Beranda / Fantasi / 30 Hari Bertukar Badan / BAB 4 - Tubuh Siapa Ini?

Share

BAB 4 - Tubuh Siapa Ini?

Penulis: Rahmani Rima
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Pintu terbuka saat ibu menghampiri kamar Kirana untuk membangunkannya, “Nak, bangun, sayang. Udah jam lima, kamu mau jogging ‘kan?”

“Hmmm.”

Ibu yang baru selesai membuka gorden dan jendela tersenyum menghampiri Kirana dan mengelus rambutnya dengan lembut, “Kamu pasti kecapekan ya? Ya udah gak usah jogging, libur dulu aja.”

“Siapa yang suka jogging sih.” jawabnya sambil menutup mata.

“Loh, kamu ‘kan udah sebelas tahun ini rutin jogging tiap pagi, sayang. Kamu lupa?”

Kirana menggaruk pipinya dengan kasar, “Mimpi kali.”

Ibu yang merasa ada yang berbeda dengan sikap Kirana mengelus rambutnya lagi, “Kamu kenapa, sayang? Ada masalah?”

“Aduh jangan ganggu dong. Ini jam berapa coba. Alarm aja belum bunyi.”

“Alarm kamu ‘kan suara ibu, sayang.”

Kirana menjauhkan tangan ibu yang mengelus kepalanya, “Jangan ganggu, masih ngantuk.”

Ibu menurut. Mungkin Kirana memang sangat kelelahan dan sedang stress. Apalagi sepulang dari kantor kemarin petang, ia langsung menangis mengadu mendapatkan ucapan tidak enak dari tante Ira.

“Ya udah kamu tidur lagi ya, ibu mau masak dulu.”

Tak ada jawaban. Kirana tidur dengan lelap sehingga mungkin tidak mendengar ucapan ibu.

Satu jam kemudian, Kirana membuka matanya perlahan. Karena tak mendengar suara alarm dari ponsel atau jam digitalnya, ia was-was akan bangun kesiangan dan berimbas pada telatnya pergi ke kantor. Ia menatap sekeliling kamar yang asing dimatanya.

“Gue dimana?”

Matanya kembali mengedar kiri-kanan, atas-bawah karena merasa asing berada ditempat ini. Figura foto keluarga di nakas samping ranjang ia ambil.

“Ini ‘kan si Kirana. Kenapa ada foto keluarga dia disini?”

Kirana turun dari kasur dan mendekati kaca rias di pojok ruangan. Atas meja yang penuh dengan novel dan hanya ada deodoran, minyak wangi dan minyak telon bayi membuatnya yakin bahwa ini memang kamar Kirana.

“Kenapa gue ada disini? Gue di culik sama si Kirana karena gue ngusir dia kemaren di kafe?”

Matanya yang perlahan menatap cermin membulat kaget. Ia yang seharusnya bisa melihat dirinya sendiri di cermin malah melihat Kirana disana. Dengan cepat ia berlari menuju pintu. Ketika tangannya membuka handel pintu, ia menyadari tangannya bukanlah tangan yang biasa ia lihat setiap hari selama dua puluh sembilan tahun.

“Ini tangan siapa? Kok jarinya pendek-pendek gini?”

Kirana terus membulak-balikkan tangannya. Ia yang menyadari kukunya polos dan tidak memakai nail art, mencari sesuatu untuk melihatnya lebih jelas. Akhirnya ia menemukan kacamata di nakas samping kasur. Ia memakainya cepat dan melihat semakin jelas ada banyak hal aneh di tubuhnya.

“Ini gak bener. Gue kayaknya cuma mimpi deh. Gak mungkin gue berubah begini.” Ia kembali menuju kaca rias dan melihat pantulan dirinya. “Kirana? Gue... gue ada di tubuh Kirana?”

BRUG!

Tamara yang terjebak dalam tubuh Kirana jatuh pingsan.

***

Tamara baru bangun. Ia yang tadi pingsan di lantai dekat meja rias merasakan tubuhnya nyeri karena terjatuh pingsan.

