“Ih, kok kayak pernah lihat? Kamu punya kakak ya? Kok rasanya kayak mirip siapa gitu?” tanya Kak Hana, tantenya Nabila.Sepulang sekolah kami langsung menuju rumah Nabila. Di sana kami bertemu dengan Kak Hana, tantenya. Wanita itu memiliki aura yang seketika membuatku merasa nyaman bersamanya. Paras wajahnya terlihat biasa saja, tapi ada keteduhan dalam sorot matanya. Senyumnya memancarkan ketulusan, sentuhannya lembut menenangkan. Kuharap, aku bisa berlama-lama dengannya. Eh, apa tadi dia bilang? Dia merasa mengenalku? Aku punya kakak?“Saya punya dua orang kakak, Dok,” jawabku.Aku bingung harus memanggilnya apa. Ingin memanggil ‘tante’ seperti yang dilakukan Nabila tapi aku bukan keponakannya. Ingin memanggil ‘kakak’ takut dianggap tak menghormati profesinya. Namun di sisi lain aku tak tahu panggilan yang tepat untuk seorang psikolog.Kak Hana tertawa, “panggil kakak aja, jangan sungkan,” jawabnya. Seakan ia bisa membaca keraguan di dalam diriku.“Eh, iya, Kak,” jawabku kikuk.“Jad
Read more