Semua Bab BAYI YANG KUBAWA PULANG: Bab 11 - Bab 20

53 Bab

KEMARAHAN BAPAK

Andin berjalan mondar-mandir dikamarnya seraya memikirkan cara untuk mengambil bayi itu dari tangan Zahra. Ia tak mau jika nantinya David batal menikahinya jika tahu ia telah bersandiwara pada kedua orang tuanya.Bertahun-tahun menunggu, akhirnya kesempatan untuk memiliki David sepenuhnya akhirnya datang. Seperti mimpinya sebelumnya, Andin ingin mendapatkan suami yang ganteng, berpendidikan dan yang terpenting adalah kaya. Itulah mengapa sejak awal ia tak mempermasalahkan status David yang telah beristri. Ia pun senang saat pertama kali tahu jika dirinya hamil karena Andin menganggap semua itu bisa menjadi senjata agar David meninggalkan istrinya.Namun masalah terjadi saat kandungannya menginjak enam bulan. David tak mau meninggalkan istrinya dan malah hanya akan menikahi Andin secara siri. Andin yang kecewa akhirnya membenci janin dalam kandungannya dan mulai berusaha untuk melenyapkannya.Berbagai cara Andin lakukan agar kandungannya luruh namun takdir
Baca selengkapnya

PEMBERIAN

“Eh, Zahra, senang ya mau jadi istri orang kaya,” ucap salah satu Ibu-ibu yang sedang mengelilingi mbak-mbak penjual sayur.“Eh, katanya sekarang Andin juga mengakui anak itu. Mungkin dia juga pengen punya suami kaya,” timpal Bu Seli.“Coba aja kemarin waktu Zahra enggak ngakuin anak itu, dia langsung terima. Bisa jadi sekarang Andin yang bakal nikah sama lelaki itu.“Sudah-sudah, Bu. Jangan bahas Zahra terus, ingat kalian juga punya anak perempuan, kan?” Bu Rahayu menengahi. Wanita yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Pak Sari itu memang terkenal paling bijak di antara ibu-ibu lainnya.“Eh, Zahra, pasti bapakmu udah enggak galak lagi, ya? Secara dia bakal punya mantu kaya,” tanya Bu Seli menoleh ke arah Zahra.Zahra yang tadinya hanya menunduk dan pura-pura tak mendengar obrolan mereka akhirnya mendongak.“Memangnya kenapa? Ibu pasti iri, secara pacar Diva, anak ibu Cuma pegawai bank plecit. Upss ... “ Zahra menutup mulutnya.“Heh, kalo punya mulut dijaga, ya! Biar Cuma pe
Baca selengkapnya

TAKDIR APA

Zahra kini tengah duduk gelisah di antara orang tua serta . Meski begitu tak ada seorang pun yang mengeluarkan suara. Semua terasa hening dan dingin. Hanya detak jarum jam yang terdengar serta sesekali suara ocehan Mora yang berada di pangkuan Bu Sumi.Beberapa menit yang lalu David mengabarkan jika ia akan sampai dalam lima belas menit. Lelaki itu rela bolak balik menempuh jarak ratusan kilometer demi memperjuangkan rasa tanggung jawab atas perbuatannya.Dua jam yang lalu ...[Aku sudah turun dari pesawat, mungkin dua jam lagu sampai]Zahra membaca pesan yang dikirimkan David. Semenjak kedatangannya yang pertama kali, baru kali ini lelaki itu mengirim pesan.[Tolong selesaikan masalah ini dengan baik, Mas. Aku sudah lelah. Aku sudah ingin bekerja dan melanjutkan hidupku]Zahra mengirim balasan. Ia yakin hari ini hidupnya akan benar-benar bebas.[Tenang, semua akan baik-baik saja. Terima kasih sudah menjaga dan menjadi I
Baca selengkapnya

