Home / Romansa / Puber Kedua Pak Suami / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Puber Kedua Pak Suami: Chapter 91 - Chapter 100

106 Chapters

91. Pria Itu Bernama Fariz

Pria itu terus berjalan pelan, tapi pasti ke arah Roy dengan tatapan lekat pada pemuda itu. Tatapannya setajam elang yang seolah tak ingin kehilangan buruannya.“Aku bilang supaya diam di tempat!” hardik Roy terdengar panik. Lengannya yang sudah melingkar di leher jenjang Amelia, kini dia tekan hingga sang gadis menjerit karena rasa sakit di lehernya.“Argh!” jerit Amelia. Napasnya memburu antara rasa takut dan sakit yang melanda secara bersamaan.Rupanya hentakan lengan Roy di leher Amelia mampu menahan langkah pria itu.“Kamu ini masih muda, Bung. Jangan sia-sia kan masa muda kamu dengan perbuatan yang bisa merugikan diri sendiri. Kalau kamu menyakiti gadis itu, pintu penjara terbuka lebar untukmu. Apa kamu mau menghabiskan masa mudamu mendekam di penjara?” ucap pria itu datar.Roy yang terlihat gusar lalu bergerak mundur, dan tak menyadari kalau di belakangnya terdapat batu besar. Dan...“Argh!” pekik Roy ketika dirinya terjungkal ke belakang setelah kakinya terantuk batu besar itu
last updateLast Updated : 2024-03-15
Read more

92. Musibah Membawa Berkah

Amelia dan Fariz diperbolehkan pulang setelah selesai memberikan keterangan pada penyidik. Sedangkan Roy dan Sarah masih diperiksa secara intensif. Ibu dan anak itu masih harus menjawab beberapa pertanyaan lagi.Andi tiba di kantor polisi itu setelah Rafi meneleponnya. Sebelumnya, pria paruh baya itu masih dalam perjalanan menuju ke lokasi, sesuai dengan petunjuk dari lokasi yang dikirim Amelia.“Mel, kamu nggak apa-apa?” tanya Andi ketika sudah menemukan anak gadisnya.“Iya, Pa. Aku nggak apa-apa. Cuma kaki ini kayaknya nanti mesti diurut karena tadi terkilir,” sahut Amelia lirih.“Dia juga ditampar tadi oleh Roy, Pa,” timpal Rafi.“Roy? Siapa dia?” tanya Andi dengan kening yang berkerut.“Dia keponakannya Larasati,” sahut Rafi dengan wajah masam kala menyebut nama wanita penghancur rumah tangga orang tuanya.“Keponakan Larasati? Kayaknya keponakan Larasati nggak ada yang namanya Roy.” Andi berkata sambil matanya menerawang. Mencoba mengingat siapa saja saudara mantan istri sirinya y
last updateLast Updated : 2024-03-16
Read more

93. Rayuan Andi

Andi dan kedua anaknya tiba di rumah ketika waktu menunjukkan pukul delapan malam.Hanum yang sudah diberitahu Rafi perihal kejadian yang menimpa pada diri Amelia, lantas berlari ke teras dan merengkuh anak bungsunya ke dalam pelukan.“Sayang, kamu nggak apa-apa kan? Kata kakak kamu, kakimu terkilir. Mama sudah panggil tukang urut. Sekarang sudah menunggu di ruang keluarga. Jadi kamu cepat mandi sekarang, supaya bisa langsung diurut. Kalau nggak diurut, pasti akan semakin sakit kaki kamu nantinya,” ucap Hanum dengan mata yang sudah basah. Dari semenjak dia tahu kejadian yang menimpa anak bungsunya, kedua matanya tak berhenti untuk menangis walau sekejap.“Iya, Ma, aku mandi sekarang. Maafkan aku yang nggak dengarkan nasihat Mama supaya hati-hati,” sahut Amelia lirih.“Sudah, nggak apa. Kamu jadikan saja ini sebuah pelajaran berharga, agar nggak terjadi lagi ke depannya nanti, ya,” ucap Hanum lembut.Amelia menganggukkan kepalanya, lalu melangkah masuk ke dalam rumah dengan diikuti ole
last updateLast Updated : 2024-03-17
Read more

