Home / Fantasi / 30 Hari Bertukar Badan / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of 30 Hari Bertukar Badan : Chapter 1 - Chapter 10

22 Chapters

BAB 1 - Dunia Tamara

Dor-Dor-Dor“Tamara! Kamu ngapain aja sih di dalem? Ini jam berapa? Kamu belum bikin sarapan buat aku!”Tamara yang baru meratakan busa sabun di tangannya mendengus kesal. Ia yang masih dalam bathub mengangkat kepalanya, “Bentar, mas! Aku hampir beres!”“Hape kamu dari tadi bunyi tuh! Berisik!”Tamara menggerutu pelan. Ia terpaksa bangkit dari bathub dan menyelesaikan mandinya cepat-cepat. Tak ada waktu mengerok bulu-bulu halus yang sudah mulai tumbuh di betis kakinya. Takkan ada waktu. Pagi ini seperti hari senin pada umumnya, pasti akan sangat membuatnya kewalahan.Begitu membuka pintu kamar mandi, Tamara melirik Reno, suaminya yang baru selesai memakai dasi.“Hidup gak cuma tentang badan kamu, Ra. Kamu harus urus suami, anak dan mertua kamu.”“Iya, mas, maaf.”Reno membuang nafas kesal sambil berjalan keluar kamar. Ia meninggalkan Tamara untuk memanaskan mobilnya. Tamara yang melihat punggung Reno baru saja pergi menutup matanya sedih. Ia mengambil ponsel yang tergeletak di
Read more

BAB 2 - Hidup Sempurna?

Kirana mengangguk.Tamara melihat penampilan Kirana dari atas hingga bawah, lalu tertawa setelahnya.“Kamu kenapa?”“Menurut lo kenapa?” Tamara melipat kedua tangannya, “Gue pikir setelah tujuh tahun berlalu hidup lo berubah. Ternyata... sama aja.”Kirana membetulkan kaca matanya, “Emang mau kamu aku berubah kayak gimana?”“Ya minimal kayak gue lah. Hidup itu harus ada perubahan, Na. Lo masih aja begini.”Kirana membuang nafas, “Mobil aku mau lewat, kamu bisa minggirin mobil kamu dulu gak?”Tamara melotot, “Lo nyuruh gue? Berani banget lo!”Kirana mendecek, “Kita gak lagi satu kampus, aku gak berhak patuh sama kamu. Awas!”Tamara membuka lipatan tangannya. Ia marah sekali pada Kirana yang kini berani padanya, “Elo gak tahu siapa gue? Mobil gue berhak lewat lebih dulu dari pada mobil lo!”Kirana menatap id card yang tergantung di leher Tamara, “Oh, Manager bank. Aku pikir kamu Direkturnya.”Tamara yang kesal menarik id card yang tergantung di leher Kirana, ia membaca dengan
Read more

BAB 3 - Cahaya Aneh

Tamara memarkirkan mobilnya di halaman depan kantor. Ia keluar menenteng segelas kopi yang sengaja ia beli untuk menemaninya.“Eh, bu Tamara, kok balik lagi?” tanya seorang satpam yang baru selesai berkeliling melakukan patroli malam.Tamara tersenyum, “Masih ada kerjaan, pak. Saya masuk ya.”“Oh iya, silakan, bu.”Tamara berjalan lunglai menuju ruangannya yang sudah gelap. Di beberapa ruangan depertemen Investasi dan Akuntansi masih ada yang bekerja. Mereka saling sapa hanya mengangkat tangan dan tersenyum.Dengan perasaan merasa bersalah karena tak sengaja Reno mendengar ucapannya, membuat Tamara takut ketika Reno menanyakan maksud ucapannya dirumah.“Ah, kenapa sih gue ngomongnya kenceng-kenceng tadi. Kan mas Reno jadi denger.”Tamara duduk menghidupkan kompter. Tidak, ia tidak akan bekerja seperti yang ia katakan pada pak satpam, ia hanya akan mencari tahu kehidupan Kirana dari sosial media. Sudah lima belas menit berselancar ia tak menemukan banyak postingan Kirana. Tama
Read more

BAB 4 - Tubuh Siapa Ini?

