Semua Bab Tanda Cinta Tuan Benjamin: Bab 31 - Bab 40

49 Bab

Uhuk...

Amarah yang memuncak membuat Rhea beranjak dari kasur. Dia menatap Benjamin dengan kesal. “Jangan menuduhku!” tunjuk nya kesal. Benjamin terdiam sejenak, alisnya terangkat. Lantas dia meraih selimut dan menggulung tubuh Rhea dengan selimut itu. Rhea membelalak, dia sempat lupa bahwa dia tak menggenakan sehelai benangpun. Sekarang dia malu menatap Benjamin, dia tertunduk dengan tangannya yang mencengkeram erat selimut itu. “Sial! Mengapa harus di kondisi ini aku membuat kecerobohan.” benak Rhea menggerutu dirinya. Suasana menjadi hening.Tapi tidak dengan Benjamin, senyum lebar terukir di bibirnya. Benjamin menarik pinggang Rhea, membuat tubuh mereka menempel. Sebelum Benjamin sempat berkata, Rhea memotong lebih dulu. “Aku tidak tengah menggoda mu.” ucapnya cepat. “Hm, tapi aku lebih suka jika kau menggodaku.” “Jangan mengalihkan pembicaraan.” Rhea mendorong dada Benjamin. Benjamin tampak kesal Rhea tak menggubris godaannya, kemudian dia melepaskan Rhea dari dekapannya. “Ya! Ru
Baca selengkapnya

Kekacauan keluarga Dominic

Sebelum berita film Lili yang diboikot tersebar, Benjamin mendatangi kantor Hendra lebih dulu. Awalnya Hendra terkejut, Benjamin mendatanginya lebih dulu. Lalu kemudian dia menyambut Benjamin dengan ramah. Dia tak mengira bahwa Benjamin terlebih dulu menemuinya. Dia pikir ini awal baiknya, berteman baik dengan seorang Mafia yang ditakuti. Terlebih sekarang Benjamin menjadi menantunya. Maka kekuatannya akan lebih besar, dan tak akan satupun pihak yang berani menyenggolnya. Kalangan orang tinggi, penjabat, dan lainnya mengetahui siapa Benjamin itu. Karena Benjamin menerima permintaan pelenyapan orang secara senyap. Tentu saja menggunakan jasa Benjamin membutuhkan banyak uang, dan Benjamin tak sembarang menerima kliennya.Hendra menatap Benjamin yang duduk didepannya, entah mengapa berhadapan dengan pria didepannya membuatnya bergidik. Background menantunya ini sangat menakutkan.Namun, Hendra mencoba terlihat ramah. “Selamat datang menantu. Ada gerangan apa kau kemari?” tanyanya.Benj
Baca selengkapnya

Ngedate

Hendra dan Vareli saling menatap tajam. “Kau bodoh tak bisa mendidik putri mu dengan baik.” “Aku? Lalu kau bagaimana?! Kau juga Ayahnya!” Vareli menunjuk marah suaminya. “Itu tugas mu mendidik putrimu.” “Putriku! Sekarang kau seolah tak mengakui bahwa dia putrimu juga!!” emosi Vareli menggebu-gebu.Suasana kian menegang, antar suami istri yang memanas.“Jika dia tak berguna untuk apa!!” jawab Hendra.“Hah! Bisa-bisanya kau berkata seperti itu dengan entengnya!!” teriak Vareli, dia tak bisa menerima kalimat Hendra.“Diam!! Kau berani meneriakiku huh!! Kau bukan siapa-siapa tanpa menikah denganku!! Camkan itu!!"Kalimat telak itu membuat Vareli tak berkutik, karena itu benar. Dia bukan apa-apa jika bukan menikah dengan Hendra. “Sialan!!” umpatnya.Hendra mengusap wajahnya kasar. Segalanya menjadi runyam, ini diluar perkiraanya. “Kau temui Rhea dan minta maaf.” suruhnya pada Lili. “Minta dia untuk membujuk Benjamin, ku pikir pria itu akan menurutinya.”“Sialan, jika tau begini aku ak
Baca selengkapnya