JALAN TERBAIK

“Tidak, dia anakku dan aku yang berhak kau nikahi!” pekik Andin tak terima.Sontak hal itu membuat semua orang menoleh ke arah wanita berbaju biru bunga-bunga itu.“Ayo kita ke dokter dan buktikan siapa yang sudah mengandung dan melahirkan anak ini,” imbuhnya.“Apa-apaan kamu, Andin! Sudah jelas-jelas Zahra yang membawa pulang bayi itu dan David pun sudah mengatakan jika Zahralah ibu kandungnya. Kenapa kamu malah bikin runyam?”“Mas, David tolong katakan yang sebenarnya, jangan membuatku semakin sulit,” lirih Zahra.“Bukankah itu yang sebenarnya? Aku akan menikahimu, Ra. Kita akan bahagia bersama Mora, anak kita.”“Tapi, Mas!”“Dari dulu sampai sekarang perasaanku tak pernah berubah, Ra. Saat itu aku hanya bingung dan sekarang tujuan hidupku Cuma kamu dan anak kita.”“Mas! Kamu sadar enggak sih, apa yang kamu katakan barusan? Pacar kamu itu Mbak Andin, dan ini anak kalian! Kenapa jadi seperti ini sih, Mas?”“Aku tahu kamu benci sama aku, Ra. Tapi anak itu butuh pengakuan, butuh Ayah.”
Baca selengkapnya

HAMPIR GIL4

Hari sudah lewat tengah malam tapi mata Zahra tetap enggan terpejam. Sesekali ia melirik pada Mora yang tengah terlelap setelah melahap habis sebotol susu keduanya semenjak tertidur jam delapan tadi. Setiap malam, Mora memang biasa menghabiskan tiga sampai empat botol susu sampai pagi menjelang.“Tante memang sayang kamu tapi tempatmu tak seharusnya di sini. Kamu punya orang tua dan merekalah yang seharusnya merawatmu,” gumam Zahra.Berulang kali berusaha memejamkan mata, tapi bayangan hari esok terus membebani pikirannya. Besok pagi sebelum David kembali ke kota, ia akan melakukan tes DNA. Lelaki itu sengaja menunda kepulangannya dan menginap di hotel yang terletak di pusat kota kabupaten untuk memenuhi syarat yang diajukan Andin.[Akurasi tes DNA]Zahra mengetikkan sederet kata di pencarian g00gle. Sedetik kemudian bibirnya menyunggingkan senyum saat membaca hasil yang tertera di layar ponselnya. Sembilan puluh sembilan koma sembilan sembilan persen, angka yang cukup membuat hatinya
Baca selengkapnya

JAHAT

“Kamu baik-baik aja, Nak?”Bu Sumi menemui Zahra di kamarnya. Sejak pagi anak bungsunya itu sama sekali tak beranjak dari ranjang. Bahkan gadis itu pun enggan mendekat saat Mora menangis barusan.Tak ada jawaban, Bu Sumi mendekat lalu mencabut headset dari kedua telinga Zahra.“Kamu enggak makan dari pagi, kamu sakit?” Bu Sumi kembali bertanya.“Enggak laper.” Zahra menoleh sebentar kemudian kembali fokus pada layar ponselnya.“Nanti sakit loh!”Melihat sang Ibu duduk di sampingnya, Zahra memutuskan untuk bangun meregangkan tubuhnya sebentar lalu mengikat rambutnya asal.“Mora kayaknya demam, dia rewel terus,” keluh Bu Sumi.“Suruh aja Mbak Andin bawa ke bidan.”“Dia enggak mau.”“Terus Ibu mau nyuruh aku, gitu? Bukannya Mbak Andin sudah mengakui Mora anaknya, kenapa enggak mau ngurus?”Bu Sumi hanya bergeming.“Aku mau tidur, Bu. Ngantuk.” Zahra kembali merebahkan tubuhnya.“Ya sudah, yang penting kamu enggak kenapa-kenapa.”“Kok Ibu bisa bilang aku enggak kenapa-kenapa? Setelah engg
Baca selengkapnya

TERLIBAT

[Bersiaplah esok aku akan datang]Zahra melempar ponselnya kasar, andai saja tak ingat jika benda itu berharga jutaan tentu sudah sejak lama ia hancurkan berkeping-keping.[Besok kita mulai persiapan pernikahan kita]“Arghh ... sialan kau David!” pekik Zahra.Sudah tiga hari ini lelaki itu meneror Zahra. Bukan tanpa sebab, itu semua karena Zahra sengaja memblokir nomornya.Sudah seminggu ini Zahra memutuskan untuk tak memegang Mora. Ia sudah merelakan sepenuhnya anak itu pada Andin meski setiap hari Bu Sumilah yang mengasuhnya. Setiap mendengar Mora menangis terkadang ia pun ikut menangis, tapi sekali lagi ia sudah bertekad merelakan Mora. Entah bagaimana nasib anak itu ke depannya, ia hanya bisa pasrah.[Setelah hasil tes itu keluar, kita akan langsung menikah. Aku sudah mempersiapkan semuanya]Lagi-lagi Zahra dibuat geram oleh pesan-pesan yang dikirimkan beberapa nomor baru ke ponselnya. Berkali-kali di blokir nyatanya
Baca selengkapnya