“Kenapa saat badan kita ketuker, gue malah ketuker sama si culun Kirana. Kayak gak ada pilihan lain lagi. Badan artis kek, atau anak pejabat gitu.”

Tok-Tok-Tok

“Sayang, kamu sakit ya? Ibu boleh masuk gak?”

Tamara bangkit dan duduk ditepian ranjang, “Boleh, bu, masuk aja.”

Ibu membuka pintu dengan pelan. Dengan tatapan khawatir ibu menghampiri Kirana dan mengusap rambutnya, “Kamu sakit?”

Tamara menggeleng.

Ibu membuang nafas lega, “Ah, syukurlah. Ibu kira kamu stress karena mikirin omongan tante Ira kemaren sore.”

Tamara mengernyit, “Tante Ira? Emang Tante Ira ngomong apa?”

“Kamu lupa ya? Kan tante Ira serang kamu kemarin karena belum menikah. Udah, kamu gak usah pikirin ya.” tutur ibu penuh pengertian sambil mengusap lembut rambut Kirana.

Tamara mengangguk.

“Ya udah kamu mandi pake air anget, terus kita sarapan bareng. Karena ngira kamu sakit, ibu buatin bubur Udang.”

“Ibu... bikin sendiri?”

Ibu diam sejenak lalu mengangguk, “Iya, kamu ‘kan gak mau makan kalo bukan ibu yang masak.”

“Oh, gitu ya, bu?”

Ibu tertawa, “Kamu lucu banget sih, sayang. Sangking capek dan stressnya kamu sampe lupa ya?”

“Eum...”

“Gak papa, mungkin itu biasa terjadi. Ibu siapin dulu ya air angetnya. Kamu mending bilang aja ke mbak Indah, hari ini gak bisa masuk kerja karena gak enak badan.”

Entah kenapa Tamara mengangguk. Ia juga sebenarnya bingung harus melakukan apa di kantor nanti. Ia ‘kan tidak tahu jobdesk menjadi seorang editor buku.

Saat ibu masuk ke kamar mandi, satu-satunya hal yang dipikirkannya adalah menelpon Kirana yang berada di dalam tubuhnya. Ia mencari ponsel Kirana dan menelpon Tamara.

“Kok gak bisa sih?”

Tamara terus menelpon Kirana. Seharusnya kalau ia berada dalam badan Kirana, jiwa Kirana pun ada di dalam badannya.

“Apa jiwa dia ketuker ke badan yang lain?” Tamara menggeleng, “Enggak-enggak, mana bisa begitu. Di film-film ‘kan satu sama lain tukeran badan. Ah, kenapa sih harus kayak gini. Mana gue kemana-mana harus pake kacamata sial ini lagi.”

Tamara menjatuhkan badannya di kasur. Ia menatap langit-langit kamar. Ia melirik seisi kamarnya yang rapi khas di bereskan seorang ibu. Perlahan, air matanya turun. Bukankan ini mimpinya sedari dulu? Diperhatikan sebegitunya oleh seorang ibu? Ibunya Kirana sedang menyiapkannya bathub air hangat untuknya berendam di kamar mandi. Ah, beruntungnya Kirana.

“Sayang, udah siap tuh.”

Tamara bangkit. Ia menyeka air matanya.

“Kamu kenapa sayang?” ibu menghampiri Tamara.

Tamara menggeleng, “Aku mandi ya, bu.”

Ibu mengangguk, “Ibu tunggu di dapur ya.”

“Iya, bu.”

Sebelum keluar kamar, ibu sempat-sempatnya mengusap kedua pipi anak semata wayangnya, membuat mata Tamara kembali panas.

Saat ia bangkit dari kasur, ponselnya berdering panjang. Ia cepat-cepat mengangkat telponnya, “Halo?”

“Mbak, bisa bimbingan hari ini ‘kan?”

“Hah?”

“Bimbingan novel aku, mbak.”

Tamara menutup matanya sejenak, “Eum, liat nanti ya. Saya ada urusan mendesak. Nanti saya kabarin lagi.”

