Share

Bab 105: Cemburu

Penulis: Ngolo_Lol
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Affandi masih terus berusaha melepaskan lingkaran lengan halus itu dari pinggangnya yang terbungkus kemeja biru. Sementara Binar terpaku dengan degup yang panas menatap hal tersebut, terlebih mendengar ucapan Susan tadi. Makin panaslah dada juga pikiran wanita itu. Binar yang konyol, bahkan di saat genting-gentingnya seperti itu dia tak ada akal untuk menyentak tangan gatal tersebut dari pinggang suaminya. Dia hanya menatap, menatap dengan raut syok dan bodoh.

"Tolongin ayah aku, Affandi. Dia masuk rumah sakit!" Wanita itu bukanlah Venuska, dia wanita baru. Tentunya salah satu mantan Affandi. Kebetulan tadi dia melihat Affandi lewat. Maka langsung saja, dia menyambarnya.

"I-iya, lepas dulu ...."

"Affandi tolong, a-aku nggak mau kehilangan dia ...." Wajah putih bersih itu terbenam sempurna di dada bidang Affandi.

"Nona, kamu nggak mau tolongin aku?" Affandi meringis melihat raut wajah Binar yang sudah memerah, sambil masih tetap berusaha me
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mom's Reyva
ahhh.. tuan adipati kih ganggu aja.... ga ketuk dulu pintunya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 106: Kepercayaan yang Diuji

    Sebagai istri seorang dokter bedah, terkadang Binar harus menahan rindu ketika Affandi dibutuhkan penuh oleh pihak rumah sakit. Terkadang Affandi jarang pulang, jika sedang banyak pasien yang dia tangani. Terkadang Binar harus tidur sendiri di kamarnya yang luas, tanpa Affandi, juga tanpa Abimanyu. Sering Ambar merasa kesepian di kamarnya, jika Tuan Adipati sedang keluar negeri, maka Ambar akan memilih mengajak Abimanyu untuk tidur bersama. Binar membolak-balikan badan, menatap langit-langit kamar, lalu berbalik lagi, menatap dinding kosong yang temaram. Lampu kamar memang sengaja diredupkan olehnya. Pandangan Binar teralihkan oleh dering ponselnya yang berada di atas nakas. Antusias wanita itu meraihnya, berpikir jika Affandi-lah yang menelepon. "Siapa, yha?" Salah, bukan Affandi yang menelepon larut malam begini. Melainkan nomor asing. Binar ingin tak memedulikan panggilan tersebut, tetapi ponselnya kembali berdering, dan berdering. Akhirnya, Bin

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 107: Hubungan Renggang

    Kepala Affandi sedikit teleng kala mendapat layangan tangan dari Binar. Pandangan matanya langsung tertuju pada layar ponsel yang sudah tergeletak di lantai itu. Sama halnya dengan Binar tadi, Affandi juga membulat matanya melihat adegan panas di dalam video itu. Namun, ketimbang memikirkan video tersebut, Affandi memilih memedulikan Binar yang sedang meringis kesakitan sebab punggung kakinya yang tersiram air panas. "Aku bilang menjauh, Dokter!" Binar memukul-mukul lengan Affandi yang hendak menggendong tubuhnya. Dada wanita itu sesak. Sesak karena melihat korban Affandi adalah adiknya sendiri. "Diamlah, Nona ....""Lepasin aku, Dokter! Lepas!" Binar meronta ketika Affandi mengangkat tubuhnya ke ranjang. "Te-tega ... sekali kau ...." Binar menatap Affandi dengan mata yang basah. Sementara Affandi tampak kebingungan, apa yang harus dia lakukan sekarang. Foto-foto yang sudah dia anggap musnah bersamaan dengan dihancurkannya ponsel

