Semua Bab Istri Mungil Milik Tuan Tanah: Bab 21 - Bab 30

45 Bab

Bab 21. Kemenangan Barata atas Bagus

“Mas, baksonya satu mangkok lagi, ya,” ucap seorang pelanggan pada pelayan warung bakso sambil mengacungkan telunjuknya disertai bibir semringah. Tampaknya, perempuan gendut itu ketagihan dengan cita rasa bakso yang barusan rampung disantapnya.Si pelayan mengangguk lalu bergegas ke bilik belakang, tempat si bos meracik pesanan. “Enam, Pak,” ucapnya pada si bos, menyebutkan angka pesanan. Malam ini warung lumayan ramai, mungkin didukung oleh cuaca yang dingin sebab sedari tadi sore hujan mulai turun, dan sekarang intensitas curahnya tampak lebat.Si bos mengangguk. “Oke,” jawabnya pada pegawainya yang baru beberapa hari ini dia pekerjakan. “Amri mana, Gus? Kok dari tadi kamu yang bolak-balik?”“Oh, dia sedang riweh di cucian, Pak,” jawab Bagus. “Malam ini sepertinya dewi keberuntungan sedang mampir ke sini. Dari tadi sore orang keluar masuk mau cobain bakso joss Bapak.”Iya, pekerja baru di warung bakso itu tak lain adalah Bagus Setya, kekasih Nesa. Semenjak Andre—orang suruhan Barata
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-04-12
Baca selengkapnya

Bab 22. Sentuhan demi Sentuhan

Nesa berjalan mondar-mandir di dalam kamar, sambil matanya tak lepas dari layar ponsel. “Kenapa aku diblokir,” gerutunya dengan resah. “Apa Bagus mengira yang kirim pesan ke dia itu bukan aku? Jadi dia bersikap hati-hati.”Kepala Nesa disesaki beragam prasangka. Dia takut, khawatir, dan cemas. Jika memang Bagus memblokirnya karena dikira si pengirim pesan bukan dirinya lantas bagaimana caranya supaya dapat meyakinkan kekasihnya itu bahwa dialah yang mengirim pesan supaya tetap dapat berkomunikasi? Nesa rasanya ingin mengerang frustrasi. Semua terasa sulit. Sebelumnya dia berpikir, dengan dia menggenggam ponsel maka otomatis juga menggenggam kemudahan. Akan tetapi, nyatanya tak sesuai ekspektasi. “Terus gimana ini ... langkah apa yang harus ku tempuh. Rasa-rasanya aku ingin menyerah kalau sudah mendapati jalan buntu begini, tapi mengingat Bagus ... itu nggak mungkin. Pasti dia juga sedang berjuang keras di sana. Memperjuangkan hubungan kami.”Langkahnya terhenti dan kini menghadap ce
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-04-13
Baca selengkapnya

Bab 23. Kerinduan Nesa

Keesokannya, Nesa benar-benar memasak menu sarapan untuk dirinya dan Barata. Karena pria itu bukan orang yang spesial baginya, jadi dia memasak asal-asalan dan sama sekali tak ingin membuat Barata terkesan. Menu yang dipilih pun sederhana dan pasaran, yaitu nasi goreng dengan toping telor ceplok. Bahkan, dia tak ingin repot-repot mencicipi rasanya—apakah kurang garam atau bahkan terlalu asin, gadis yang melapisi pakaiannya dengan apron biru muda itu hanya mengandalkan feeling-nya. Beberapa jarak di belakangnya, Barata memperhatikan tiap gerakannya dengan bibir tersungging. Pria itu tampak begitu menikmati pemandangan tak biasa yang terpampang di depannya. Gadis cantik sekaligus lugu menginvasi dapurnya, dan dia terpesona dengan cara si gadis memegang spatula, mengerahkan kekuatan mengaduk nasi yang sudah dibumbui, segala sesuatunya terlihat memesona. Barata dibuat takjub olehnya.Barata baru sadar, apa yang dikatakan Romi benar. Nesa lebih cantik dari—Barata menggeleng. “Ah, apa-apa
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-04-13
Baca selengkapnya