Apapun untukmu

Kala melihat Rhea yang baru saja keluar dari rumahnya. Lili dengan kasar menepis tangan satpam itu. “Itu dia kakak ku” Lili menunjuk Rhea, “aku tak akan membiarkanmu setelah ini.” Ancamnya pada pak tua yang tak memberinya izin masuk. “Kak Rhea.” ucap Lili bersemangat sembari melambai-lambaikan tangannya, berharap Rhea akan notice keberadaanya. “Cih! Ini karena Ayah!” gerutunya dalam benak.Lili mau tak mau mendatangi Rhea tanpa rasa malu, memanggilnya ramah bak tak memiliki masalah sebelumnya. Awalnya dia tak sudi meminta maaf, namun dia tak ada pilihan. Dalam benaknya sangat yakin bahwa Rhea akan memaafkannya. “Berapa lama seorang kakak bisa membenci adiknya?” ya, itu yang dipikirkan Lili. “Baiklah mari tekankan dulu kebencian di hati pada kakak yang menyulitkan ku. Setelah semuanya stabil, aku bisa menghancurkan kakak sok itu. Lagipula Ibu ada di belakangku.” Lili menyeringai.“Kakak, Lili tau hari kemarin terlalu keterlaluan. Maafkan aku dan minta suamimu untuk berhenti boikot
Baca selengkapnya

Hotel

Setelah meminta satpam mengusir pengganggu. Benjamin lantas masuk kedalam mobil. Rhea duduk dikursi sebelahnya, sembari menatap Benjamin yang mulai fokus mengemudi mobilnya. Dalam benaknya dia bertanya-tanya. “Berapa kali aku meragu?” “Dan berapa kali pria ini membuktikan bahwa tuduhan ku salah?!” “sungukah salah?” “Ah! Aku tak tau pria ini masih saja misterius.”Benjamin melirik Rhea sepintas, kemudian dia kembali menyetir. Dia melihat kerisauan di wajah istrinya. Bak mengetahui pikiran Rhea tentangnya.Melihat mobil yang dikendarai Benjamin, Lili memanggil kakaknya. “Ya! Kak Rhea aku disini.” Ucapnya bersemangat. “Lihat kakak ku datang kemari. Jadi kau berhenti mengusirku.” suruh Lili pada satpam itu. Namun, Benjamin tak mengentikan mobilnya. Dia melajukan mobilnya melewati Lili. “Hei!! Hei!! Rhea, kak… sialan!!” umpat Lili. Dan lagi-lagi satpam itu menertawakan bagaimana Lili yang besar kepala. Lili murka atas pengabaian Rhea yang bertingkah sombong. Lili menatap taja
Baca selengkapnya

Malam yang manis?

Saat masuk ke dalam kamar yang telah disiapkan. Jantung Rhea berdetak dengan kencang terlebih didalamnya tampak gelap gulita. Selingan malam itu kembali muncul. Rhea menekan ketakutannya. Lagipula pria ini tak seliar malam itu. Sekarang dia memperlakukannya cukup baik. Rhea berusaha menenangkan diri dengan keyakinannya yang mulai tumbuh meski tak sepenuhnya mempercayainya. Benjamin sadar Rhea bergidik. Tentu saja tempat yang mirip membuat Rhea mengingat awal kejadian yang tak mengenakan. Dia sadar bahwa Rhea masih butuh waktu untuk terbiasa dengannya. Benjamin lantas menekan saklar lampu. Kala lampu menyorot terang, Rhea cukup terkejut. Taburan kelopak bunga mawar merah menghiasi kasur dengan semerbak aroma wangi yang mulai tercium. Dahi Rhea berkerut, dia menatap Benjamin penuh curiga. “Pembicaraan serius atau?!” “Ayolah! Jangan pura-pura tak tahu.” Benjamin tersenyum nakal. Benjamin menurunkan Rhea keatas kasur. Rhea menatap wajah Benjamin. Kali ini dia tak memalingkan waj
Baca selengkapnya

Akibat menahan pria bergairah

Rhea menyentuh pelan tangan Benjamin. Dia masih bergidik. “Aku mau pulang.” pintanya. Jemari Benjamin yang tadinya mengepal kuat dengan urat-urat tangannya yang nampak, lantas dia merilekskan diri. Kini perhatiannya tertuju pada Rhea. Kemudian Benjamin menyentuh pipi kiri Rhea lembut. “Ya. Kita pulang.” ucapnya menenangkan.Kemudian tiga orang bawahan Benjamin menerobos masuk. Tampak didalam situasi aman terkendali, dan tak ada hal yang perlu dikhawatirkan. “Urus mereka dan ganti rugi kerusakan pada hotel ini.” perintah Benjamin. “Siap Tuan.” jawab ketiga bawahannya bersamaan. Beberapa menit kemudian Benjamin dan Rhea sampai dikediamannya. Lalu pelayan Ray datang dan memberikan dua buah sapu tangan pada tuannya. Dia baru mendapatkan informasi mengenai penyerangan itu. Pelayan Ray bak tau, bahwa mereka akan membutuhkan benda bernama sapu tangan itu. Benjamin membersihkan tangannya dengan sapu tangan itu, juga wajahnya yang terkena sedikit cipratan darah. Setelahnya dia membantu
Baca selengkapnya