“Baik, mbak.”

“Oke, telponnya saya tutup ya?”

“Iya, mbak, silakan.”

Klik.

Tamara melempar ponsel ke atas kasur, namun ponselnya kembali berdering panjang. Dengan enggan, karena takut itu telpon dari penulis novel yang akan minta bimbingan padanya, tapi takut penting membuatnya menyipit dan melotot, “Tamara? Gue! Itu gue yang nelpon! Enggak-enggak, maksudnya itu si Kirana. Pasti si Kirana.”

“Halo?” suara disebrang telpon membuat Tamara melongo.

“Ki-Kirana?”

“Tamara?”

“Kirana, ini elo ‘kan?”

“I-iya. Tamara, aku harus apa? Aku... gak tahu harus ngapain.”

“Eum, lo buatin mama minuman Lemon campur Chia Seed, lo juga bikinin kopi buat mas Reno. Kopi Ekspresso instan. Lo tinggal masukin kapsul Excelco ke coffee maker, ya.. lo tahu lah ya. Udah tugas lo itu aja.”

Sepi. Kirana tak menyahuti ucapannya.

“Kirana, lo dengerin omongan gue ‘kan?”

“Iya-iya, aku denger kok. Barusan mas Reno teriak panggil nama kamu. Tadi mertua kamu juga marah sama kamu. Aku... cuma kaget.”

Tamara bergeming. Ia mengacak-acak rambutnya. ‘Ketahuan deh gue!’

“Aku tutup telponnya ya, Ra. Aku titip ibu.”

Tamara mengangguk. Setelah telpon terputus, ia kembali duduk ditepian ranjang dengan pikiran penuh. Ponselnya bunyi. Ada notifikasi chat dari Kirana.

From : Tamara Gasani

Aku gak akan bilang siapa-siapa hidup kamu sebenernya spt ini

Tamara mengetik untuk membalas pesan itu,

To : Tamara Gasani

Makasih

Tamara kembali duduk ditepian ranjang meratapi nasibnya yang sudah diketahui Kirana.

Bab terkait

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 5 - Mulai Berakting

    Tamara menikmati sikap hangat ibu yang selalu memanjakan dan memperhatikan banyak hal kecil padanya. Kini saat makan berdua, matanya tak henti menatap ibu yang tengah menuangkan kembali bubur Udang ke mangkuk yang ada didepannya.“Kamu laper banget ya?”Tamara tersenyum, “Masakan ibu enak.”Ibu ikut tersenyum, “Makasih sayang. Ibu seneng kamu suka.”“Bu, aku mau ke kantor hari ini.”“Loh, emang udah baikkan? Kamu udah gak pusing lagi?”Tamara menggeleng, “Aku lupa ada janji sama penulis lain.”“Oh, Erik ya? Erik apa kabar, sayang?”Tamara melotot, “Hah? Eum, baik, bu.”“Udah lama Erik gak ke rumah. Kamu ajakin ya nanti.”“Iya, bu, nanti aku ajakkin.”“Progress buku dia sekarang gimana? Bagus?”Tamara menggaruk rambutnya, “Bagus kayaknya, bu.”“Kok kayaknya?”“Eum... soalnya aku lupa.”“Oalah, sangking banyaknya penulis yang ada dibawah naungan kamu, kamu sampe lupa ya. Kasian anak ibu.” Ibu mengelus lembut punggung tangan Tamara.“Hehe, iya bu.”“Kalo kamu mau, ibu bi

