Semua Bab Pernikahan Sebatas Status: Bab 31 - Bab 40

104 Bab

Langit Malam

Jingga merasa kesulitan berkonsentrasi. Sejak Sandra mengatakan bahwa Ganendra akan pergi berkencan, kepalanya seperti kosong. Jingga tak mampu berpikir. Padahal di depannya ada beberapa orang perwakilan dari wedding organizer yang telah disewa oleh Ganendra. Sandra sampai harus menyenggol lengan Jingga berkali-kali. "Bagaimana, Bu Jingga?" tanya Sandra lembut. "Ah, ehm, saya ...." Jingga kembali termangu. Dia sama sekali tak memahami maksud pembicaraan pegawai wedding organizer tersebut. Yang Jingga pahami hanyalah pilihan adat pernikahan. "Saya terserah bagaimana baiknya saja," ucapnya malu-malu. Sandra dan para pegawai wedding organizer saling pandang sebelum kembali memusatkan perhatian pada Jingga. "Bu, mereka menawarkan dua konsep, modern atau tradisional?" tanya Sandra, berusaha menjelaskan pada Jingga dengan bahasa sesederhana mungkin. "Kalau Pak Ganendra suka yang seperti apa?" Jingga balas bertanya. "Kalau dia sih, suka yang simpel," jawab Sandra yakin. "Dalam hal ini, k
Baca selengkapnya

Angan Liar

Ganendra menunduk. Dia mengamati punggung tangan milik si gadis belia yang berada di perutnya. Diusapnya permukaan kulit kuning langsat yang terasa halus itu. "Siapa namamu?" tanyanya basa-basi."Kan tadi aku sudah mengenalkan diri, Om. Namaku Indah," jawab si gadis sambil tetap membenamkan wajahnya di punggung lebar Ganendra."Jadi, kamu baru berusia 17?" Ganendra dapat merasakan kepala Indah bergerak. Gadis itu mengangguk. "Aku sudah kelas 3 SMA, Om. Sebentar lagi lulus," jawab Indah, masih dengan nada manja."Kenapa kamu mau melakukan ini?" tanya Ganendra lagi.Indah terdiam, tak segera menjawab. "Teman-temanku bilang, rugi aku punya wajah cantik, tapi tidak menghasilkan," ujarnya kemudian.Ganendra mengernyit. Dia langsung membalikkan badan, menghadap ke arah si gadis dengan sorot bertanya-tanya. "Apa maksudnya?"Indah mengangkat kedua bahunya. "Semua temanku punya hp bagus, jam tangan mahal, pakaian mahal. Aku juga ingin begitu," jawabnya enteng. "Teman-temanku sudah tidak ada ya
Baca selengkapnya

Pesona Ganendra

"Ck, dasar Sandra!" Ganendra mengepalkan tangan, lalu memukulkannya ke permukaan ranjang. "Bukankah anda sudah puas?" Jingga memberanikan diri untuk bertanya lagi."Kamu mulai membangkang sekarang, ya." Ganendra menyeringai penuh arti. "Kalau aku memintamu untuk melayani, itu artinya aku belum puas.""A-aku ...." Keringat dingin membasahi dahi Jingga. Ingin rasanya dia menolak, tetapi kata-katanya seolah tertahan di kerongkongan. Jingga tak bisa membayangkan jika harus berbagi suami dengan perempuan lain. "Besok saja, Pak. Aku lelah." Akhirnya, dia nekat menolak. "Lelah? Kenapa bisa lelah? Apa yang kamu lakukan seharian?" cecar Ganendra. "Masa mengobrol dengan Anggada saja bisa lelah?" sindirnya.Sontak, Jingga membeku. Mata indahnya membulat sempurna. "Kok, a-anda tahu?""Jingga, ingat. Rumah ini berharga ratusan milyar. Tidak mungkin aku membiarkannya tanpa penjagaan ketat. Ada puluhan kamera pengawas dan sensor laser yang kupasang di berbagai titik di sudut rumah ini." Ganendra
Baca selengkapnya