Pintu terbuka saat ibu menghampiri kamar Kirana untuk membangunkannya, “Nak, bangun, sayang. Udah jam lima, kamu mau jogging ‘kan?”“Hmmm.”Ibu yang baru selesai membuka gorden dan jendela tersenyum menghampiri Kirana dan mengelus rambutnya dengan lembut, “Kamu pasti kecapekan ya? Ya udah gak usah jogging, libur dulu aja.”“Siapa yang suka jogging sih.” jawabnya sambil menutup mata.“Loh, kamu ‘kan udah sebelas tahun ini rutin jogging tiap pagi, sayang. Kamu lupa?”Kirana menggaruk pipinya dengan kasar, “Mimpi kali.”Ibu yang merasa ada yang berbeda dengan sikap Kirana mengelus rambutnya lagi, “Kamu kenapa, sayang? Ada masalah?”“Aduh jangan ganggu dong. Ini jam berapa coba. Alarm aja belum bunyi.”“Alarm kamu ‘kan suara ibu, sayang.”Kirana menjauhkan tangan ibu yang mengelus kepalanya, “Jangan ganggu, masih ngantuk.”Ibu menurut. Mungkin Kirana memang sangat kelelahan dan sedang stress. Apalagi sepulang dari kantor kemarin petang, ia langsung menangis mengadu mendapatkan ucapan tida
Read more

BAB 5 - Mulai Berakting

Tamara menikmati sikap hangat ibu yang selalu memanjakan dan memperhatikan banyak hal kecil padanya. Kini saat makan berdua, matanya tak henti menatap ibu yang tengah menuangkan kembali bubur Udang ke mangkuk yang ada didepannya.“Kamu laper banget ya?”Tamara tersenyum, “Masakan ibu enak.”Ibu ikut tersenyum, “Makasih sayang. Ibu seneng kamu suka.”“Bu, aku mau ke kantor hari ini.”“Loh, emang udah baikkan? Kamu udah gak pusing lagi?”Tamara menggeleng, “Aku lupa ada janji sama penulis lain.”“Oh, Erik ya? Erik apa kabar, sayang?”Tamara melotot, “Hah? Eum, baik, bu.”“Udah lama Erik gak ke rumah. Kamu ajakin ya nanti.”“Iya, bu, nanti aku ajakkin.”“Progress buku dia sekarang gimana? Bagus?”Tamara menggaruk rambutnya, “Bagus kayaknya, bu.”“Kok kayaknya?”“Eum... soalnya aku lupa.”“Oalah, sangking banyaknya penulis yang ada dibawah naungan kamu, kamu sampe lupa ya. Kasian anak ibu.” Ibu mengelus lembut punggung tangan Tamara.“Hehe, iya bu.”“Kalo kamu mau, ibu bi
Read more

BAB 6 - Jadi Begini

Tamara menyikut Kirana. Ia memintanya untuk menjelaskan pada Reno bahwa mereka sedang membicarakan orang lain atau apapun yang masuk akal.“Eum... itu... kita lagi ngomongin tokoh novel, mas.” Tamara bicara buru-buru, karena nampaknya pikiran Kirana masih ruwet efek pertukaran badan mereka pagi ini.Reno menatap Kirana, “Kamu suka novel?"Kirana melirik Tamara lalu menatap Reno, “Iya, semenjak ketemu Tamara, eh Kirana, aku jadi suka novel, mas."“Kalian... beneran udah akur ‘kan?”Tamara dan Kirana saling tatap.Tamara tertawa, “Akur dong, mas. Kita udah baikkan ya?”Kirana mengangguk, “Kita udah baikkan, mas.”Reno mengangguk-angguk, “Syukur deh kalo emang udah baikkan. Ya udah, yuk, kita berangkat, Andin udah siap berangkat sekolah.”Saat Kirana hendak mengangguk, Tamara menarik lengan Kirana, “Kita ‘kan mau berangkat ke kantor bareng! Lo lupa ya?”Kirana menatap Tamara bingung. Beberapa menit lalu tidak ada pembicaraan itu perasaan.“Ayo ajak Andin berangkat sama kita aj
Read more

