Semua Bab Pernikahan Sebatas Status: Bab 91 - Bab 100

104 Bab

Padam

"Kerja anda benar-benar luar biasa. Semua yang kubutuhkan ada di dalam sini." Ganendra membolak-balik lembaran berkas berisi data dan informasi penting tentang Dewandaru sambil tersenyum puas. Dia memang sengaja menyewa detektif swasta untuk menyelidiki masa lalu dan latar belakang Dewandaru yang menurutnya sangat misterius. "Saya juga sangat senang bekerja sama dengan anda," ucap detektif Jansen."Ke depannya, aku tetap akan memakai jasamu untuk beberapa pekerjaan penting," ujar Ganendra."Saya tunggu dengan senang hati," timpal sang detektif sebelum berpamitan dan berlalu dari apartemen Ganendra.Sementara Ganendra menutup pintunya sembari fokus kembali pada lembaran kertas yang baru saja dia terima. Berkas-berkas itu berisi tentang semua hal yang berhubungan dengan Dewandaru Hardiyata yang selama ini dikenalnya sebagai Anggada.Pria yang berhasil merusak rumah tangga Ganendra itu ternyata sudah tinggal di Inggris sejak lama, sesuai dengan yang pernah Atmawirya ceritakan kepadanya.
Baca selengkapnya

Boneka Lucu

"Adik kandung?" Jingga langsung menghentikan langkahnya. "Dulu, waktu aku terpisah dari Ganendra, aku benar-benar terpuruk. Tidak sedetikpun aku tidak menyalahkan diriku karena terpaksa meninggalkannya. Aku selalu terbayang wajahnya saat terakhir kali kami bertemu," isak Gita. "Beruntung, Haedar selau menyemangatiku setiap saat. Aku sedikit terhibur, meskipun tidak bisa menghilangkan rasa sedihku berpisah dari Ganendra. Sampai dua tahun kemudian, aku dinyatakan positif hamil. Aku seperti merasa, Tuhan sedang memberikanku kesempatan kedua," ungkap Gita. "Jadi ... Pak Ganendra memiliki saudara," cetus Jingga lirih. "Iya, usia Ganendra dan Armas selisih tiga tahun. Namun, wajah Armas sangat mirip dengan Ganendra. Tuhan menciptakannya demikian untuk mengobati rasa rinduku akan Ganendra," ujar Gita. "Oh." Jingga tersenyum kaku, lalu mengangguk. Tak terbayang rasa galaunya ketika akan bertemu dengan seseorang yang memiliki kemiripan dengan Ganendra. Hal itu pasti akan membuat Jingga sem
Baca selengkapnya

Mencari Jingga

"Pertanyaan macam apa itu, Ma?" Armas tertawa salah tingkah. "Kelihatannya kamu senang sekali dengan kehadiran Jingga di sini," goda Haedar. "Siapa yang tidak senang kalau anggota keluarga kita bertambah satu. Pasti suasana akan terasa lebih ramai," ujar Armas. "Apalagi kalau bayi kecilnya lahir. Kalian akan dibuat tidak tidur semalaman," kelakar Gita seraya tertawa. Jingga pun ikut tertawa. Betapa hangatnya suasana saat itu, berbanding terbalik dengan udara di luar yang hampir menyentuh suhu nol derajat celcius. "Semua ini menjadi sempurna seandainya Pak Ganendra ada di sini," celetuk Jingga tanpa sadar. Seketika keadaan menjadi hening. Semua mata memandang ke arah Jingga dengan sorot iba, terutama Gita. Wanita itu kembali menitikkan air mata. "Aku berjanji, kita akan menemukan Ganendra dan membawanya kembali ke sini, Nak," hibur Gita sembari mengusap lembut pipi Jingga. "Elio makan!" celetuk Elio, menyela pembicaraan serius itu. Jingga yang awalnya murung, menjadi tersenyum m
Baca selengkapnya

