All Chapters of Istri Mungil Milik Tuan Tanah: Chapter 31 - Chapter 40

45 Chapters

Bab 31. Kebahagiaan Istri adalah Tanggung Jawab Saya!

“Loh, ini rumah Pak Trisna, kenapa kita musti ke sini. Apa kamu punya urusan dengannya, Mas Bara?” Nesa heran mengapa mobil yang ditumpanginya justru berhenti di pelataran rumah Pak Trisna, seorang pensiunan polisi di desanya. “Turunlah, Nes. Kamu akan tahu jawabannya di dalam,” sahut Barata, kemudian membuka pintu mobil.Nesa segera turun kala suaminya membukakan pintu untuknya, disusul dua adiknya. Ekspresi bingung masih tercetak jelas di wajahnya yang cantik.“Ayo masuk,” ajak Barata, yang kemudian membimbingnya dengan meletakkan sebelah tangan di pundaknya yang ringkih.Nesa ikut ke mana Barata membawanya. Sementara di belakangnya, Dewi dan Dika memandang mereka seolah masih tak percaya sang kakak telah melepas status lajang menjadi seorang istri, apalagi istri dari seorang yang kaya raya. Mereka merasa ini mimpi ... tetapi terlalu nyata. “Mbak Wi, mereka itu gak lagi bohongi kita, 'kan?” bisik Dika pada sang kakak kedua.Dewi menatapnya dengan kernyitan dalam di kening. “Maksu
last updateLast Updated : 2024-04-23
Read more

Bab 32. Pikiran Nesa Melanglang Buana

“Ini beneran saya disuruh pulang, Mas bos?” tanya Romi. “Apa saya pernah memberi perintah main-main, Rom?” balas Barata. “Sudah sana pulang, tinggalkan mobil. Nebeng sama ’orangmu’ bisa, kan?” lanjutnya degan mimik tanpa rasa bersalah sambil melempar pandang pada beberapa orang yang duduk di kursi bambu di bawah pohon mangga. Orang-orang yang telah sukses dengan misi mengondisikan Raharja dan menyukseskan akad bapak mertuanya itu. Mereka masih tampak santai menikmati kopi dan kue suguhan Bu Ningsih. Romi mendengkus pasrah. “Iyalah iya. Nasib malang, habis manis sepah dibuang saya,” selorohnya. “Kamu mencibir saya?” Mata Barata memicing. “Mau protes juga?” Romi mendesah pasrah. Mana mungkin dia punya nyali. Gajinya menjadi taruhannya. “Tidak berani, Mas bos. Okelah, saya akan nebeng sama mereka.”Barata tampak puas. “Bagus. Lagi pula, ada tugas yang masih menjadi tanggung jawabmu. Kamu tidak lupa, kan?” selidiknya sambil mencermati ekspresi lawan bicaranya. Romi menggaruk tengkukn
last updateLast Updated : 2024-04-24
Read more

Bab 33. Menjadi Tegang

Nesa langsung tersentak dan reflek menjauh dari Barata kala mendengar suara Dika yang membuat Bara menghela napas berat. Kemudian kepalanya menoleh ke sumber suara dan didapatinya sosok sang adik bungsu di ambang pintu sembari mengucek mata. Tampaknya, Dika tidak melihat atau kemungkinan tidak paham apa yang dilakukan Barata padanya. Itu membuat dia akhirnya bernapas lega. ‘Oh, syukurlah....’“Mbak Nesa, antar Dika ke kamar mandi, boleh? Dika bangunin Mbak Dewi tapi dia gak bergerak sama sekali.” Dika masih dengan wajah polosnya berdiri di ambang pintu. Dugaannya ternyata benar, yang menempati kamar itu adalah kakak sulung beserta suaminya. Dia sempat takut kalau-kalau kamar yang dia satroni adalah tempat bapak dan ibu sambungnya. Sebab, dia masih canggung terhadap Bu Ningsih. Nesa mengangguk pada Dika lalu pandangannya berganti pada Barata. “A-aku antar Dika dulu,” pamitnya dengan terbata lalu bergegas menghampiri Dika yang masih berdiri di tempatnya tadi. Namun, baru tiga langkah
last updateLast Updated : 2024-04-25
Read more