BAB 7 - Membiasakan Diri

Selama di mobil, Tamara hanya menjadi pendengar semua percakapan Kirana dan Andin. Ia membuang nafas berkali-kali karena merasa iri. Andin yang tinggal bersamanya selama ini tidak pernah bisa seceria ini saat bersama Kirana. Kenapa dengan Kirana ia bisa tertawa lebar begini, ya? Padahal mereka baru saja bertemu beberapa jam.“Aduh, mami capek banget.” Kirana memegangi perutnya sambil terus tertawa.Andin juga tertawa, “Andin juga capek banget."Kirana tersenyum. Ia mengelus rambut Andin dan melirik Tamara, “Eum... Tamara, kamu kenapa diem aja?”Tamara melotot. Ia memperingatkan Kirana dengan memonyongkan mulutnya agar Andin tidak melihat. Meski masih kecil Andin ini pintar dan pemerhati sekali. Jangan sampai Andin membocorkan ini pada Reno, mama, atau suster Tina.“Eh, eum... maksud aku, Kirana.”“Mami tadi kok bisa salah manggil? Tamara ‘kan nama mami.”Kirana tersenyum, “Iya, mami lupa, soalnya udah capek ketawa terus sama kamu.”Andin tersenyum, ia melirik Kirana yang berpe
Read more

BAB 8 - Menjaga Diri

Tamara berjalan cepat dari parkiran menuju gedung publiser buku milik ayahnya. Ayah Kirana maksudnya. Ia tersenyum menahan tawa karena masih tidak menyangka akan menikmati momen ini. Ia yang sebenarnya bingung harus melakukan apa saat melakukan bimbingan dengan para penulis yang ada dibawah naungannya, merasa ini adalah momen langka yang mungkin hanya akan terjadi beberapa hari saja, maka ia akan menikmati ini tanpa stress yang berarti.“Selamat pagi, mbak Kirana.” sapa satpam membuka pintu utama gedung.Tamara diam beberapa detik. Ia nyaris tak berhenti melangkah karena yang di sapa adalah Kirana, bukan dirinya. Untungnya refleksnya cukup baik. Ia terus mengatakan pada diri sendiri, bahwa ia adalah Kirana saat ini.“Eh, pak, pagiii.”“Mbak Kirana seger banget hari ini. Lagi seneng ya?” goda pak satpam.“Lumayan. Meskipun agak bingung, tapi aku seneng hari ini.”Pak satpam mengangguk, “Ya sudah mbak, silakan masuk, mas Erik sudah tunggu di atas.”“Erik? Erik siapa, pak?”Pak
Read more

BAB 9 - Menyusun Perubahan

Erik terus memperhatikan cara Tamara membaca naskahnya di tablet. Tamara terlihat kebingungan dengan kalimat-kalimat yang sudah disusun rapi dan menjadi sebuah opening epilog novel miliknya. Tamara menaruh tablet dimeja dan menatap Erik, “Kayaknya aku... belum bisa bimbingan hari ini.”“Aku ‘kan udah bilang tadi.”“Ya udah kamu pulang aja sana."Erik tersenyum, “Kamu ngusir aku?”Tamara menggeleng. Ia tidak mau mengusir Erik, tapi bingung harus bersikap seperti apa menghadapinya. Ia tidak bisa duduk tenang karena akan selalu meliriknya. Kalau disuruh pulang, ia pasti akan sedikit beristirahat dari fantasi liatnya.Ingatlah, Tamara sudah menikah. Pikiran orang dewasa yang sudah menikah sudah pasti mengarah ke sana, apalagi lelaki dihadapannya begitu tampan dan merupakan tipe idealnya. Tidak seperti Reno, yang merupakan lelaki asli dari Indonesia berwajah Batak campuran Jawa.Erik menaik turunkan tangannya di depan
Read more

10. BAB 10 - Belum Terbiasa

Tamara melirik Erik melalui ekor matanya. Erik dimintanya untuk duduk agak jauh dari tempatnya berdandan. Tadi, setelah membeli banyak baju, ia lanjut membeli sepatu, dan beberapa tas. Ia juga membeli satu set makeup yang biasa ia kenakan. Semoga kulit Kirana bisa menerima produk ini dengan baik.Erik yang tak sabar melihat hasil makeup Kirana terus menggerakan kakinya. Ia duduk dua meja dari meja yang Tamara gunakan untuk merubah dirinya. Tamara duduk membelakangi dirinya agar ia tidak melihat proses itu.“Ki, udah?”“Bentar lagi.”“Oke.”Erik tak bisa biasa saja. Ia terus menatap rambut Kirana yang sudah mendapat perawatan di salon tiga puluh menit lalu. Rambutnya yang lepek berubah mengembang indah seperti model iklan shampo di tivi. Tamara juga pergi ke jasa pemasangan nail art untuk menghias kukunya.“Erik, udah.”Erik berdiri. Ia membawa gelas jus Jeruk pesanannya. Ia berjalan cepat dan kini sudah berdiri di
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status