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 6 - Jadi Begini

    Tamara menyikut Kirana. Ia memintanya untuk menjelaskan pada Reno bahwa mereka sedang membicarakan orang lain atau apapun yang masuk akal.“Eum... itu... kita lagi ngomongin tokoh novel, mas.” Tamara bicara buru-buru, karena nampaknya pikiran Kirana masih ruwet efek pertukaran badan mereka pagi ini.Reno menatap Kirana, “Kamu suka novel?"Kirana melirik Tamara lalu menatap Reno, “Iya, semenjak ketemu Tamara, eh Kirana, aku jadi suka novel, mas."“Kalian... beneran udah akur ‘kan?”Tamara dan Kirana saling tatap.Tamara tertawa, “Akur dong, mas. Kita udah baikkan ya?”Kirana mengangguk, “Kita udah baikkan, mas.”Reno mengangguk-angguk, “Syukur deh kalo emang udah baikkan. Ya udah, yuk, kita berangkat, Andin udah siap berangkat sekolah.”Saat Kirana hendak mengangguk, Tamara menarik lengan Kirana, “Kita ‘kan mau berangkat ke kantor bareng! Lo lupa ya?”Kirana menatap Tamara bingung. Beberapa menit lalu tidak ada pembicaraan itu perasaan.“Ayo ajak Andin berangkat sama kita aj

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 7 - Membiasakan Diri

    Selama di mobil, Tamara hanya menjadi pendengar semua percakapan Kirana dan Andin. Ia membuang nafas berkali-kali karena merasa iri. Andin yang tinggal bersamanya selama ini tidak pernah bisa seceria ini saat bersama Kirana. Kenapa dengan Kirana ia bisa tertawa lebar begini, ya? Padahal mereka baru saja bertemu beberapa jam.“Aduh, mami capek banget.” Kirana memegangi perutnya sambil terus tertawa.Andin juga tertawa, “Andin juga capek banget."Kirana tersenyum. Ia mengelus rambut Andin dan melirik Tamara, “Eum... Tamara, kamu kenapa diem aja?”Tamara melotot. Ia memperingatkan Kirana dengan memonyongkan mulutnya agar Andin tidak melihat. Meski masih kecil Andin ini pintar dan pemerhati sekali. Jangan sampai Andin membocorkan ini pada Reno, mama, atau suster Tina.“Eh, eum... maksud aku, Kirana.”“Mami tadi kok bisa salah manggil? Tamara ‘kan nama mami.”Kirana tersenyum, “Iya, mami lupa, soalnya udah capek ketawa terus sama kamu.”Andin tersenyum, ia melirik Kirana yang berpe

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 8 - Menjaga Diri

    Tamara berjalan cepat dari parkiran menuju gedung publiser buku milik ayahnya. Ayah Kirana maksudnya. Ia tersenyum menahan tawa karena masih tidak menyangka akan menikmati momen ini. Ia yang sebenarnya bingung harus melakukan apa saat melakukan bimbingan dengan para penulis yang ada dibawah naungannya, merasa ini adalah momen langka yang mungkin hanya akan terjadi beberapa hari saja, maka ia akan menikmati ini tanpa stress yang berarti.“Selamat pagi, mbak Kirana.” sapa satpam membuka pintu utama gedung.Tamara diam beberapa detik. Ia nyaris tak berhenti melangkah karena yang di sapa adalah Kirana, bukan dirinya. Untungnya refleksnya cukup baik. Ia terus mengatakan pada diri sendiri, bahwa ia adalah Kirana saat ini.“Eh, pak, pagiii.”“Mbak Kirana seger banget hari ini. Lagi seneng ya?” goda pak satpam.“Lumayan. Meskipun agak bingung, tapi aku seneng hari ini.”Pak satpam mengangguk, “Ya sudah mbak, silakan masuk, mas Erik sudah tunggu di atas.”“Erik? Erik siapa, pak?”Pak