Bab 34. Barata Cemburu

Bu Ningsih melihat dengan bingung dua sosok di depannya. Apa ada yang salah? Apa upayaku gak membuahkan hasil? batinnya bertanya. Pasalnya, Nesa dan Barata yang baru tiba dari pasar itu terlihat semakin tegang dan dingin. Sambil menurunkan barang belanjaan dari mobil, Nesa sama sekali tidak menatap suaminya yang turut membantu pekerjaannya. Pun, Barata terlihat kaku dari ekspresi mukanya. Apa yang terjadi selama mereka di pasar? pikir Bu Ningsih, dengan segala kebingungannya. “Sini biar Ibu yang bawa ke dalam,” ucap Bu Ningsih, berinisiatif membawakan barang belanjaan dari tangan Nesa. “Gak apa-apa, Bu, biar Nesa saja yang bawa,” tolak Nesa dengan halus sembari melemparkan senyum hangat.Beberapa saat kemudian, Nesa dan Bu Ningsih sudah berada di dapur, mengisi wadah-wadah bumbu dan bahan dapur yang merupakan hasil buruannya dari pasar. “Mbak Nesa.” Dika melintasi ruangan, mendekat ke arahnya. “Mbak Nes, nanti jadi kan ke pasar malam?” tanya adik bungsunya itu, memastikan.Nesa
last updateLast Updated : 2024-04-26
Read more

Bab 35. Ada Apa, Sayang?

Permen kapas dengan tiba-tiba berada di depan matanya, Nesa menoleh ke belakang untuk melihat siapa gerangan si empu tangan yang menyodorkan gula-gula warna merah muda tersebut. “Makanan manis untuk gadis manis,” kata Barata kala bertemu pandang dengan Nesa. Dia akan menggunakan kesempatan ini untuk menciptakan interaksi hangat di antara mereka dan berharap setelah pulang dari tempat ini, ketegangan di antara mereka sirna.Sesuai waktu yang dijanjikan, malam ini mereka berada di pasar malam. Dika dan Dewi sedang menunggu pesanan jagung bakar setelah puas mencoba beberapa wahana permainan yang tersedia di sana.“Makasih,” ucap Nesa setelah makanan manis itu berpindah ke tangannya.“Kamu bahagia malam ini?” tanya Barata, sambil memasukkan sejumput gula kapas ke mulutnya. Sumpah demi apa pun, seumur-umur baru kali ini dia bertingkah seperti anak kecil. “Aku bahagia karena melihat mereka bahagia,” jawab Nesa, arah pandangannya tertuju pada Dewi dan Dika yang sedang menerima jagung bakar
last updateLast Updated : 2024-04-28
Read more

Bab 36. Kram Perut

Barata yang mendengar kata sakit sebelumnya dari bibir istrinya langsung membalut tubuh polos Nesa dengan selimut. “Kita ke rumah sakit sekarang,” ucapnya yang lantas menggotong tubuh istrinya yang sedang meringis kesakitan keluar kamar.Saat dia melewati ruang tamu, di sana mertuanya yang sedang istirahat di sofa langsung bangkit dengan ekspresi penasaran. Raharja masih belum terbiasa memiliki istri setelah sekian lama menduda. Hal itu membuatnya memilih tidur di sofa daripada di atas kasur nyaman di kamar bersama Ningsih, istri barunya itu. “Nesa ... kenapa dengan Nesa, Nak Bara?” tanyanya dengan cemas. Entah dia sedang membangun branding sebagai sosok ayah sesungguhnya di depan menantu pujaannya atau yang terpancar di wajahnya itu memang murni yang dirasakannya saat ini kala melihat putrinya seperti menahan sakit. “Perut Nesa sakit,” jawab Barata sambil berlalu, kepanikan terbaca jelas dari ekspresinya. Lalu dia menunduk dan berkata, “Sabar, Nes, kita akan segera ke rumah sakit.”
last updateLast Updated : 2024-05-01
Read more

Bab 37. Ingin Punya Anak dari Rahimmu

“Mbak Nes, Mbak Nes,” teriak Dika kala memasuki kamar sang kakak. Di belakangnya, tampak Dewi dengan raut khawatirnya. “Ih Dika, nggak boleh teriak-teriak gitu. Suaramu itu ganggu Mbak Nesa,” peringatnya pada sang adik yang berjalan mendahuluinya. Dika yang terkesan polos itu lantas menggigit bibirnya, mereka kini sudah berada di tepi ranjang di mana Nesa tampak berbaring lemah. “Maaf, Mbak Nes, Dika nakal, ya,” gumamnya dengan rasa bersalah. Nesa menggeleng disertai senyum tipis di bibirnya. “Nggak, kok,” sahutnya sambil terbaring lemah. Lalu Dewi mengambil tempat lebih dekat dengan Nesa. Remaja manis itu bahkan sampai merangkak ke atas kasur. “Dewi kira kalau sudah nikah nyeri haid bakalan hilang, tapi nyatanya Mbak Nesa masih merasakannya,” ungkap Dewi, menyuarakan apa yang ada di pikirannya.“Kan tiap orang beda-beda, Wi,” sahut Nesa, memandang wajah adik perempuannya. “Masih sesakit itukah, Mbak Nes?” tanya Dewi dengan bibir meringis. Dalam hati dia bersyukur, dia salah sat
last updateLast Updated : 2024-05-02
Read more

