Home / Romansa / Kekhilafan Satu Malam / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Kekhilafan Satu Malam: Chapter 101 - Chapter 110

171 Chapters

Bab 101: Pernikahan ll

"Kenapa, Bang?" Affandi langsung tak enak hatinya. "Apa kami ada salah? Apa Abang sakit hati karena aku menikahi Binar, dan Abang mau perg---""Apaan!" Aiman langsung menonjok dada adiknya dengan kesal, sedangkan Affandi terkekeh kegelian sambil menatap kakak iparnya dan Binar bergantian. Kedua wanita itu sedikit mendelik pada si petugas medis tersebut. "Kami akan berbulan madu, sekaligus untuk berobat. Harap-harap saja, kami segera punya buah hati." Aiman menatap lekat sang istri. Syeira menempelkan kepalanya pada lengan Aiman. "Aamiin."Binar segera mengaminkan dengan tulus, begitu pula dengan Affandi dan Susan. "Bukannya kami yang menikah, lalu kenapa kalian yang berbulan madu?" protes Affandi usai mengucapkan amin tadi. Binar terkekeh kecil. "Memangnya kenapa? Anggap saja ini sebagai healing. Benar, 'kan, Sayang?" Aiman hendak menempelkan kening pada Syeira, tetapi tak jadi ketika melihat beberapa orang datang.
Read more

Bab 102: Affandi Tidak Mencintaimu!

Kilau mentari menyinari paras ayu yang masih terlelap dengan tidurnya itu. Affandi bangkit duluan dari ranjang, menutupi tirai jendela, menghalau sang mentari menggangu tidur wanitanya itu. Mata teduh Affandi menatap lekat wajah Binar yang tampak lelah, dibelainya lembut wajah wanita itu, bahkan sangat lembut. Tak ingin sang empu wajah terganggu tidurnya. Lantas, Affandi menyelimuti tubuh Binar dengan baik sesaat sebelum mendaratkan kecupan di kening wanita itu. Dia segera bersih-bersih, lalu keluar dari kamar hotel sebab harus menemui seseorang. [Temui aku sekarang!] Hanya karena pesan singkat juga beberapa foto yang dikirimkan oleh salah satu kontak di ponsel Affandi, pria tersebut meninggalkan Binar tanpa memberi tahu apa pun. **"Keluarlah, aku tidak mau masuk ke apartemenmu!" Affandi berujar dingin di sebuah lobi apartemen. Ponsel menempel pada telinga petugas medis itu. Terdengar kekehan manja dari ponsel Affandi. "Kenapa,
Read more

Bab 103: Takut Dia Mendapatkan yang Lebih Baik Bab 103: Takut Dia Mendapatkan yang Lebih Baik

Laju mobil dijalankan pelan oleh Affandi. Sesekali dia melirik wanita berparas ayu yang tampak mendung wajahnya dengan bibir terkatup rapat, sedikit mengerucut sejak melihat berita viral Affandi yang sedang bertengkar dengan Venuska di cafe tadi. Memang banyak pasang mata yang melihat, tetapi Affandi tidak pernah menyangka jika ada yang mengambil momen tersebut, dan mem-viralkannya. Tangan Affandi yang memegang tuas, melayang dan menimpa punggung tangan Binar. Membuat si empu tangan yang sejak tadi memandang keluar, melirik si petugas medis itu. Affandi melemparkan senyum termanisnya. "Masih marah?" Wajah petugas medis itu tampak bersalah, sebab sudah membohongi Binar. "Kan aku sudah bilang, aku nggak ada apa-apa dengan Venuska. Aku hanya menyelesaikan masalah kami saja tadi ....""Iya, aku percaya." Binar menyela perkataan Affandi sambil menarik tangannya dari genggaman pria tersebut. Sedikit kecewa dengan Affandi yang membohonginya. Terl
Read more