Bab 24. Barata Mencuri Terlalu Banyak

Barata masuk ke kamarnya 20 menit kemudian. Langsung berbaring di samping Nesa yang tampak sudah mengembara ke alam mimpi. Lalu dia menumpu pipinya dengan tangan, memandang wajah Nesa dengan ekspresi rumit. Entahlah, Barata sendiri tak tahu apa yang sedang menerpanya. Mungkin ucapan Romi beberapa saat lalu sedikit memengaruhinya. Apakah dia merasa iba pada sosok yang dipandanginya? Benarkah gadis ini begitu menyedihkan? Pertanyaan lain muncul di kepalanya. Apakah keegoisannya pada Nesa begitu keji dan kejam? Kemudian, apakah gadis lugu dan tampak murni ini tak layak mendapat kebahagiaan? Untuk pertanyaan terakhir ini, Barata memiliki jawaban. Nesa sangat teramat pantas mendapat kebahagiaan. Sambil merapikan anak rambut yang melintang di pipi Nesa, Barata berbisik, “Dan bukankah aku sudah berjanji akan menghujanimu dengan kebahagiaan, Nes? Dan itu ku ucapkan bukan sekedar omong kosong.”Barata melihat air mata meleleh dari sudut kelopak mata yang terkatup. Barata terkejut, apakah Nes
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-04-14
Baca selengkapnya

Bab 25. Mimpi Erotis

“Gus, perempuan nggak cuma satu,” komentar Pak Rohan setelah mendengar Bagus bercerita kisah asmaranya dengan Nesa yang berakhir tragis. “Boleh bersedih karena itu wajar mengingat dua tahun bersama bukanlah waktu yang singkat. Tapi jangan sampai berlarut-larut. Apalagi kalau dampaknya sampai membawa hidupmu ke arah negatif. Sangat disayangkan. Kamu masih sangat muda, Nak. Beneran.”Beberapa menit lalu, Pak Rohan berhasil membuat pemuda itu bersikap terbuka padanya. Kini mereka berdua duduk di depan warung dengan pemandangan langsung ke jalan raya. Sementara Amri, pemuda itu menjauh entah ke mana. Yang jelas, untuk saat ini dia akan menjaga jarak dengan Bagus daripada memicu keributan jika mereka dikumpulkan.Mendengar nasihat panjang Pak Rohan, Bagus hanya bergeming dan menunduk menatap tanah.“Nih, rokok.” Pria kisaran 40-an tahun itu menyodorkan sebungkus rokok di depan Bagus setelah tangannya mengambil satu lalu disulutnya ujung benda itu. “Rokok masih enak, Gus. Sayang banget kal
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-04-15
Baca selengkapnya

Bab 26. Buka Mulutmu atau Saya Suapi Langsung dari Mulut Saya!

Tangan Barata terulur membelai rambut Nesa yang terkulai tak sadarkan diri di sampingnya. Kata dokter yang memeriksanya beberapa menit lalu, gadis itu terserang demam dan itu merupakan respons tubuhnya terhadap stress yang dialaminya. Pantas saja, semalam Barata merasakan suhu sedikit panas dari tubuh sang istri.Barata mengernyit, mengingat perkataan dokter tadi. Stress? Nesa mengalami stress? Rasa-rasanya mulutnya sendiri ingin mengutuknya. Dialah penyebab gadis itu mengalami banyak sakit—entah itu fisik maupun mental. “Haus ....” Suara lemah dan tak bertenaga merambati gendang telinganya saat dia tengah sibuk merutuki perbuatannya sendiri. “Nes,” bisiknya lalu segera meraih segelas air putih dari atas nakas. Barata kemudian membantu istrinya yang tampak pucat itu minum.Setelah itu dia letakkan gelas yang sudah berkurang isinya itu ke tempat semula. “Ayo bangkit sebentar, bersandar saja di sini,” ucapnya sambil menepuk kepala ranjang berbahan empuk. “Mbok Dami sudah membuatkan su
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-04-17
Baca selengkapnya

Bab 27. Jodoh Cerminan Diri

Sementara Nesa sedang dipijat oleh tukang urut di dalam, Barata turun ke bawah, mengajak Romi berbincang di teras depan. Dia sangat ingin mendengar perkembangan tugas yang dia amanahkan pada si tangan kanannya tersebut. Sebungkus rokok yang sudah dibuka dan dua cangkir kopi hitam yang menguarkan aroma pekat di indra penciuman tampak mengisi meja teras, menemani sesi perbincangan mereka.“Kabar yang kita terima dari orang di lapangan tidak mengenakkan Mas bos,” lapor Romi. “Adik-adik Mbak bos, mereka diperlakukan semena-mena di sana.”Mata Barata menyorot tajam. “Saya tidak akan membiarkan itu. Terus bagian bapak mertua tersayang itu?” tanya Barata, masih dengan ekspresi memendam marah saat menyinggung tugas mengenai Raharja. “Untuk Raharja, beres Mas bos. Tidak ada kendala, semuanya siap,” sahut Romi dengan mantap.Barata mengangguk. “Begitu Nesa pulih, saya akan memberinya kejutan,” lirih Barata, bibirnya melengkung membayangkan ekspresi kebahagiaan menghiasi paras cantik istrinya.
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-04-18
Baca selengkapnya

