara kenapa lagi, Mas? Kamu marahin dia lagi ya?" Athiva tak bisa membendung kecemasan dan nalurinya sebagai seorang Ibu."Tadi dia melihat bocah laki-laki yang dulu saya usir, Bu." Ucap Yoshi sembari memindahkan belanjaan dari bagasi mobil ke meja di ruang keluarga.Athiva mengekor di belakang Yoshi. Ikut membantu laki-laki paruh baya itu, memindahkan belanjaan karena saking banyaknya. Athiva bahkan menggelengkan kepala, tak mengerti dengan sikap konsumtif suaminya. "Sagara maksud kamu, mas?""Iya. Harusnya kemarin kamu n
Read more

Awal Baru Untuk Kisah Yang Usai

Pesawat yang ditumpangi Adara akhirnya lepas landas dari bandar udara internasional Incheon. Gadis itu kembali menangkup wajahnya dengan telapak tangan. Mematikan handphone, menutup kisahnya dengan Sagara.Seorang perempuan yang duduk di sebelah adara, menepuk pundak gadis itu. Mengulurkan tisu, lantas tersenyum membuat perasaan Adara terasa lebih tenang.Bandar udara internasional incheon adalah rute penerbangan paling populer di Seoul ke bandara Charles the gaulle - Paris. Rata-rata waktu penerbangan ini memakan waktu sekitar 13 jam lebih. Waktu terbilang lama, yang dihabiskan oleh Adara hanya dengan menatap lautan awan yang berganti warna dari cerah ke gelap, dari siang menuju malam. Begitu mudah bagi Tuhan mengubah suatu keadaan seperti layaknya dengan membalikkan kedua telapak tangan. Adara tidak bisa berbuat apa-apa lagi sekarang. Kini hanya bisa menunggu, menunggu lagi, lagi dan lagi sampai Tuhan menjemputnya pulang, entah kembali ke kehidupannya di masa depan sana atau kembali
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status