Kaos Partai

Rasa marah, kecewa dan sakit hati yang teramat sangat kembali mendera. "Bodohnya aku," rutuk Jingga seraya memukuli dahinya pelan. Dia sangat menyesal karena tak pernah bisa melawan kehendak Ganendra. Dengan langkah gontai, Jingga melangkah masuk, lalu berdiri di bawah shower. Dia menyalakan shower itu dan mulai terisak pelan. Air matanya bercampur dengan aliran air hangat yang tercurah dari shower. Tak akan ada yang tahu jika dirinya menangis saat itu. Termasuk Ganendra yang tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya. "Kenapa tidak membangunkan aku? Kan kita bisa mandi bersama," goda Ganendra sembari mengusap lembut lengan Jingga. Merasa tak mendapat tanggapan, Ganendra bergerak semakin mendekat, lalu mengecup pundak istrinya. "Mandikan aku," pintanya lirih. Usil, Ganendra menggigit pelan daun telinga Jingga. "Aw." Jingga memekik pelan. Dia sedikit menggeser tubuhnya menjauh dari Ganendra, lalu buru-buru menyelesaikan mandinya. "Maaf, Pak. Aku tiba-tiba tidak enak badan," elak Jingga.
Baca selengkapnya

Ancaman

"Kamu pikir aku tukang becak?" sungut Ganendra. "Kaos polo saja, lah," putusnya kemudian. "Di sebelah mana?" Jingga menoleh ke arah Ganendra. "Di sebelah lemari blazer," tunjuk pria yang hanya berbalut handuk itu. Jingga mengulum bibir, menahan tawa yang mendadak muncul. Dia membayangkan Ganendra seperti Tarzan yang suka sekali memamerkan tubuh atletisnya. "Yang ini?" Jingga mengambil sepotong polo shirt berwarna biru muda, serasi dengan dress yang dia pakai. "Boleh." Ganendra tersenyum penuh arti. "Outfit couple, ya," godanya. "Anda sendiri kan yang mengatakan kalau kita harus bersikap seperti suami istri sebenarnya di depan semua orang," dalih Jingga. "Betul." Senyum Ganendra semakin lebar. "Sekarang ambilkan pakaian dalam dan celana." "Astaga!" Jingga melotot tak percaya. "Cepat, aku sudah kedinginan," desak Ganendra. Dalam hati, Jingga meratapi nasib, tapi tetap tak bisa berbuat apa-apa untuk menolak keinginan Ganendra. Malu-malu, dia membuka laci besar yang menjadi temp
Baca selengkapnya

Menemukan Jodoh

Ganendra tertawa mendengarkan ancaman Anggada. Dia menggeleng pelan sambil berkata, "Sepertinya kamu harus belajar hukum lebih dalam lagi. Menuduh tanpa bukti itu bisa dijerat dengan pasal pencemaran nama baik. Bisa-bisa, kamu yang kuseret ke penjara." Ganendra mengarahkan telunjuknya lurus kepada Anggada. Suasana menjadi tegang saat itu. Jingga dan Sandra saling pandang, tetapi sama-sama tak mengucapkan sepatah katapun. "Kalau begitu, bisakah anda ceritakan, darimana asal luka-luka yang diderita oleh Bu Jingga?" tanya Anggada datar. Ganendra mengetuk-ngetukkan jemarinya ke permukaan meja makan. Harapan agar bisa sarapan pagi dengan damai hanya bersama Jingga, musnah sudah. Kini, dia harus menghadapi segala keingintahuan Anggada. Awalnya, Ganendra berencana untuk menyembunyikan drama penculikan Jingga oleh Hilda. Dia ingin menggunakan kejadian itu sebagai senjata jika suatu saat Hilda berbalik menyerangnya. Namun, apa dikata, desakan Anggada membuat dirinya tak bisa berdiam diri.
Baca selengkapnya

Gaun Pengantin

"Eh, Pak. Maaf, saya pergi dulu. Saya baru ingat kalau ada pekerjaan yang belum saya selesaikan di kantor," pamit Sandra tiba-tiba. Dia tidak dapat menyembunyikan sikap gugupnya saat Ganendra memandang ke arahnya dengan sorot curiga. "Nanti kita lanjutkan lagi ngobrolnya ya, Bu," ucap Sandra lembut seraya melepaskan tangan Jingga yang sedari tadi dia genggam. Dia lalu meninggalkan ruang makan dengan tergesa-gesa. "Ah, sayang sekali. Kak Sandra belum sempat menyelesaikan sarapannya." Jingga menunjuk piring Sandra. "Dia sudah biasa makan sedikit. Sandra suka sekali menjalankan diet, karena takut gemuk," jelas Ganendra. "Anda sangat memahami Kak Sandra rupanya." Jingga tersenyum kecut. Setitik cemburu mulai menggodanya. "Begitulah. Sudah bertahun-tahun dia bekerja pada keluargaku. Mau tidak mau, aku jadi tahu kebiasaannya," papar Ganendra enteng. "Anda pasti senang, ya. Setiap hari selalu dikelilingi perempuan cantik," pancing Jingga. "Bagiku, setiap perempuan itu sama saja. Canti
Baca selengkapnya