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 108: Ujian Pernikahan

    Pintu kayu setinggi dua meter itu dibuka, menampilkan wajah Binar yang memekik senang ketika melihat wajah sang ibu. Namun, ketika muncul wajah sang adik di belakang punggung ibunya, wajah Binar berubah datar. Video yang menampilkan adegan panas itu berkelabat di pikiran Binar. Adegan di mana si wanita mengalungkan tangan di leher Affandi, dengan sang pria menenggelamkan kepala di ceruk leher si wanita tersebut. Binar memang tak melihat pasti wajah wanita itu, dikarenkan wajah si wanita yang tertoleh ke samping. Tapi pakaian yang dikenakan sama persis dengan yang dipakai Ningsih di dalam foto ketika mereka di klub malam bersama Affandi. "Binar! Astaga, kamu datang, Nak!" Suara girang Warsih membuyarkan pikiran Binar. Dia tersenyum kikuk, lalu menatap Ningsih yang sedang melemparkan senyuman lebar untuknya. Binar teringat saat mereka masih berada dalam atap yang sama dulu, adiknya--Ningsih itu selalu iri dengan apa yang Binar miliki. Mungkinkah sekarang Nings

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 109: Menuju Ending

    Dalam kondisi menutup mata dengan kedua lengan yang menyilang di wajah, tubuh Binar ditubruk. Membuat tubuh mungil itu terpental dua langkah, kepalanya menghantam aspal, tetapi dia tak merasakan sakit sedikit pun. "Arh ...." Terdengar erangan, tetapi bukan keluar dari mulut Binar. "Kamu nggak apa-apa?"Perlahan, wanita itu membuka mata. Dan mendapati seorang pria berkemeja hitam bangkit dan mengejar mobil merah yang hendak menabrak Binar tadi. Si pengendara mobil yang sibuk memerhatikan Binar selamat, jadi hilang konsentrasi saat mengemudi. Tanpa sadar, depan mobilnya malah menabrak tiang lampu. Kecelakaan tragis pun terjadi. Keramaian tercipta usai kecelakaan itu. Warga berbondong-bondong datang, melihat kondisi seseorang yang berada dalam mobil. Binar pun bangkit berdiri dengan tatapan nanar pada keramaian di depan sana. Dan pandangannya terpaku pada seorang pria yang mengenakan kemeja hitam yang menolongnya tadi. Sontak mata bulat wanita itu berkaca-kaca. "Bantu keluarkan. Sebe

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 110: Ending :)

    Bantal dilempar oleh Binar ketika Affandi menggodanya dengan kalimat cemburu. Tawa renyah memenuhi ruangan kamar mereka, dengan Affandi yang terus menghindari lemparan bantal dari istrinya. Panas sudah kini wajah wanita beranak satu itu ketika digoda oleh Affandi dan ... mengingat kejadian di bandara tadi. Wanita dengan blouse silver dan rok span sepaha itu tampak mengayunkan langkah, setengah berlari menuju Affandi. "Ada keperluan apa?" Binar yang mengenakan baju tunik biru muda, langsung berdiri tegak di depan Affandi. Menghalangi petugas medis itu dari tatapan centil si wanita. Binar melayangkan tatapan tak bersahabat. "Dia suamiku. Kalau ada urusan penting, baiknya saya juga mengetahuinya." Tegas Binar berucap. Mata wanita berbaju blouse itu menatap Affandi yang berada di belakang Binar. "Aku kangen banget sama Affandi. Pengen peluukk!" pekiknya girang. Binar menatap tajam wanita centil di hadapannya. "Kamu dengar nggak sih, dia

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 111: 25 Tahun Kemudian (Season 2)

    Dua puluh lima tahun kemudian .... Abimanyu dan Angkasa tumbuh menjadi pria yang gagah dan tampan, dengan garis wajah hampir serupa. Mereka pintar, disegani, dan digilai para gadis. Setelah menyelesaikan pendidikannya, kedua pria tersebut bekerja di perusahaan besar si kakek---Adipati Group. Tuan Adipati sekarang telah tiada, digantikan oleh sang putra Aiman yang menjabat sebagai CEO. Menemani langkah-langkah usaha sang putra, sekaligus meng-handel perusahaannya sendiri dibantu oleh sang istri--Syeira. Sementara Affandi, tetap memilih mengabadikan hidupnya melayani masyarakat sebagai tenaga medis kesehatan. * * Di sebuah perusahaan ternama di kota J, seorang gadis dengan rok span selutut mengayunkan langkah, setengah berlari memasuki gedung kantor. Sayang, rok span yang membelit sepasang paha mungilnya, membuat si gadis kesusahan mengambil langkah lebar. "Aduh, bagaimana ini, aku takut terlambat." Hari ini pertama kalinya dia masuk kerja setelah berurusan pelik dengan HRD dan

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 112: Sekuat Apa Kemampuanmu

