Home / Pernikahan / Suami Magang Non-eksklusif / Chapter 1 - Chapter 7

All Chapters of Suami Magang Non-eksklusif : Chapter 1 - Chapter 7

7 Chapters

Kau Ingin Mencobanya?

"Ugh ...."Pasangan itu berciuman dengan panas di atas ranjang. Tangan pemuda itu bergerak, meraba tubuh gadisnya dengan penuh hasrat. "Aku ingin melakukannya, Sayang," bisiknya parau di telinga gadisnya.Gadis itu mendesah hebat. Kemejanya sudah terlepas. Menyisakan bra transparan yang sedang kekasihnya berusaha lepaskan.Jemari pemuda itu melepaskan kaitan bra. Tangan satunya beralih menjamah gunung kembar yang sudah tidak terhalang apapun, meremasnya sedemikian rupa. Membuat gadisnya mendesah hebat.Ciuman itu kembali berlanjut. Lebih panas, lebih menunutut. Si pemuda memagut cepat bibir gadisnya, sesekali menggigitnya pelan. Tangannya mendorong tubuh gadis itu jatuh ke ranjang, tubuhnya mengikuti dengan alamiah tanpa melepaskan ciuman."Kau sungguh gila, Sayang. Kau membuatku gila!"Si gadis masih mendesah. Tak mau hanya diam, tangannya membuka kancing kemeja pemuda yang tengah menindih tubuhnya. Dada bidang itu sempurna terbuka. Begitu kokoh dan sangat menggiurkan untuk dijamah.
Read more

Jodoh Pilihan Opa

"Kalian menikahlah! Opa bisa pergi dengan tenang kalau cucu kesayangan Opa menikah dengan pemuda sebaik Nak Agam."Aina melirik Agam yang duduk tak jauh darinya. Pemuda itu baru saja datang dengan Tante Maya setengah jam lalu. Iseng membahas dengan Mama kenapa anak-anak mereka yang sudah masuk usia matang belum juga menikah. Sepuluh menit kemudian Aina bergabung. Celetukan itu keluar begitu saja dan siapa yang mengira kalau semua orang yang ada di situ justru semangat menanggapinya."Bagaimana kalau Aina menikah saja dengan Agam. Mereka sepertinya akan cocok.""Benarkah?" Mama semangat menanggapi. "Apa Agam tidak keberatan? Anakku Aina jauh dari kata sempurna. Dia masih kekanak-kanakan. Tidak seperti Agam yang sudah jauh lebih dewasa."Tante Maya tersenyum menanggapi. "Agam tentu akan setuju. Apalagi Aina cantik dan ceria. Soal kekanak-kanakan, itu cukup wajar mengingat usianya lebih muda lima tahun dari Agam, bukan?" Tante Maya melirik Agam yang memilih diam mendengarkan. Walau sama
Read more

Pernikahan Yang Direstui Semesta

"Maaf, Agam." Aina menghela nafas pendek. Dia menunduk cukup lama untuk kemudian menatap pemuda di depannya itu."Aku tetap tidak akan bisa menikah denganmu. Aku akan membujuk Opa untuk membatalkan pernikahan kita."Agam memilih diam. Dia sadar kalau jalannya untuk menikahi Aina memang terlalu mulus. Terlalu penuh keberuntungan dan terlalu tidak mungkin. Gadis itu jelas bisa menolak."Kau selalu bisa menemukan sosok gadis yang lebih baik dariku, Kawan." Aina menepuk pundak Agam, lalu melangkah keluar dari tempat itu lebih dulu."Aku tidak butuh gadis yang lebih baik, Aina. Aku cuma mau kamu," gumam Agam sembari menatap kepergian gadis itu.Jika mengikuti kemauan Aina, dia akan meminta Opa menunda pernikahan itu. Cukup dua bulan. Aina akan menggunakannya untuk memperjelas hubungannya dengan Bintang. Apakah bisa mengarah ke arah pernikahan atau tidak. Bila pun tidak, dia bisa mencari calon suami idamannya sendiri saat itu.Masalahnya jangankan waktu dua bulan, Aina bahkan tidak diberik
Read more