Bab 104: Tentang Baby Abimanyu

Seorang pelayan rumah tangga membawakan beberapa cangkir kopi untuk sang majikan yang sedang berkumpul di ruang tengah. Affandi dan Binar duduk di sofa yang sama, dengan Binar yang menggendong Abimanyu. Sementara Aiman berserta Syeira duduk di sofa hadapan mereka. Ambar pun duduk di sofa yang berbeda, memerhatikan anak-anaknya bergantian. Menunggu sang putra sulung, apa yang hendak dikatakannya. "Lusa, aku dan Syeira akan ke Swiss. Seperti apa yang kubilang kemarin, kami akan berbulan madu." Aiman tersenyum tipis, sambil menggenggam tangan Syeira yang duduk di sampingnya. Wanita yang mengenakan blouse merah itu, tersipu-sipu dengan apa yang diucapkan sang suami. "Sekalian kami ingin melakukan pengobatan. Berharap, dengan membuka lembaran baru dan memeberikan kesempatan pada hubungan kami, Tuhan mau menitipkan seorang anak pada rahim Syeira. Buah hati kami." Aiman menatap lekat sang istri, lalu meraih kepala wanitanya, menaruhnya di bahu. Semenjak b
Read more

Bab 105: Cemburu

Affandi masih terus berusaha melepaskan lingkaran lengan halus itu dari pinggangnya yang terbungkus kemeja biru. Sementara Binar terpaku dengan degup yang panas menatap hal tersebut, terlebih mendengar ucapan Susan tadi. Makin panaslah dada juga pikiran wanita itu. Binar yang konyol, bahkan di saat genting-gentingnya seperti itu dia tak ada akal untuk menyentak tangan gatal tersebut dari pinggang suaminya. Dia hanya menatap, menatap dengan raut syok dan bodoh. "Tolongin ayah aku, Affandi. Dia masuk rumah sakit!" Wanita itu bukanlah Venuska, dia wanita baru. Tentunya salah satu mantan Affandi. Kebetulan tadi dia melihat Affandi lewat. Maka langsung saja, dia menyambarnya. "I-iya, lepas dulu ....""Affandi tolong, a-aku nggak mau kehilangan dia ...." Wajah putih bersih itu terbenam sempurna di dada bidang Affandi. "Nona, kamu nggak mau tolongin aku?" Affandi meringis melihat raut wajah Binar yang sudah memerah, sambil masih tetap berusaha me
Read more

Bab 106: Kepercayaan yang Diuji

Sebagai istri seorang dokter bedah, terkadang Binar harus menahan rindu ketika Affandi dibutuhkan penuh oleh pihak rumah sakit. Terkadang Affandi jarang pulang, jika sedang banyak pasien yang dia tangani. Terkadang Binar harus tidur sendiri di kamarnya yang luas, tanpa Affandi, juga tanpa Abimanyu. Sering Ambar merasa kesepian di kamarnya, jika Tuan Adipati sedang keluar negeri, maka Ambar akan memilih mengajak Abimanyu untuk tidur bersama. Binar membolak-balikan badan, menatap langit-langit kamar, lalu berbalik lagi, menatap dinding kosong yang temaram. Lampu kamar memang sengaja diredupkan olehnya. Pandangan Binar teralihkan oleh dering ponselnya yang berada di atas nakas. Antusias wanita itu meraihnya, berpikir jika Affandi-lah yang menelepon. "Siapa, yha?" Salah, bukan Affandi yang menelepon larut malam begini. Melainkan nomor asing. Binar ingin tak memedulikan panggilan tersebut, tetapi ponselnya kembali berdering, dan berdering. Akhirnya, Bin
Read more

Bab 107: Hubungan Renggang

Kepala Affandi sedikit teleng kala mendapat layangan tangan dari Binar. Pandangan matanya langsung tertuju pada layar ponsel yang sudah tergeletak di lantai itu. Sama halnya dengan Binar tadi, Affandi juga membulat matanya melihat adegan panas di dalam video itu. Namun, ketimbang memikirkan video tersebut, Affandi memilih memedulikan Binar yang sedang meringis kesakitan sebab punggung kakinya yang tersiram air panas. "Aku bilang menjauh, Dokter!" Binar memukul-mukul lengan Affandi yang hendak menggendong tubuhnya. Dada wanita itu sesak. Sesak karena melihat korban Affandi adalah adiknya sendiri. "Diamlah, Nona ....""Lepasin aku, Dokter! Lepas!" Binar meronta ketika Affandi mengangkat tubuhnya ke ranjang. "Te-tega ... sekali kau ...." Binar menatap Affandi dengan mata yang basah. Sementara Affandi tampak kebingungan, apa yang harus dia lakukan sekarang. Foto-foto yang sudah dia anggap musnah bersamaan dengan dihancurkannya ponsel
Read more