    Hening menyelimuti pasca ucapan spontan Chelsi tadi. Si gadis membekap mulutnya dengan kedua telapak tangan. Sementara Abimanyu menatap intens gadis lancang itu. Melihat tatapan intens Abimanyu ternyata lumayan mengerikan, Chelsi memutar otak. "Susah untuk dilupain maksudnya, Pak," ralat Chelsi seraya tersenyum lebar, memamerkan lesung pipinya yang tampak manis. "Kamu pikir berhasil?" ejek Abimanyu tetap memberikan tatapan intens pada gadis itu. Membuat senyum Chelsi memudar. "Bilang saja kalau mau langsung ditendang keluar dari kantor ini ...." "Sungguh, maaf, Pak. Tolong jangan pecat saya, Pak. Saya sangat butuh pekerjaan ini," mohonnya. "Saya akan pastikan, Anda tidak akan kecewa dengan hasil kerjaku!" Abimanyu menangkap api semangat di mata gadis itu. Dia menyeringai, ingin memadamkan api semangat di mata tersebut. Dan yang memadamkannya, harus gadis itu sendiri. "Baiklah, karena saya lagi berbaik hat

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 113: Sifat Turunan

    Alis melengkung tebal milik gadis berlesung pipi itu, perlahan bergerak-gerak. Kelopak matanya terbuka, dan tampaklah ruangan asing memenuhi indra penglihatan. "Di mana ini?" Chelsi mengedarkan pandangan ke sekeliling sambil bangun. Terutama dia menunduk, mengecek pakaiannya. Sebab saat ini dia sedang terbaring di sebuah ranjang hitam dengan motif garis berwarna gold. Ada dua pintu di ruangan itu. Beberapa lembar map di meja, kursi, juga ... jas kantor yang terpajang. Makin mengernyitlah alis gadis itu. Tak ingin berlama-lama dalam ruangan asing tersebut, Chelsi memutuskan segera bangun. "Aww!" Dia meringis sambil memegang perutnya. Kepala gadis itu pun terasa berputar. "Maag-ku sepertinya benar-benar kambuh," lirihnya sambil mengigit bibir. Perlahan Chelsi melangkah sambil memegang perutnya yang sakit. Pintu di samping kanan dibuka, tenyata itu pintu kamar mandi. Chelsi memutuskan masuk, membasuh wajahnya yang tampak kuyu. "Dasar pria sombong! Baru jadi manajer saja tingkahnya s

Bab terbaru

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 171: Pelecehan Abimanyu

    Malam kian larut, ditemani gerimis serta angin yang kencang. Abimanyu memanahkan tatapan pada rintik-rintik hujan yang menetes. Pikirannya tenggelam, entah ke mana. Beberapa kali dia mendengar sang ibu mengetuk pintu kamarnya, meminta dia agar keluar makan malam. Tapi Abimanyu memilih bungkam. Entahlah, rasanya Abimanyu belum bisa menerima keadaan jika Chelsi adalah adiknya. Rasanya, Abimanyu ingin meminta pada ibunya agar membuang saja gadis itu. Jujur, Abimanyu kurang menyukai kehadiran Chelsi. Bahkan sangat! Sebab kasih sayang ayah dan ibunya mulai terbagi pada gadis itu. Terlebih, Abimanyu menyimpan perasaan pada Chelsi. "Bagaimana caranya membuang perasaan bodoh ini?!"Terdengar bunyi mengkriuk lapar dari perut sang pria. Abimanyu memutuskan untuk turun ke lantai bawah. Melewati kamar yang dalamnya bernuansa warna pink itu, Abimanyu terhenti sekejap. Terus jalan lagi. Hasratnya ingin masuk ke dalam sebenarnya. Rum

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 170: Rasa yang Tersesat

    Sudah berhari-hari kini Chelsi tinggal di kediaman Adipati. Dia mulai mengakrabkan diri dengan semua hal yang ada di rumah besar itu. Baik dengan kedua orang tuanya, para ART, peraturan, ruangan, aktivitas, bahkan perabotan. Hanya satu hal yang belum Chelsi akrabkan. Abimanyu. Semenjak Chelsi menginjakan kaki di rumah Adipati sebagai putri kandung Affandi dan Binar, keberadaan sang abang tersebut seperti hilang di telan bumi. Abimanyu tak pernah pulang ke rumah, hampir seminggu malah sekarang. Binar khawatir tentang keberadaan sang putra. Ditelepon pun, ponsel pria itu tak aktif. Hal tersebut makin membuat hati Binar tak tenteram. "Iya, Bang Abi ke kantor beberapa hari yang lalu. Hanya sebentar, karena dia harus keluar negeri mengurusi tender di sana." Penjelasan Angkasa lewat telepon sedikit membuat Binar mengembuskan napas lega. Tapi masa sesibuk itu Abimanyu, sampai tak punya waktu sedikit pun buat bicara dengan ibunya. Binar memilih mengirimkan