Kontrak Non-eksklusif

"Kau sudah sadar, Aina. Tidak perlu berpura-pura seperti itu." Agam meneguk kopinya yang sudah dingin.Hari sudah malam. Saat ini mereka sedang berada di kediaman Agam. Saat pingsan di rumah sakit tadi, Agam memang sengaja membawa istri barunya itu ke rumah miliknya, bukan rumah keluarga Aina.Aina mengehela nafas kasar. Membuang selimut yang menutupi tubuhnya."Kenapa kau membawaku ke sini?" Agam tersenyum, dia meletakan cangkir kopinya di meja. "Ini rumahku dan sekarang menjadi milikmu juga. Tidak ada salahnya kalau kita bermalam di sini, bukan?"Aina mendengus sebal. Dia memang sudah sadar setengah jam yang lalu. Otaknya langsung mencerna apa-apa saja yang sudah terjadi. Kondisi Opa. Pernikahan itu. Semuanya itu nyata terjadi.Gadis itu masih mencoba mencari jalan keluar saat Agam membuka pintu kamar dan duduk di atas sofa, mungkin menungguinya sadar. Sialnya akting pura-pura tidurnya masih minim sehingga mudah saja Agam mengetahuinya."Tapi kalau kau menginginkan kamar di sebuah
Read more

Istri Mungil VS Ponakan Kecil

Tidak ada bulan madu. Aina bahkan menolak mentah-mentah sebelum Agam mengutarakannya."Aku akan cuti kerja lima hari. Orang kantor hanya tahu Opaku sakit. Hanya itu."Itu sarapan pertama mereka sebagai suami-istri. Agam menepati janjinya. Dia bahkan menyiapkan semuanya seorang diri."Kalau begitu aku juga akan mengajukan cuti selama seminggu," Agam menimpali. "Aku akan memikirkan alasannya nanti."Mereka tidak mengatakan apapun lagi setelahnya. Hanya denting sendok dan garpu yang beradu dengan piring yang mengisi langit-langit rumah.Selang lima menit, saat piring-piring hampir kosong, bel rumah berbunyi. Agam bangkit dari duduknya, berjalan ke arah pintu utama. Meninggalkan Aina yang sama sekali tidak merasa perlu untuk peduli."Om Agam, kejutan!""Nay!" Agam sungguhan terkejut. Gadis mungil usia sekitar lima tahun itu berdiri seorang diri di depan pintu sembari memegang coklat yang sudah habis separuhnya."Kau ke sini dengan siapa?"Gadis mungil yang dipanggil Nay itu menunjuk pintu
Read more

Diam-Diam Memperhatikan

"Kau masih marah?""Menurutmu?"Agam mengusap bagian belakang leher, menatap Aina dengan sedikit sorot sesal."Nay masih anak-anak. Jadi, aku harap kau bisa memakluminya."Aina mendengus kesal. Sekarang dia juga harus memaklumi tingkah ponakan suami kontraknya. Besok apalagi? Dia juga harus memaklumi tingkah tante-tantenya, tetangganya dan tukang sayur yang sibuk ingin tahu."Kenapa aku harus memakluminya? Dia bukan siapa-siapa dan dia jelas bersalah," seru Aina dengan tegas.Agam menghela nafas panjang. Saat ini mereka sedang duduk di ruang makan. Nay sudah pulang setengah jam yang lalu setelah Aina memarahinya habis-habisan."Aku tidak suka saat ada orang yang menyentuh barang milikku. Apalagi merusaknya Agam." Aina bangkit dari duduknya. Dia sudah selesai dengan makanan di piringnya. "Tanpa terkecuali."Aina melangkah ke dapur, meninggalkan Agam yang masih setia dengan makanan di piringnya. Membiarkan percakapan itu berakhir dengan jelas. Aina sama sekali tidak merasa bersalah kare
Read more

Kunjungan ke Rumah Opa

"Opa!"Aina berlari kecil lantas memeluk Opa yang sedang menyiram tanaman. Opa bahkan sempat terdorong mundur ke belakang karena Aina memeluknya dengan terlalu semangat."Aina kangen banget sama Opa." Aina melepas pelukan, sekilas bening air mata terlihat dari sudut matanya. "Opa baik-baik saja, kan? Atau masih ada yang sakit?""Opa baik-baik saja, Aina." Opa mengusap lembut rambut Aina. "Jauh lebih baik.""Itu Agamnya gak disuruh masuk?" Mama keluar dari dalam rumah. Mungkin karena mendengar suara keributan kecil yang sudah Aina ciptakan."Pagi, Ma!" Agam inisiatif menyapa lebih dulu. Berjalan mendekati Mama untuk mencium tangannya. "Bagaimana kabar Mama?""Jauh lebih baik dari sebelumnya. Apalagi melihat menantu kesayangan Mama berkunjung," ujar Mama dengan senang."Dari mana kau tahu kalau aku suka mangga, Agam?" Opa mendekat, ikut bergabung."Aina yang mengatakannya Opa. Jadi, kami membelinya sedikit. Agam pikir Opa akan menyukainya.""Opa akan selalu suka apapun yang kamu bawa."
Read more
DMCA.com Protection Status