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 9 - Menyusun Perubahan

    Erik terus memperhatikan cara Tamara membaca naskahnya di tablet. Tamara terlihat kebingungan dengan kalimat-kalimat yang sudah disusun rapi dan menjadi sebuah opening epilog novel miliknya. Tamara menaruh tablet dimeja dan menatap Erik, “Kayaknya aku... belum bisa bimbingan hari ini.”“Aku ‘kan udah bilang tadi.”“Ya udah kamu pulang aja sana."Erik tersenyum, “Kamu ngusir aku?”Tamara menggeleng. Ia tidak mau mengusir Erik, tapi bingung harus bersikap seperti apa menghadapinya. Ia tidak bisa duduk tenang karena akan selalu meliriknya. Kalau disuruh pulang, ia pasti akan sedikit beristirahat dari fantasi liatnya.Ingatlah, Tamara sudah menikah. Pikiran orang dewasa yang sudah menikah sudah pasti mengarah ke sana, apalagi lelaki dihadapannya begitu tampan dan merupakan tipe idealnya. Tidak seperti Reno, yang merupakan lelaki asli dari Indonesia berwajah Batak campuran Jawa.Erik menaik turunkan tangannya di depan

  • 30 Hari Bertukar Badan    10. BAB 10 - Belum Terbiasa

    Tamara melirik Erik melalui ekor matanya. Erik dimintanya untuk duduk agak jauh dari tempatnya berdandan. Tadi, setelah membeli banyak baju, ia lanjut membeli sepatu, dan beberapa tas. Ia juga membeli satu set makeup yang biasa ia kenakan. Semoga kulit Kirana bisa menerima produk ini dengan baik.Erik yang tak sabar melihat hasil makeup Kirana terus menggerakan kakinya. Ia duduk dua meja dari meja yang Tamara gunakan untuk merubah dirinya. Tamara duduk membelakangi dirinya agar ia tidak melihat proses itu.“Ki, udah?”“Bentar lagi.”“Oke.”Erik tak bisa biasa saja. Ia terus menatap rambut Kirana yang sudah mendapat perawatan di salon tiga puluh menit lalu. Rambutnya yang lepek berubah mengembang indah seperti model iklan shampo di tivi. Tamara juga pergi ke jasa pemasangan nail art untuk menghias kukunya.“Erik, udah.”Erik berdiri. Ia membawa gelas jus Jeruk pesanannya. Ia berjalan cepat dan kini sudah berdiri di

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 11 - Saling Protes

    Tamara tidak kuat lagi. Setelah ia mendapat jawaban super instan dengan mengatakan ia tahu dari Kirana mengenai Andin, ia permisi ke kamar mandi untuk menenangkan dirinya.“AAAAA! Gue gak bisa terus-terusan kayak gini!” pekiknya ketika kamar mandi sepi dari pengunjung.Tamara memegangi kepalanya sambil berjalan bolak-balik didepan cermin, “Ra, cari cara biar lo sama si Kirana cepet balik ke badan masing-masing.”Kirana yang juga merasa tidak bisa menahan pergantian badan ini menyusul ke kamar mandi. Ia berdiri di depan pintu menatap Tamara yang pasti sama frustasinya.“Apa gue harus pergi ke dukun? Enggak-enggak, dukun mana yang menerima pasien pertukaran badan.”“Ra?”Tamara menurunkan tangannya. Ia juga berhenti mondar-mandir dan menatap Kirana, “Kirana gue udah gak sanggup!”“Aku juga.”Tamara menarik tubuh Kirana dan menutup pintu kamar mandi, “Lo pasti tahu caranya supaya kita balik ke badan masing-masing.”“Ra, aku gak tahu.”“Bohong! Pertukaran badan kita tadi pagi aj

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 12 - Kecurigaan Reno

    Pov Reno“Kirana,” Reno berdiri dibelakang Tamara yang sedang menunggu Erik mengeluarkan mobilnya dari parkiran.Tamara tak bergeming. Ia terus memperhatikan mobil Erik bergerak.“Ki?” Reno memajukan badannya dan menatap Tamara.Tamara terlonjak kaget. Ia menahan nafas ketika wajahnya dengan wajah Reno begitu dekat, “Mas?”“Aku boleh ngobrol sebentar?”Tamara meneguk ludahnya. Ia melirik kedatangan Kirana yang menuntun Andin. Dengan suara yang dikencangkan ia melirik Reno, “Ada apa, mas? Nanti Tamara curiga lagi.”Reno melirik Tamara yang berdiri tak jauh dari tempatnya, “Ra, aku ada yang mau ditanyain sama Kirana, soal... kerjaan.”Kirana tak langsung menjawab. Ia malah melirik Tamara, “Kerjaan apa, mas? Kamu ‘kan kerjanya dibidang pembuatan iklan, sementara Kirana kerja di bidang sastra.”“Itu nyambung kok, Ra. Aku mau bicarain soal skrip.”Tamara mendecek dalam hati. Ia begitu kesal karena Kirana bersikap seolah Reno adalah suaminya, “Udah, mas, gak usah, nanti Tamara nudu