Bab 38. Hampir Hilang Kendali

Barata langsung sigap mengambilkan segelas air putih untuk Nesa yang tersedak karena ucapannya. “Maaf, maaf,” katanya setelah meletakkan lagi gelas yang sudah berkurang isinya ke atas nakas. Nesa terlihat canggung, bahkan tatapannya tak beralih dari jemarinya yang tertaut resah. Perkataan Barata tadi jelas mengejutkannya. Apa suaminya itu mendengar pembicaraannya dengan sang ayah beberapa saat lalu? Jika prasangka itu benar lantas kenapa justru pria yang dilimpahi banyak harta itu bersikap manis, ketimbang berbuat kasar—mengingat Raharja telah menyarankan ide licik nan jahat yang dimaksudkan padanya. Barata meraih tangan Nesa yang lantas mengundang kepala istrinya itu terangkat untuk dapat bertemu pandang dengannya. “Maaf kalau perkataan saya membuatmu terkejut. Tapi yang perlu kamu tahu, sebagaimana janji saya yang tidak akan menyentuhmu jika kamu sendiri tidak menginginkannya, itu berlaku juga tentang keinginan saya memiliki anak darimu, Nes,” ucap Barata dengan mata teduhnya yang
last updateLast Updated : 2024-05-03
Read more

Bab 39. Fitnah: Menjebak Pria Kaya

“Mulai besok, datang rutin ke Restoran Milenial. Jadi satpam tidak memberatkanmu, kan, Pak? Saya sudah berbicara dengan Arga, kawan saya, owner itu restoran.”Tatapan Barata tampak serius. “Untuk lokasinya, saya kirim melalui pesan whats*pp nanti,” lanjutnya. Raharja melongo, tercengang. Setelah mengejutkannya dengan pernikahan dadakan tanpa kenal mempelai wanitanya, kini sang menantu yang dipujanya itu membuat surprise dengan menyuruhnya bekerja? Tanpa mendengar dulu pendapatnya—apakah dia bersedia atau tidak?Wah, menantuku ini semakin semena-mena, rontanya yang hanya berani dia suarakan dalam hati. Mendapati kejutan tidak menyenangkan itu, jelas saja dia merasa sangat keberatan. Dia sudah amat nyaman menjadi pengangguran, tetapi tiap bulannya mendapat transferan dari Barata sesuai kesepakatan dalam transaksi penyerahan anak gadisnya pada Barata. “Tenang saja, Bapak mertua. Bapak tetap akan menerima uang yang biasa saya kirim tiap bulannya walaupun sudah bekerja. Turuti saja ara
last updateLast Updated : 2024-05-04
Read more

Bab 40. Jaga Pandanganmu, Dia Istriku!

“Katakan kalau kamu bukan bidadari yang sedang tersesat di bumi.” Nesa tersenyum tersipu, balas memandang suaminya yang sedang mengagumi pantulan dirinya di cermin. “Kamu ... sangat cantik, Nes,” puji Barata dengan bangga, dagunya bertumpu pada pundak Nesa yang terbuka. Sementara tangannya melingkari perut sang istri yang malam ini tampak seperti peri—cantik, mungil, murni.Barata sangat bersyukur, sepulang dari desa Nesa, hubungan mereka berangsur menjadi hangat. Telinganya sudah tidak pernah lagi mendengar kalimat ketus dan sengit dari bibir Nesa. Pun perangai dan sikap istrinya itu kini menjadi manis dan penurut. Kalau malam waktu sebelum tidur, Nesa tidak pernah menolak atau memberontak saat tubuhnya dipeluk Barata. Sampai bangun di pagi hari, tubuh gadis berparas ayu itu menempel di dada bidangnya. “Ah, tidak jadi pergilah. Begini saja. Saya mau berlama-lama memandang dan mengikatmu seperti ini,” kata Barata lagi seraya mengeratkan pelukannya di tubuh mungil sang istri. Dia ju
last updateLast Updated : 2024-05-06
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status