Sophia

Ganendra begitu bersemangat menaiki taksi menuju tempat tinggal Jingga. Tak dipedulikannya rasa lelah atau jetlag karena sudah melalui perjalanan udara selama enam belas jam.Sesampainya di rumah penuh kenangan yang menjadi penyebab dia menikahi Jingga itu, Ganendra langsung membuka pagar kayu dan berjalan melintasi halaman depan.Rumah itu tampak sepi, padahal waktu masih menunjukkan pukul tujuh malam. Penasaran, Ganendra mengetuk pintu depan rumah Jingga kencang.Lukman yang tengah berada di kamarnya, langsung bergegas menuju ruang tamu. Sebelum membuka pintu, dia sempat mengintip dari balik tirai jendela.Paman Jingga itu terkesiap saat menyadari bahwa Ganendra lah yang datang mengunjunginya. Bukannya menghubungi Jingga atau Gita, dia malah menekan nomor kontak Dewandaru.Sejak Gita meninggalkan Indonesia, Dewandaru gencar sekali mendekati Lukman dan menasihati banyak hal tentang betapa buruknya sifat Ganendra.Tak berselang lama, teleponnya diangkat oleh Dewandaru. "Selamat malam,
Baca selengkapnya

Lamunan Jingga

"Sophia ...." Mata indah Jingga kosong menatap sang putri yang tampak damai di gendongan. "Aku suka nama itu. Terima kasih, ya," ujarnya seraya mengalihkan pandangan pada Armas.Untuk sejenak, tatapan mereka saling beradu. Entah apa yang Armas rasakan, karena dia langsung memalingkan muka, berpura-pura menggoda Elio. Namun, Armas tak dapat menyembunyikan sikap salah tingkahnya.Begitu pula Jingga. Setiap kali melihat paras tampan Armas, dia selalu terbayang Ganendra. Dalam benak Jingga, dunianya pasti akan terasa sempurna ketika Ganendra hadir dan turut membesarkan putri mereka bersama-sama.Akan tetapi, kenyataannya kini, Jingga harus merawat seorang anak tanpa kehadiran Ganendra. Terbayang olehnya, sepulang dari rumah sakit nanti, dia akan menjalani peran yang benar-benar baru sebagai seorang ibu."Apa yang kamu pikirkan, Nak?" tanya Gita lembut, membuyarkan lamunan Jingga."Sa-saya tidak pernah merawat bayi sebelumnya," jawab Jingga malu-malu."Jangan khawatir, Sayang. Kamu tidak se
Baca selengkapnya

Menyerah

Hari itu menjadi hari yang paling menyenangkan sekaligus menegangkan bagi Jingga. Untuk pertama kalinya, dia melakukan perjalanan jauh bersama balita kecil yang tak jua berhenti merengek di pangkuannya."Cici pusing," keluh Sophia. Dia selalu menyebut namanya dengan sebutan 'Cici'. "Tidak apa-apa, Cici. Nanti kalau pesawat ini sudah berada di atas awan, kamu tidak akan pusing lagi!" seru Elio yang duduk bersama sang ayah, agak jauh dari Jingga.Beruntung mereka memesan penerbangan kelas satu dengan kursi tambahan sehingga anak-anak dapat bergerak dengan nyaman."Cici takut." Kini balita cantik yang genap berusia dua tahun itu merengek."Jangan takut. Ada mama, Sayang," hibur Jingga seraya memeluk putrinya erat-erat. "Kita terbang untuk bertemu dengan Papa Cici. Dia ada di Indonesia," bujuknya sedikit berbohong."Papa?" Mata bulat itu terbelalak dan tampak menggemaskan. Setelah mendengar kata 'Papa', barulah Sophia merasa tenang. Perjalanan yang ditempuh selama kurang lebih 22 jam, b
Baca selengkapnya

Masih Mencari

Armas termangu menatap paras cantik yang kini sudah terlelap itu. Meninggalkan dirinya terjaga sendirian dalam kegalauan. Diperhatikannya wajah Jingga yang tampak begitu damai. Matanya terpejam rapat, sedangkan bibirnya yang penuh dan ranum itu sedikit terbuka, membuat naluri kelelakian Armas bangkit sempurna.Beruntung, suara rengekan Sophia menyadarkannya. "Mama, cucu," pinta Sophia sambil menangis.Lagi-lagi Armas harus bersyukur. Sophia kini sudah disapih. Dia tidak lagi minum ASI sang ibu. Sophia kini beralih pada susu botol. Bisa gawat seandainya balita lucu itu masih harus menyusu pada Jingga. Bisa-bisa Armas akan terkena serangan jantung mendadak, karena melihat apa yang seharusnya tak dia lihat."Kamu haus, Sayang? Biar aku yang membuatkan susu untukmu, karena sepertinya ibumu sedang pingsan." Armas tertawa geli melihat Jingga yang tak jua bangun. Pria rupawan itu bangkit perlahan. Disingkirkannya tangan mungil Elio yang melingkar di lengan Armas.Dia lalu turun dari ranjang
Baca selengkapnya