Bab 108: Ujian Pernikahan

Pintu kayu setinggi dua meter itu dibuka, menampilkan wajah Binar yang memekik senang ketika melihat wajah sang ibu. Namun, ketika muncul wajah sang adik di belakang punggung ibunya, wajah Binar berubah datar. Video yang menampilkan adegan panas itu berkelabat di pikiran Binar. Adegan di mana si wanita mengalungkan tangan di leher Affandi, dengan sang pria menenggelamkan kepala di ceruk leher si wanita tersebut. Binar memang tak melihat pasti wajah wanita itu, dikarenkan wajah si wanita yang tertoleh ke samping. Tapi pakaian yang dikenakan sama persis dengan yang dipakai Ningsih di dalam foto ketika mereka di klub malam bersama Affandi. "Binar! Astaga, kamu datang, Nak!" Suara girang Warsih membuyarkan pikiran Binar. Dia tersenyum kikuk, lalu menatap Ningsih yang sedang melemparkan senyuman lebar untuknya. Binar teringat saat mereka masih berada dalam atap yang sama dulu, adiknya--Ningsih itu selalu iri dengan apa yang Binar miliki. Mungkinkah sekarang Nings
Read more

Bab 109: Menuju Ending

Dalam kondisi menutup mata dengan kedua lengan yang menyilang di wajah, tubuh Binar ditubruk. Membuat tubuh mungil itu terpental dua langkah, kepalanya menghantam aspal, tetapi dia tak merasakan sakit sedikit pun. "Arh ...." Terdengar erangan, tetapi bukan keluar dari mulut Binar. "Kamu nggak apa-apa?"Perlahan, wanita itu membuka mata. Dan mendapati seorang pria berkemeja hitam bangkit dan mengejar mobil merah yang hendak menabrak Binar tadi. Si pengendara mobil yang sibuk memerhatikan Binar selamat, jadi hilang konsentrasi saat mengemudi. Tanpa sadar, depan mobilnya malah menabrak tiang lampu. Kecelakaan tragis pun terjadi. Keramaian tercipta usai kecelakaan itu. Warga berbondong-bondong datang, melihat kondisi seseorang yang berada dalam mobil. Binar pun bangkit berdiri dengan tatapan nanar pada keramaian di depan sana. Dan pandangannya terpaku pada seorang pria yang mengenakan kemeja hitam yang menolongnya tadi. Sontak mata bulat wanita itu berkaca-kaca. "Bantu keluarkan. Sebe
Read more

Bab 110: Ending :)

Bantal dilempar oleh Binar ketika Affandi menggodanya dengan kalimat cemburu. Tawa renyah memenuhi ruangan kamar mereka, dengan Affandi yang terus menghindari lemparan bantal dari istrinya. Panas sudah kini wajah wanita beranak satu itu ketika digoda oleh Affandi dan ... mengingat kejadian di bandara tadi. Wanita dengan blouse silver dan rok span sepaha itu tampak mengayunkan langkah, setengah berlari menuju Affandi. "Ada keperluan apa?" Binar yang mengenakan baju tunik biru muda, langsung berdiri tegak di depan Affandi. Menghalangi petugas medis itu dari tatapan centil si wanita. Binar melayangkan tatapan tak bersahabat. "Dia suamiku. Kalau ada urusan penting, baiknya saya juga mengetahuinya." Tegas Binar berucap. Mata wanita berbaju blouse itu menatap Affandi yang berada di belakang Binar. "Aku kangen banget sama Affandi. Pengen peluukk!" pekiknya girang. Binar menatap tajam wanita centil di hadapannya. "Kamu dengar nggak sih, dia
Read more
PREV
1
...
910111213
...
18
DMCA.com Protection Status