94. Menemani Amelia

Andi akhirnya mau tak mau menganggukkan kepala, meski ragu. Baginya satu tahun itu waktu yang cukup lama. Dirinya sudah dirundung kerinduan untuk bisa kembali bersama dengan keluarga kecilnya, yang mencintainya dengan tulus.“Ok deh, Num. Tapi, boleh aku ajukan syarat?”“Apa itu, Mas?” tanya Hanum merasa heran.“Selama satu tahun itu, kamu jangan dekat-dekat dengan Sadewa, ya. Biar fair, gitu. Kalau kamu dekat-dekat dengan Sadewa, jelas saja posisiku terancam dong,” sahut Andi lirih.Hanum seketika terkekeh. Dia tak menyangka kalau Andi sebegitunya merasa tersaingi oleh Sadewa.“Jangan ketawa saja kamu, Num. Jawab dong dan kalau bisa bilang iya, begitu,” imbuh Andi.Hanum berusaha keras menghentikan tawanya, agar bisa memberikan jawaban untuk Andi. Setelah beberapa detik, tawanya pun reda.“Ok deh, Mas. Aku nggak akan dekat-dekat dengan Mas Dewa. Tapi andaikan dekat, itu bukan karena adanya pendekatan. Melainkan karena aku dan dia sudah mengenal cukup lama, dan sedang menjaga tali sil
last updateLast Updated : 2024-03-18
Read more

95. Kencan?

Andi yang paham apa yang dibisikkan Anita sehingga membuat Hanum canggung, lantas menyahut dengan kalem.“Kami ini sedang mengawasi anak kok, Nita. Kami ini orang tua yang kompak. Betul kan, Num?”Hanum seketika mengulum senyuman mendengar jawaban mantan suaminya. Dia mengangguk dan berkata pada Anita, “Betul, Nit. Namanya anak gadis kan harus dijaga. Apalagi anak gadisnya cuma satu dan bungsu pula.”“Oh begitu.” Anita berkata sambil matanya menyisir ruang kafe untuk mencari keberadaan Amelia. Dia tersenyum ketika mendapati Amelia sedang asyik berbincang dengan teman-temannya.“Kasihan amat si Amel jalan sama teman-temannya, tapi diawasi oleh orang tuanya. Kamu juga dulu pernah jadi seorang gadis, Num. Tapi, ibu dan ayah kamu nggak sampai ikuti kamu ke mana-mana kan. Kenapa kamu sekarang jadi protektif banget sama anak? Nanti kalau Amel sudah punya pacar dan pergi kencan, masih mau mengekor juga?” imbuh Anita.“Ya nggak begitu, Nit. Aku dan Mas Andi bertindak begini karena ada sebabny
last updateLast Updated : 2024-03-19
Read more

96. Calon Menantu

Nadya menoleh ke arah Rafi seraya berkata lirih, “Itu mobil Papa, Raf.”Rafi terperangah mendengar penuturan kekasihnya. Namun, sedetik kemudian dia menyunggingkan senyumannya. Dia lalu memarkir mobilnya tepat di belakang mobil tersebut.“Ayo, kita turun, Nad! Aku mau kenalan sama papa kamu,” ajak Rafi terlihat bersemangat.Berbeda dengan Rafi yang terlihat antusias. Nadya tampak enggan turun dari dalam mobil Rafi. Hal itu membuat Rafi heran.“Kenapa lagi sih? Tadi kamu bilang kalau hubungan kamu dan papa kamu sudah membaik. Kenapa sekarang malas-malasan begitu mau ketemu sama papa kamu,” imbuh Rafi dengan tatapan lekat pada Nadya.“Iya, tapi papa nggak kasih kabar dulu kalau mau datang. Aku belum siap, dan pastinya mamaku juga belum siap menerima kedatangan papa,” sahut Nadya.“Ck, kamu ini. Pokoknya siap nggak siap harus ketemu sekarang. Papa kamu sudah datang, kenapa masih saja kamu begini sih? Lagi pula bukankah ini rumah papa kamu juga. Jadi bebas dong datang kapan saja. Aku tahu
last updateLast Updated : 2024-03-20
Read more

97. Undangan Bima

Sekian detik Bima terkesiap mendengar ucapan Rafi. Setelahnya, seulas senyum mengembang di bibir pria paruh baya itu.“Wah, saya nggak menyangka sudah mau punya menantu. Saya, Bima, papanya Nadya.” Bima berkata sambil tersenyum kala Rafi mencium punggung tangannya dengan takzim.Bima lantas menoleh ke arah anak gadisnya yang masih terpaku di tempatnya berdiri.“Nad, kita ngobrolnya di dalam saja, yuk!” imbuh Bima dengan senyuman.Nadya menganggukkan kepalanya tanpa bersuara sepatah kata. Dia lalu melangkah maju menuju ke pintu pagar dan membukanya.Selanjutnya, Nadya menoleh dan menatap Bima serta Rafi secara bergantian. “Papa, Rafi, silakan masuk!”Rafi dan Bima kompak mengangguk dan melangkah mengikuti Nadya, yang sudah berjalan terlebih dahulu masuk ke halaman rumah.“Duduk dulu, Pa, Rafi! Aku mau buatkan minuman dulu untuk kalian. Papa mau minum apa?” tanya Nadya pada Bima, ketika sudah tiba di ruang tamu. Setelah itu, dia menoleh pada Rafi. “Lalu kamu mau minum apa, Raf?”“Papa m
last updateLast Updated : 2024-03-21
Read more