Gagal Move on

Semalam sudah Jingga menginap di rumah sendiri. Kini, dia dapat bernapas lega karena tak perlu sekamar lagi dengan Armas. Pria tampan itu menempati kamar tamu bersama Elio.Keesokan harinya, Jingga mengajak Armas bertemu dengan Echa dan Marini di rumah mereka. Tak terkira betapa senangnya Marini melihat kedatangan Jingga."Ya, ampun. Kamu makin cantik saja, Ngga!" sanjung Echa takjub."Ini Sophia, ya? Akhirnya kita bisa bertemu secara langsung. Biasanya cuma lewat panggilan video!" ujar Marini antusias seraya menggendong balita cantik itu."Dan ini Elio. Anak tampan yang selalu mengganggu panggilan video kalian." Jingga mendorong lembut tubuh Elio agar semakin mendekat pada Echa."Akhirnya, aku bisa mencubit pipimu, ya!" seru Echa sembari mengusap gemas pipi Elio, lalu mencubitnya pelan."Ini Papa. Dia juga sering lewat di sebelah Tante Jingga setiap kali Tante sedang menelepon. Papa suka penasaran dan sering cemburu," celoteh Elio yang begitu lancar berbicara bahasa Indonesia. Dia ta
Baca selengkapnya

Penyesalan

"Hei, ada tamu rupanya," sapa Armas yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Jingga. Armas yang awalnya berada di dalam kamar sambil menjaga dua bocah yang tengah tertidur, bergegas mengikuti Jingga ke ruang tamu.Dewandaru tak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya saat melihat sosok adik kandung Ganendra itu. Wajahnya begitu mirip dengan sosok pria yang dia benci. "Siapa dia, Ngga?" desis Dewandaru."Armas," sahut pria bertubuh tegap tersebut seraya maju menghampiri Dewandaru. Dia mengulurkan tangan sambil menyunggingkan senyuman hangat.Dewandaru tak segera menyambut uluran tangan itu. Dia masih sibuk memindai paras tampan yang terus menatapnya penasaran. "Armas?" ulang Dewandaru beberapa saat kemudian."Gita Wulandari dan Haedar Dhanurendra adalah nama orang tuaku." Senyuman Armas semakin lebar tatkala memperhatikan raut bingung Dewandaru. "Apa mereka tidak pernah bercerita tentangku?"Dewandaru menggeleng. "Mereka selalu tertutup selain untuk urusan pekerjaan," jawabnya pelan."Ah
Baca selengkapnya

Oranje Licht

"Anda tidak sedang bercanda, kan?" Suara Jingga bergetar menahan emosi yang meletup-letup di dalam dada. Perutnya terasa mulas sekaligus geli. "Selama ini, akulah yang menghalangi pencarian Bu Gita. Padahal sudah beberapa bulan terakhir ini aku menemukan keberadaan Ganendra, tapi aku menyembunyikannya dengan segala cara dari kalian," ungkap Dewandaru. "Di mana dia?" Air mata haru mengalir deras di pipi Jingga. "Di Belanda. Ganendra membangun resort di pesisir Utara. Kamu bisa mencarinya di mesin pencarian internet. Akan tetapi, nama yang tercantum sebagai pemilik resort itu adalah Markus Meinn. Sepertinya Ganendra memang berniat menyembunyikan identitas diri. Entah untuk apa," jelas Dewandaru."Kamu tahu, Ngga? Dia menamai resortnya 'Oranje Licht'. Bahasa Belanda yang bermakna Cahaya Jingga," sambung pria tampan itu."Tidak." Jingga menggeleng lemah. Dia menutupi wajahnya dengan kedua tangan. "Ganendra juga sempat kemari, dua tahun yang lalu," timpal Lukman tiba-tiba. "Dia menanya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status