Bab 28. Kejutan untuk Nesa

“Nes,” panggil Barata dengan lembut yang membuat sepasang bola mata indah menatapnya. “Bagaimana keadaanmu? Apa masih ada yang sakit?”Barata bertanya tiga hari kemudian, setelah mendengar pembicaraan antara Nesa dan Raharja. Hari ini pun dia mendengar obrolan telpon antara istrinya itu dengan pihak panti yang membuatnya ingin mempercepat apa yang disebutnya sebagai kejutan itu terlaksana. Pasalnya, setelah sarapan tadi, Nesa menghubungi nomor panti lagi. Tentu saja dia ingin memastikan apakah adiknya sudah dijemput pulang sang ayah atau masih di sana. Akan tetapi, Nesa tidak secara langsung menanyakan maksudnya. Dia berpura-pura berkata ingin berbicara pada Dewi dan Dika. Dan jawaban pihak panti berhasil membuatnya terperangah. Orang itu justru memberitahunya peraturan panti yang hanya membolehkan anak menerima telpon seminggu sekali. Nesa mengenyam kekecewaan setelah mengakhiri panggilannya. Dia mendesah kecewa, ternyata sang ayah benar-benar mengabaikan kata-katanya. Dewi dan Dik
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-04-20
Baca selengkapnya

Bab 29. Sebentar Lagi Giliran Kamu yang Menyukai Saya

“Kamu di sini dulu, saya akan berbicara dengan kepala panti,” ucap Barata, tangannya mengusap pundak sang istri sebelum akhirnya pergi ke ruang kerja kepala panti. Nesa yang duduk di kursi ruang tamu mengangguk patuh. Kali ini dia menaruh kepercayaan pada Barata, setelah pria itu berhasil membuatnya terharu bahagia dengan sebuah kejutan.Setelah tinggal hanya berdua dengan Romi di ruangan itu, yang tercipta hanyalah keheningan. Nesa celingukan, menggerakkan kepala berharap mendapati adiknya dari pandangannya yang menembus kaca jendela. Namun, dari beberapa anak yang berseliweran di luar, tak didapatinya batang hidung dua adiknya itu. “Tenang, Mbak bos,” tegur Romi yang menyaksikan keresahan pada diri Nesa. “Bakal ketemu kok sebentar lagi sama adik-adiknya,“ lanjutnya dengan senyum tersungging di bibirnya. Nesa menoleh pada Romi. Lalu terlintas sesuatu di kepalanya sehingga dia berucap, “Emm, boleh aku bertanya?”Romi mengangguk. “Apa pun selain menanyakan apakah saya punya pacar a
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-04-21
Baca selengkapnya

Bab 30. Tidak Seburuk yang Dia Pikirkan

Entah mengapa, Nesa yang biasanya sengit menanggapi Barata, kali ini justru tersipu dengan pipinya yang merona. Mungkin, kejutan yang diberikan Barata memengaruhi pandangannya terhadap pria berjambang itu. Suaminya itu ... tak seburuk yang dipikirkannya. “Jadi, sebentar lagi Dika dan Mbak Dewi beneran pulang? Gak tinggal di sini lagi?” Suara anak lelaki yang penuh harap kembali menarik perhatian Nesa dan Barata. Nesa memandang Barata, seolah meminta kepastian apa yang dijanjikan pria itu beberapa menit lalu. Barata mengangguk dengan senyum yang sedari tadi awet di bibirnya. “Romi sedang mengurus semua dokumennya sekarang,” bisik Barata. Nesa celingukan mencari Romi dan benar saja pria itu tidak ada di antara mereka. Kepala panti tadi pun turut menghilang. Lalu Nesa mengangguk seraya tersenyum pada adik-adiknya. “Kalian akan kembali ke rumah,” ucapnya yang serta-merta membuat mereka kegirangan. Nesa memperhatikan lengan Dika yang bergerak ketika adiknya itu berjingkrak. Ada ruam
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-04-22
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status