Aku menelan ludah gugup. Baru juga senang-senang sama si doi, tapi setengah jam kemudian aku justru mendapatkan panggilan dari emaknya si doi buat datang ke sebuah cafe. Datang, dong, aku sebagai calon menantu yang baik dan tidak sombong. Tapi, eh, tapi, aku justru harus kecewa. “Duduklah!” ujar Tante Anggun, mempersilakan.Aku tersenyum meringis ketika tanganku diabaikan oleh Tante Anggun. Sabar-sabar, anggap aja mungkin tanganku ini sedang tak beruntung bisa bersalaman dengan camer.“Cih! Sok cantik!”Keningku mengernyit dalam. “Apaan, sih, ini orang? Lagian, kenapa harus ada wanita itu, aih? Kan, aku jadi makin kesal. Tapi, ah, sudahlah.”Kini, aku hanya bisa diam dan mendengarkan setiap ucapan Tante Anggun. “Langsung aja ya, Na. Jujur, Tante itu gak ada masalah sama kamu,” ujarnya mengawali.“Tapi, kamu tahu sendiri, kalau keadaan kami itu lagi gak baik-baik saja. Kami sudah kehilangan semuanya, bahkan, kami harus tinggal di tempat yang jelas sangat jauh dari kata mewah,” urai
Read more