KEPUTUSAN

“Eh, Zahra, sebenarnya yang ibu kandung bayi itu kamu apa Andin? Kok jadi enggak jelas begini? Dulu Andin enggak terima waktu kamu bilang itu anak dia, sekarang malah ngaku-ngaku.”Zahra yang baru saja pulang langsung dicegat oleh segerombolan ibu-ibu berseragam yang baru saja senam di lapangan voli.“Ibu-ibu kepo, deh! Permisi minggir dulu, aku mau lewat.” Zahra membunyikan klakson motornya.“Jawab dulu, Ra. Jangan bikin kami penasaran. Tahu enggak? Bu Seli sampe meriyang mikirin kasus keluargamu.”“Lah kok?”Zahra menyapukan pandangan pada lebih dari sepuluh Ibu-ibu yang rata-rata bermake up menor tapi luntur karena berkeringat. Saking viralnya kasus yang menimpanya, hingga ia bak artis yang selalu dibuntuti paparazi. Bahkan rumah Uwak Ipah yang berada persis disebelah barat rumahnya menjadi pos pemantauan terpadu untuk mengawasi setiap gerak-gerik orang-orang yang ada di rumah Pak Sarip.“Dia anak Mbak Andin, Ibu-ibu. Udah ya aku mau pulang dulu.” Zahra kembali menarik gas motornya
Baca selengkapnya

GANTI RUGI

Zahra menatap gambar bayi di ponselnya. Sudah dua jam ia duduk terdiam di dalam kereta yang membawanya pergi dari kota kelahirannya.“Jangan bilang siapa-siapa, La. Kalo Ibu dan Bapak tanya, bilang aja kamu enggak tahu,” ujar Zahra pada sahabatnya pagi tadi.“Kamu yakin akan pergi? Bagaimana dengan Mora nantinya?”“Ada ibu yang merawatnya. Aku sudah mencatat semua hal yang biasa aku lakukan saat mengasuh Mora. Aku juga udah ninggalin ATM yang biasa aku gunakan untuk menerima uang dari Mas David.”Semalaman berpikir, subuh tadi Zahra terpaksa pergi meninggalkan rumah. Pembicaraannya tempo hari membuatnya takut jika David akan memanipulasi hasil tes DNA miliknya juga Andin. Zahra yang tak mau menjadi orang ketiga di antara Andin dan David akhirnya mengambil jalan pintas untuk pergi diam-diam tanpa sepengetahuan siapa pun.Zahra menatap deretan bangku yang sebagian kosong. Hanya ada beberapa orang yang duduk terpisah yang semuanya sibuk dengan ponsel atau tidur berbaring karena banyak ku
Baca selengkapnya

SIAPKAH?

Sudah hampir sebulan berlalu sejak Zahra pergi meninggalkan rumah. Selama itu ia berusaha mencari pekerjaan untuk menyambung hidupnya. Uang tabungan dan uang hasil menjual perhiasan yang ia bawa sudah mulai menipis dan mungkin hanya cukup untuk menutup biaya makan sekitar satu minggu ke depan. Selama bekerja memang gaji Zahra bisa dibilang utuh karena biaya hidupnya ditanggung oleh Andin. Tapi gadis itu juga tak bisa menabung banyak karena gajinya yang hanya setara UMR biasa ia gunakan untuk bensin, jajan, beli skincare, baju yang tak mungkin ia minta pada Andin. Setiap bulan ia juga selalu menyisihkan untuk dikirim pada kedua orang tuanya di kampung. Selama mengasuh Mora, mau tak mau tabungan itu mulai terpakai karena ia tak lagi bekerja. Alhasil, kini semuanya hampir habis tak bersisa. Untung saja mulai besok ia sudah bisa aktif bekerja di sebuah restoran yang menerimanya sebagai karyawan beberapa hari yang lalu.“Ada kabar apa?” tanya Zahra dari balik
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status