18 Aku mematut diri di depan cermin. Membolak-balik tubuh ke kanan dan kiri, depan, belakang. Cantik. Nenek Widya benar, gaun yang dibelikan Om Samudra sangat indah. Menandakan jika orang yang memilihnya, memiliki selera tinggi akan fashion. Ukurannya juga sangat pas di tubuhku. Pundakku meluruh mengingat bagaimana ia bisa pas memilih ukuran gaun ini. Terang saja, ia sudah melihatku dalam keadaan polos. Aku menutup wajah saat membayangkan jika ia mengukur panjang pinggang dan dadaku dengan tangannya. Bukan berburuk sangka. Bisa saja ia mengukur dengan jengkal tangannya, kan? Toh, ia bebas melakukan apa pun karena aku tidak sadar, dan kami hanya berdua saja di kamar hotel itu. “Nona, Tuan Samudra sudah menunggu.” Aku membuka telapak tangan yang menutupi wajah, kemudian menoleh ke arah seorang wanita yang barusan mendandaniku. Lalu mengangguk. Namun, wanita tersebut malah berjalan mendekat dan memindai wajah ini. “Nona, saya koreksi dulu make upnya sebentar,” ujarnya seraya mengam
Read more