"Suka. Tapi ini terlalu berlebihan." Pandu menatap menantunya tidak enak. "Maksudnya ayah butuh rumah yang kecil saja. Toh, ayah juga tinggal sendiri.""Arjuna mohon terima pemberian ini, Yah. Anggap saja ini sebagai caraku untuk berbakti. Ayah tahu 'kan aku sudah tidak memiliki orang tua? Lagipula, nanti kami juga akan menginap di sini."Pandu menepuk pundak sang menantu, "baiklah, terima kasih. Ayah mau keliling dulu."Arjuna mengangguk, lalu melarikan pandangan sang istri yang sudah berkaca-kaca."Kenapa?""Terima kasih.""Sama-sama. Udah, nangisnya nanti aja." "Ih, siapa juga yang nangis?"Mencebik, Arjuna ganti mencubit pipi sang istri. "Tuh, muka dah merah gitu.""Panas.""Gengsi terus," cibir Arjuna."Siapa dulu yang ngajari?""Nyindir? Udah, stop di sini. Ngga usah debat." Arjuna mendekatkan bibir di telinga sang istri. "Soalnya kalau liat kamu cemberut gini, bawaannya pengen aku kurung aja.""Dasar! Aku mau nyusul ayah."Langkah Ana terhenti begitu mendengar pertanyaan pria
Read more