Bab terbaru

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 22 - Menggali Informasi

    Tamara mengatur nafasnya yang terasa sesak. Ia berusaha tenang dan tak mencurigakan dihadapan Reno, “Oh iya, aku lupa, mas.”“Gak papa, waktu itu kamu lagi... berantakan banget. Karena omongan tante Ira ‘kan?"Tamara mendongak. Tante Ira itu siapa sih? Kenapa banyak orang yang membicarakannya? Ia menjadi sangat penasaran dengan sosok itu.Tamara mengangguk, “Iya, mas.”“Udah, jangan terlalu di ambil hati. Tante Ira gak tahu apa yang terjadi sama kamu.”Tamara membetulkan posisi duduknya, “Mas, aku boleh tanya sesuatu?”“Boleh, kenapa, Ki?”“Eum... menurut kamu perubahan penampilan aku gimana?”Reno diam. Ia hanya menatap manik Tamara datar.“Mas?”“Eum... perubahan kamu?”Tamara mengangguk. Ia begitu menunggu jawaban itu.“Aku agak kaget sih, tapi... ya kalo itu bisa bikin kamu nyaman dan merasa lebih percaya diri aku dukung. Lagian ‘kan kamu berniat mengubah penampilan dari dulu. Jadi aku gak terlalu terkejut. Kemaren waktu liat kamu tiba-tiba full makeup kayak Tamara, ak

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 21 - Bertemu Reno

    Setelah mencari cara untuk tidak ikut liburan ke Bandung bersama ayah dan ibu yang sekalian akan bertemu sanak keluarga yang lain, Tamara memiliki waktu yang lebih leluasa untuk keluar rumah.Menjadi Kirana membuatnya seperti terkurung dalam kasih sayang yang berlebih. Bukan ia tidak suka, terkadang ia hanya jengah dan tak terbiasa. Aturan Reno dan mama saja dirumah sering ia abaikan, kenapa ia harus mengikuti semua aturan ayah dan ibu yang memintanya tidak sering keluar rumah?“Gue harus cari tahu sendiri apa yang sebenernya terjadi antara Kirana sama mas Reno. Kirana gak mungkin ngaku. Dia pasti gak akan pernah jawab pertanyaan gue. Harapan gue cuma sama mas Reno.” monolognya sambil menyetir dengan kecepatan tinggi menuju kantor advertising milik Reno.Tidak butuh waktu lama, karena jalanan tidak seramai biasanya, mobil Tamara cepat sampai di kantor Reno. Ia memarkirkan mobilnya dan berjalan kesal karena menahan amarah yang teramat pada Kirana.Begitu berada di lobbi, Tamara yan

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 20 - Menahan Diri

    Tamara tak berselera makan. Sepulangnya dari rumah bertemu Kirana dan mendapati ia sudah melakukan hal itu dengan Reno membuatnya enggan melakukan apapun termasuk makan bersama ibu dan ayah. Ia terus duduk termenung di dalam kamar.Ibu dan ayah yang mengintip dari celah pintu yang terbuka sedikit merasa keheranan. Tadi pagi anak semata wayangnya begitu bersemangat memberikan oleh-oleh untuk teman barunya, Tamara, kenapa kini jadi seperti ini?“Ayah gak salah denger, bu? Kirana temenan sama orang yang bully dia waktu kuliah?” ayah melotot kaget ketika ngobrol berdua dengan ibu setelah mengintip Tamara yang sedang sedih.Ibu mengangguk, “Yah, sekarang orangnya udah berubah. Dia udah tahu kesalahannya dan menyesal. Emang apa salahnya mereka jadi temen?”“Bu, kita sama-sama tahu sifat Kirana bagaimana. Kalau ternyata Kirana hanya dimanfaatkan sama yang namanya Tamara-Tamara itu gimana?”“Ayah jangan berprasangka buruk sama Tamara. Anakny