98. Pertemuan

“Baik, Om, sepulang dari sini nanti, saya akan beritahu orang tua saya. Insya Allah, mereka bersedia datang kemari dan kenalan dengan Om Bima,” ucap Rafi, yang membuat lamunan Nadya buyar.Bima tersenyum seraya berkata, “Pastinya mau dong kenalan sama Om. Kalau nggak mau, Om nggak akan restui hubungan kalian.”Bima memang bercanda mengucapkan kalimat itu. Dia juga mengucapkannya sambil tersenyum. Namun, tetap saja membuat hati Rafi ketar-ketir.“I-iya, Om. Tolong restui dong. Saya dan Nadya serius lho, Om,” sahut Rafi yang sontak membuat Bima tertawa.“Iya...makanya nanti kenalan dulu. Biar enak ngomong soal kelanjutan hubungan kalian, iya kan,” ucap Bima setelah tawanya reda.Sementara itu, Maya yang rupanya menguping pembicaraan Rafi dan Bima lantas menampakkan dirinya di ruang tamu.Rafi yang melihat kedatangan Maya, lalu berdiri dan menghampiri wanita itu. Dia lalu mencium punggung tangan Maya dengan takzim.“Ada apa ini, Rafi?” tanya Maya pura-pura tak tahu. Dia lalu duduk di sof
last updateLast Updated : 2024-03-22
Read more

99. Para Mantan

Hanum yang terkesiap hanya bisa menghela napas panjang. Dia lalu memandang ke arah Bima yang masih menatap Maya, yang sedang memberi kode agar sikap Bima lebih ramah pada tamu mereka.Setelah beberapa detik, Maya kembali menatap Hanum dan Andi. Wanita yang diperkirakan usianya sebaya dengan Andi, lantas tersenyum pada kedua calon besannya itu.“Maaf ya, Pak, Bu. Papanya Nadya sedang kurang enak badan. Jadi reaksinya seperti tadi. Mari, silakan masuk!” ucap Maya ramah, dan dengan senyum yang tersungging di bibirnya. Dia sengaja memberikan alasan itu agar bisa dimaklumi oleh tamunya. Maya tak tahu saja, kalau Andi dan Hanum telah mengetahui penyebab sikap Bima tadi.“Oh, lagi kurang enak badan. Iya, nggak apa-apa. Kami maklum kok, Bu. Saya juga kalau kurang enak badan, suka begitu sikapnya. Iya kan, Ma,” sahut Andi dengan senyuman. Dia menoleh pada Hanum yang mengulum senyumannya mendengar penuturan mantan suaminya, yang masih menyebut kata ‘Ma’ pada dirinya.‘Aih, Mas Andi ini serba me
last updateLast Updated : 2024-03-23
Read more

100. Come back

Hanum mundur satu langkah. Andi pun bergerak maju mendekat. Begitu terus, hingga akhirnya punggung Hanum menempel pada dinding. Tak ada ruang untuk dirinya mundur lagi.“Mas! Sudah lah kamu pulang saja sana. Kamu pastinya capek kan, dan perlu istirahat juga. Jangan sampai penyakit jantung kamu kumat gara-gara kecapekan,” ucap Hanum dengan jantung yang bertalu-talu saat ini.“Aku sehat kok, Num. Aku juga nggak terlalu capek kok. Di rumah Nadya kan tadi hanya ngobrol saja. Lalu yang bawa mobil, si Rafi. Aku hanya duduk manis di sebelahnya. Kalau mengantuk sih, iya. Aku boleh kan istirahat di sini dulu, di kamar tamu,” sahut Andi dengan tatapan penuh harap.“Ya sudah, kalau mau istirahat di kamar tamu. Langsung saja ke sana. Kamu kan sudah tahu letaknya,” sahut Hanum. Dia lalu mendorong dada Andi agar menjauhinya. Dia merasa canggung juga berada di jarak yang begitu dekat dengan mantan suaminya.Namun di luar dugaan Hanum, tangan Andi menangkap tangan Hanum yang mendorong dadanya. Dia ba
last updateLast Updated : 2024-03-25
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status