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 169: Keluarga Baru

    "Chelsi." Gadis itu sedikit tersentak ketika kedua bahunya dipegang oleh Syeira."Ah, iya. Kenapa?" Chelsi menatap Syeira dengan sorot kebingungan. "Ayo, masuk." Syeira merangkul gadis manis itu. "Saya nggak nyangka, ternyata kamu putrinya Binar dan Affandi. Kamu tidak pernah tau, seterpukul apa dulu Binar saat bayinya dinyatakan meninggal di ruang inkubator."Chelsi tertegun mendengar hal tersebut. Dia menatap Binar yang sejak tadi menatapnya dengan mata basah. Terasa sakit hati gadis itu melihat wajah Binar yang terus-terusan meneteskan air mata itu. Lantas pandangannya mengarah ke Affandi. Petugas medis itu juga tampak basah matanya, dengan wajah memerah, berusaha menahan tangis. Apakah benar, kedua orang tersebut adalah orang tuanya? Chelsi bahkan tak berani bermimpi untuk hal itu. "Sini." Affandi meraih lengan halus Chelsi, mengajaknya agar lebih menempel padanya. Telapak tangannya, Affandi letakkan di dada sendiri seray

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 168: Putriku!

    Serempak mata orang-orang di dalam ruangan tersebut membulat sempurna. Terlebih Vena, tubuh wanita itu menegang dengan bulir-bulir yang mulai mencuat di pelipis. Tungkainya melemas. Perlahan, dia memutar kepalanya, melihat sang putri yang masih dicekal erat oleh petugas medis kesehatan itu. Sementara Chelsi hanya menatap Affandi dengan tatapan syok. Mana mungkin? Tapi benarkah? Pikiran dan perasaan gadis itu campur aduk. Lalu dia menatap sang ibu--Vena. Mata Chelsi berkaca-kaca, melihat wajah memucat ibunya. Apakah mungkin yang dikatakan sang dokter benarkah nyatanya? Dia ...."Lepaskan putriku, Venuska!" Kembali Affandi bersuara tegas, menatap tajam pada Vena. Jelas hal tersebut membuat nyali wanita itu menciut. Tapi tidak, Chelsi tetap putrinya!"Tidak! Dia anakku! Dia putriku. Hanya putriku!" Vena menarik kembali Chelsi, agak kasar. Namun, Affandi tetap menahan."Sakit," r

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 167: Menjenguk Binar

    Akhirnya, Abimanyu, Chelsi, juga Angaksa pergi ke rumah sakit. Abimanyu dan Chelsi semobil? Tentu saja tidak. Gadis itu semobil dengan calon suaminya. Membiarkan dada Abimanyu terbakar di mobil lainnya sana.Abimanyu memilih melajukan kecepatan mobilnya di atas rata-rata. Pergi entah ke mana. Hendak mendinginkan dulu perasaannya yang memanas.**"Saya di sini saja, Bu. Nggak usah masuk ke dalam." Seorang wanita berusia senja itu, tampak sungkan ketika lengannya ditarik oleh Syeira masuk ke ruang rawat Binar. Lebih tepatnya, dia takut masuk ke dalam. Takut bertemu dengan si petugas medis yang dulunya pernah menjadi mantannya itu.Tadi, di saat mereka kembali bertemu demi membahas tentang pernikahan Angkasa dan Chelsi, tiba-tiba Affandi menelepon, memberitahukan berita gembira. Jika Nona kesayangannya telah sadar dari koma. Jelas hal tersebut juga menjadi s