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 19 - Enggan Kembali

    Pov KiranaSepulangnya mengantar Tamara pulang dan berbincang dengan ibu sebentar membuat Kirana memiliki energi lebih sore ini. Ia terus tersenyum bahagia karena kini ia punya cara untuk terus bertemu ibu.Reno yang baru bangun tidur melirik istrinya tanpa henti, “Sayang?"“Hm?"“Kamu kenapa senyum-senyum?”“Gak papa.”Reno bangkit dari posisi tidurannya, ia duduk disebalah Kirana, “Aku mau.”“Hm? Mau apa, mas?”Reno menggenggam tangan Kirana, “Andin ‘kan udah gede, udah saatnya kita kasih adek buat dia.”Kirana melotot, “Mas, jangan dulu.”“Kenapa?”“Eum... aku lagi banyak kerjaan. Aku harus beresin kerjaan aku.”“Sayang, ini ‘kan sabtu. Besok aja kelarinnya, oke?”Kirana tak punya alasan lagi. Ia diam saja saat Reno menciumi pipi dan lehernya. Ia tidak bisa menolak gejolak ini, apalagi ia sering membayangkan ini terjadi sedari dulu.Reno meremas kedua buah mochi Kirana, “Kita pindah ke kamar mandi yuk. Udah lama kita gak main disana.”Kirana tak menjawab, tapi ia ber

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 18 - Syarat Bertukar Kembali 1

    Tamara tak menyerah, ia terus mencari keberadaan nenek-nenek cantik namun aneh itu kemana-mana. Ia bahkan menghampiri dapur, barangkali nenek itu nyasar kesini.“Ada yang bisa kami bantu, mbak?” tanya pramusaji yang melihat Tamara kebingungan.“Eum...”“Mbak kehilangan anak mbak?”Tamara menggeleng, “Mbak, saya cari orang, tapi bukan anak saya. Saya cari... saya bisa lihat rekaman cctv dimana ya?”“Untuk itu mohon maaf, mbak, kami tidak bisa memberikan rekaman cctv sembarangan.”Tamara yang baru buka mulut melihat kedatangan manager kafe yang menghampiri mereka.“Ada apa ini?”Tamara menatap manager kafe yang seumuran dengan Reno itu, “Mas, saya lagi cari orang, dia... keluarga jauh saya, dia udah pikun. Saya takut dia... menghilang.’“Menghilang?”“Eum maksudnya.... dia nenek-nenek, umurnya sekitar tujuh puluh tahun. Neneknya udah agak pikun, jadi... mas ngerti ‘kan? Saya perlu cek c

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 17 - Nenek-Nenek Aneh

    Acara semalam berjalan dengan baik. Meskipun ada pertengakaran kecil antara Tamara dan Kirana karena lagi-lagi mereka membuat kesalahan di depan Erik dan Reno, setidaknya mereka bisa mengatasinya. Tamara sudah mengirimkan detail semua tentang dirinya pada Kirana, begitupun sebaliknya. Mereka terus berlatih sehingga sudah hari ke-empat akhirnya mereka terbiasa menjadi Tamara dan Kirana.Tamara kini tengah bersiap pergi bersama Kirana untuk membicarakan rencana mereka kedepannya.Tok-Tok-Tok“Sayang?”“Iya, bu?”“Itu temen kamu udah jemput.”Tamara mengernyit, “Temen gue ngejemput? Perasaan gue gak ada janji sama siapapun lagi deh."Dengan cepat Tamara membawa tasnya dan keluar dari kamar, “Siapa, bu?”“Namanya Tamara.”“Hah? Eum... oh, Tamara.”Ibu mengangguk, “Eum, sayang, sebelumnya ibu boleh tanya gak?”“Boleh, bu, kenapa?”“Tamara itu.. bukannya orang