Memuaskan mu

Benjamin menatap Rhea intens. Wajahnya tampak bergairah penuh ide-ide nakal. Benjamin lantas mencumbu bagian perut Rhea dan sesekali menjilatinya dengan lembut.Rhea mengernyit. “Tenanglah Rhea, hari ini aku akan memuaskanmu.” ucap Benjamin.Rhea merasa aneh, hal ini sangat memalukan. Namun, dia tak membenci sentuhan-sentuhan suaminya.Rhea mengepal longgar tangannya, dia menutup malu mulutnya. "Rasanya sangat sulit menghindari bagian ini." benak Rhea. Benjamin mendekatkan wajahnya, dia kembali mencumbu mesra bibir manis Rhea. Hmph…Hmph... “Hah…hah… Ah…”Hawa panas menggelora, memenuhi dan menyumbat pikiran Rhea. Jemari Benjamin menyelinap di setiap sudut tubuh Rhea, dengan tangannya yang nakal merogoh masuk kedalam bagian sensitif Rhea. “Nggh… Ah…” Rhea menutup mulutnya yang terus saja mendesah. “Ah… Hmm… e-enak…”Nghh~Melihat reaksi Rhea, Benjamin memasukan barang miliknya kedalam Rhea.“AH, BE-BENNJ!” Rhea mengerang. Rhea membelalak, dia terkejut dengan erangannya sendir
Baca selengkapnya

Tak pandai dalam melucu

Rhea terbangun dari tidurnya, matanya mengamati sekeliling. Hal pertama yang di cari tak lain adalah Benjamin. Rhea menyadari bahwa Benjamin sudah tak disisinya. Rhea menduga kala dia terlelap Benjamin bergegas pergi untuk mengurusi masalah yang timbul baru-baru ini. “Semalam aku mencuri waktunya. Aku tak berniat menggoda atau memancingnya.” Wajah Rhea merah merona, ingatan semalam memenuhi kepalanya.“Tidak!! tidak!! Jangan muncul dikepalaku lagi.” Rhea dengan cepat memblokir ingatan memalukan itu .Lantas Rhea beranjak dari kasurnya, dia menuju kamar mandi. Rhea menyalakan keran air mengisi bathtub, setelah bathub penuh dia masuk kedalamnya dan merendam diri.Rhea menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, wajahnya merona malu. Bagaimana tidak dia mengingat detail bagaimana Benjamin menjamahnya dan suaranya yang mengerang keras. “Huh! Itu memalukan.” Rhea menyenderkan diri, sembari mendongak menatap langit-langit kamar mandi. “Sulit melupakan hal-hal mengelora malam tadi. Bela
Baca selengkapnya

Kemunculan Kartel

Awalnya Rhea berencana hanya berdiam bak burung dalam sangkar. Namun… “Aku bosan.” keluhnya. “Marie temani aku keluar. Hanya di halaman rumah.” pinta Rhea. Kebosanan yang mencekik membuatnya tak tahan. Kemudian, Rhea berkeliling disekitar halaman rumah ditemani oleh Marie. Terdapat beberapa bunga berwarna-warni indah yang tertata rapi, sangat menarik perhatiannya. Tiga menit kemudian, tampak seorang pria tertatih-tatih berjalan didekat gerbang. Satpam dengan cepat menahannya. Karena tampak mencurigakan. “Kau! Bagaimana bisa sampai kemari?!” tanya satpam itu, dia menyelidik. “Aku penasaran dengan rumah megah ini. Bagaimana orang-orang bisa membangun rumah besar.” jawab kakek itu. “Kau sudah melihatnya, maka pergilah sekarang.” Usir satpam itu. Tapi, Rhea tampak penasaran.Rhea mendekati kakek tua yang bertopi Jerami dengan kaos oblong yang koyak. “Jangan memperlakukan kakek itu dengan kasar.” ucap Rhea terdengar lembut. Satpam menatap nyonya rumah sekejap, tampak dia ingin
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status