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 166: Toko Perhiasan

    Biasanya, jika Abimanyu dulu terpaksa harus mengantar Friska, maka gadis itu akan berceloteh panjang lebar hingga membuat kuping Abimanyu terasa panas. Bukan hanya itu, Friska juga suka sekali menempel pada lengan berotot Abimanyu. Hingga membuat sang pria gerah juga geram setengah mati.Namun sekarang, hampir lima belas menit perjalanan pun, gadis berkuncir kuda itu belum juga membuka suara. Dia hanya menoleh ke arah luar jendela. Memerhatikan gedung-gedung yang berpapasan dengan mereka. Diamnya Friska malah membuat perasaan Abimanyu tak enak. Abimanyu memang lebih menyukai suasa yang hening ketimbang ribut, tetapi diamnya Friska malah membuat pria itu resah.'Kau terlihat seperti jalang yang haus belaian.' Lagi, kalimat itu mengusik pikiran Abimanyu. Dia tak ingat betul kalimat apa saja yang meluncur dari mulutnya saat emosi waktu itu. Tapi yang Abimanyu tahu, kemungkinan salah satu ucapannya benar-b

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 165: Binar Siuman

    Perlahan-lahan, kelopak mata yang tampak lemah itu berkedip pelan. Ingin membuka mata, tetapi silau mentari begitu menusuk. Kembali dia menutup mata erat. Tangannya terasa menyentuh sebuah permukaan berbulu lebat. Sebuah rambut. Diusapnya rambut tersebut dengan pelan. Aksinya tersebut malah mengganggu tidur si empu rambut. Abimanyu menggeliat, dan gesekan kepalanya pada samping perut sang ibu, membuat si empu perut melenguh. Melotot langsung kedua bola mata itu."Mah?" Abimanyu bangkit berdiri, memanggil ayahnya yang tidur di samping sofa di belakangnya."Tangan Mama gerak lagi." Hati Abimanyu berdesir hangat. Sangat bahagia melihat wajah ibunya yang terus menunjukkan respon aktif."Nona?" Affandi mengusap pipi Binar, tampak berkaca-kaca mata petugas medis itu melihat bibir Binar yang bergerak-gerak."A--bi ..., bagai-mana kead---"

  • Kekhilafan Satu Malam   Bab 164: Kalahkan Abimanyu Dulu

    Dua sejoli yang saling membulat matanya itu sama-sama menatap tanpa berkedip. Abimanyu masih tetap menahan pinggang Chelsi, sedangkan gadis itu meringis ketakutan dengan debaran jantung yang menggila mendengar suara panggilan di luar pintu. Itu suara Syeira. Bagaimana jika ibunya Angkasa tersebut melihat dirinya dan Abimanyu dalam satu kamar, dipeluk sang pria pula."Pak, saya mohon, lepaskan saya," cicit gadis itu menatap wajah Abimanyu di samping kiri kepalanya."Kenapa, hmm?" Abimanyu malah mendekatkan wajahnya di bahu Chelsi, membuat debaran jantung gadis itu kian jadi. Serasa hampir meledak saja jantungnya."Chelsi, kamu masih di dalam 'kan?" Syeira kembali mengetuk pintu."Pak, saya mohon." Chelsi meringis, menjauhkan wajahnya dari rahang Abimanyu yang kasar karena bulu-bulu tipis yang memenuhi pipinya."Aku mau mele

  • Kekhilafan Satu Malam    Bab 163: Perasaan Abimanyu

    Melihat Abimanyu yang bergerak mendekat setelah menutup pintu, Chelsi menatap waspada. Terlebih dirinya yang hanya mengenakan handuk, tumpahan air minum tadi lumayan membuat gaunnya basah parah. Syeira menyarankan agar Chelsi mengganti pakaian basah tersebut dengan gaunnya."Pak, keluar dari sini!" Chelsi gegas menarik selimut menutupi tubuhnya.Abimanyu terus mengayunkan langkah dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Chelsi mundur perlahan dengan tatapan yang tak terlepas dari mata elang itu. Abimanyu terus mendekat, mengikis jarak, terus, dan terus. Sampai membuat gadis yang membalut tubuhnya dengan selimut itu terpojok di dinding.Chelsi kelabakan. Mengerjap beberapa saat, dan menoleh ke belakang. Lalu kembali mendongak, menatap mata elang itu yang berada tepat di depan keningnya. Dia hendak kabur, tetapi Abimanyu sigap menekan dinding sebelah kiri gadis itu. Chelsi henda

DMCA.com Protection Status