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 16 - Berperan Lebih Baik

    Tamara mengedarkan matanya untuk mencari keberadaan Kirana dan Reno. Jangan sampai mereka tidak datang. Apa kata orang nanti? Pasangan couple goal dari jaman kuliah tidak datang, atau Kirana datang sendiri karena tidak berhasil membujuk Reno untuk ikut.“Ki, kamu cari siapa?” Erik memberikan gelas minuman pada Tamara.“Tamara."“Oh. Mereka gak akan dateng kali. Kan mereka punya anak."“Mereka ‘kan punya sitter, ada mama mertuanya juga yang bisa jaga Andin.”“Iya juga sih. Oyah, besok... gimana kalo kita pergi?”Tamara baru menoleh, “Kemana?” tawaran Erik bagaikan oasis di padang pasir, karena ia enggan berada di kantor dan melakukan bimbingan pada penulis.“Gak usah jauh-jauh, keliling kota aja. Gimana?”Tamara tersenyum, “Boleh.”Erik melotot, “Kamu mau?"“Mau lah, aku capek kerja terus. Aku butuh waktu healing.”Erik tertawa, “Nah, gini dong, Ki. Aku seneng deh sama perubahan di diri kamu yang semakin positif.”Tamara hanya tersenyum.“Ternyata omongan tante Ira yang me

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 15 - Pelanggaran 1 (18+)

    Pov Kirana Kirana terus memperhatikan wajahnya di cermin kamar mandi. Wajah Tamara terlihat begitu cantik dan sempurna. Tak ada cacat sedikit pun sehingga sebenarnya ia tidak perlu bermake-up untuk pergi kemana pun. Tapi menurut Tamara berbeda. Wajah cantik alaminya harus semakin disempurnakan dengan sentuhan makeup, sehingga mau tak mau Kirana harus belajar berdandan secara autodidak. Menjelang pergi ke acara pernikahan Adam, teman angkatan mereka dikampus, Kirana menunggu Reno yang sedang berbincang dengan tim nya dari kantor untuk membicarakan projek iklan. Ia sudah merayunya untuk ikut pergi. Awalnya ia menolak dan memintanya untuk pergi sendiri, tapi beberapa detik kemudian ia berubah pikiran dengan mengajukan satu syarat. “Kalo mas Reno minta...” Kirana menggeleng, “Enggak, Tamara bilang mas Reno gak akan minta itu.” Kirana diam. Otaknya berpikir keras tapi tak berani mengambil kesimpulan dari semua tanyanya. “Kalo Tamara bilan

  • 30 Hari Bertukar Badan    BAB 14 - Hati-Hati pada Reno

    “Eum... gimana kalo Andin pergi sama kamu sama Kirana aja, Ra?” Reno menatap Tamara.“Hm?” Kirana kebingungan, “Kamu emangnya mau kemana, mas?"Reno menyentuh lehernya, “Eum aku baru inget ada final projek dikantor, jadi harus kesana buat mantau.”Tamara menunduk, saat ia menjadi dirinya sendiri Reno tidak pernah mangkir dari jadwal kerjanya apalagi sedang ada projek di kantor. Ia bahkan tidak pernah mengajak pergi Andin bersamanya. Biasanya Reno akan mengantarkan Andin bersama suster Tina agar pergi ket Time Zone berdua, dan pulangnya dijemput kembali. Sekarang tumben-tumbenan ia mengajak Tamara palsu untuk pergi.Kirana mengangguk, “Iya, mas. Aku biar pergi sama Kirana. Kamu kerja aja.”Andin menunjukkan wajah sedih, “Yaaah, kok papi gak ikut sih?”Reno mengelus pipi Andin, “Papi ada kerjaan yang gak bisa ditinggalin. Kan gantinya ada tante Kirana, jadi Andin tetep main sama dua orang.”Kirana berjongkok dan me

DMCA.com Protection Status