Berlian Merah

"Lantas? Apa maumu?" Ganendra menoleh pada Jingga seraya memicingkan mata.Bukannya menjawab, Jingga malah mengangkat bahu. "Kamu tidak ingin bercerai?" terka Ganendra, membuat wajah Jingga merah padam."Bukan!" elak Jingga dengan segera. "Se-seharusnya tidak perlu ada pesta besar-besaran! Toh, kita sudah sah menikah secara agama dan negara.""Itu menurutmu. Bagiku, sebuah pengesahan secara sosial itu penting. Dengan pesta, akan lebih banyak orang yang mengetahui dan mengakui status pernikahanku," papar Ganendra.Jingga menarik napas panjang. Dia tak memahami seluk beluk pergaulan kalangan atas, sehingga percuma baginya untuk protes.Jingga kembali terdiam sampai mobil yang ditumpangi, tiba di sebuah butik perhiasan."Ini langganan Hilda," jelas Ganendra tanpa diminta.Jingga kembali mengikuti langkah Ganendra, masuk ke bangunan mewah itu. Di pintu masuk, mereka langsung disambut oleh dua orang pegawai berserag
Baca selengkapnya

Kecelakaan

"Kecelakaan?" Ponsel Jingga hampir saja terjatuh. Untung dia sigap menangkapnya. "Bagaimana keadaan suamiku? Di mana dia sekarang?" cecar Jingga panik."Pak Ganendra sudah dibawa ke rumah sakit. Kalau Nyonya ingin menyusul sekarang, biar Pak Amir yang mengantar ke rumah sakit," tutur Darni. "Iya, aku mau melihat keadaan suamiku ...." Seluruh tubuh Jingga gemetar. Tenaganya seolah menguap. Kakinya seakan kesulitan menopang tubuh, sehingga Jingga kesulitan berjalan mengikuti Darni yang tergesa.Sesampainya di teras, Jingga melihat mobil Anggada yang tadi sudah meninggalkan kediaman Ganendra, kembali masuk dan berhenti tepat di depan teras. Asisten pribadi Atmawirya itu buru-buru berlari mendekat ke arah Jingga, bersamaan dengan Amir, sopir pribadi Ganendra, yang juga turut menghampirinya."Saya sudah siap, Nyonya.""Ayo, kuantar." Amir dan Anggada berkata secara bersamaan.Jingga sempat memperhatikan dua pria berbeda usia di depannya itu bergantian."Biar saya saja yang mengantar, P
Baca selengkapnya

Perdebatan

"Aku ingin kita melewati rute kecelakaanku tadi, Pak Anggada," pinta Ganendra."Untuk apa?" Jingga mengernyitkan dahi keheranan."Aku ingin melihat mobilku untuk terakhir kalinya," ujar Ganendra lesu.Mau tak mau, Anggada menuruti keinginan aneh majikannya itu. Sesampainya di tempat bekas kecelakaan, mereka melihat bahwa mobil Range Rover hitam keluaran terbaru milik Ganendra sudah diangkat ke pinggir jalan. Bagian depan dan atas kendaraan mewah itu ringsek tak berbentuk. Sebuah mobil derek, siap membawanya meninggalkan lokasi kecelakaan."Ya, ampun. Separah itu?" Jingga menutup mulutnya yang terbuka lebar dengan kedua tangan."Sepertinya Tuhan masih sayang padaku. Dengan kondisi mobil separah itu, aku hanya mengalami luka ringan," ujar Ganendra."Sepertinya Tuhan lebih sayang istri anda. Tuhan tak ingin Bu Jingga menderita dengan menjadi janda," sahut Anggada dari balik kemudi."Apa bisa, sekali saja anda tidak ikut campur obrolan kami?" gerutu Ganendra."Maaf, telinga saya tak seng
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status