Home / Fantasi / Raja Baru untuk Dunia Kegelapan / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Raja Baru untuk Dunia Kegelapan: Chapter 11 - Chapter 20

159 Chapters

11. Pencurian di Perpustakaan

Suasana hening, baik Yui maupun Yuan terdiam. Mereka mendengar langkah kaki mendekat dan penjaga perpustakaan mendekat. “Kalian masih punya waktu setengah jam lagi,” ucap penjaga perpustakaan yang langsung pergi kembali setelah memberikan peringatan tersebut. Yuan membuka lembar terakhir buku yang dia baca lalu menyobek kertasnya. “Apa yang kamu lakukan!” protes Yui melihat tindakan Yuan yang tidak bisa dibenarkan. “Aku tidak akan ingat, Yui ini penting,” balas Yuan melipat kertas tersebut lalu menyelipkannya di saku baju. “Yuan, kembalikan!” Yui mencoba mengambil kertas yang diambil Yuan, keduanya saling mempertahankan kehendaknya. “Kembalikan!” seru Yui meminta Yuan mengembalikan kertas tersebut. “Yui, disalin pun aku mungkin tidak bisa menulisnya dengan benar, akan kuceritakan nanti. Lagipula penjaga bilang jangan membawa keluar buku, bukan lembarannya,” ucap Yuan mencari pembenaran atas apa yang dia lakukan. “Yuan!” seru Yui geram. “Kita harus cari tahu tentang paman,” ba
Read more

12. Bermain di Sungai

Sebuah tangan kekar menyambut Yui saat menuruni kereta kuda. Gadis itu mengerjap beberapa kali memastikan yang ada di depannya bukanlah bayangan semata.“Paman, kau baik-baik saja?” Yui menatap pria dengan rambut hitam cepak di depannya. Tanpa perlu menjawab pria itu hanya tersenyum.“Kalian berdua pergilah duluan ke tempat latihan, tunggu paman di sana,” ucap Rafael saat salah satu pengawal mereka terlihat memberi kode.“Baik!” balas serempak kedua anak kembar yang langsung berlari ke tempat yang disebutkan Rafael.Tanah lapang dengan rumput hijau tipis, sebuah pohon besar dan aliran sungai kecil yang terlihat jernih. Tempat mereka berlatih merupakan bukit kecil yang berada di belakang kediaman Blackdragon. Kedua anak itu tertarik dengan aliran sungai dan bermain di sana karena bosan menunggu Rafael yang tidak kunjung datang.“Yuan, airnya jernih, apa kau menghilangkan kontaminasinya?” Yui memainkan air dengan kakinya, berjalan perlahan merasakan aliran air yang menggelitik ujung-uj
Read more

13. Danau Beku

Angin kencang berhembus, menghempaskan segala yang diterjangnya. Lixue menyugar rambut putih saljunya untuk melihat pemandangan yang tak asing di depan mata. Danau yang dulu menemani hari-harinya kini tak lebih dari hamparan es tipis yang menandakan perairan beku.Pemuda itu menyentuh permukaan danau yang telah beku. Sekelabat bayangan kebersamaan bersama dengan Eirlys kembali muncul. Adik kesayangannya itu terus saja tersenyum dan mengikutinya hingga akhir, hingga dia terpaksa melepaskannya pada hari itu. Hari dimana semua berakhir tragis.“Eirlys,” gumam Lixue menyentuh air danau yang kini semakin tebal lapisan esnya akibat kekuatan es.Seorang pria mendekati pemuda yang kini terdiam mengamati danau beku di depannya. Dia memiliki rambut hitam yang kontras dengan rambut Lixue. Tanpa kata, dia hanya berdiri di sebelah pemuda itu.“Mau apa, kau Blackdragon?” tanya Lixue yang mengenali pria di sebelahnya. Wajahnya sama dengan Rafael, hanya berbeda pada kerutan tipis dan juga kumis tipis
Read more

14. Kembalinya Yoru

Kedua anak tersebut duduk berdampingan sambil berbisik di ruang baca. Sebuah ruangan yang disediakan untuk membaca. Di sebelah ruangan tersebut terdapat sebuah perpustakaan keluarga Blackdragon. Yui dan Yuan sedang menunggu Rafael mengambil buku. “Liontinnya berpendar, aku melihat gambaran seorang gadis,” ucap Yui menunujukkan sebuah liontin yang terasa dingin seperti es. “Kau yakin seorang gadis, bukan Lixue?” tanya Yuan memastikan. Yui menggelengkan kepalanya. “Seorang gadis, rambutnya putih seperti Lixue mungkin dia Eirlys, adik Lixue,” tebak Yui. Dia hanya tahu ada tiga orang yang memiliki rambut putih seputih salju di dunia bawah, Lixue, Eirlys dan ibu mereka Fey Varsha. “Ngomong-ngomong kenapa paman lama sekali?” Yuan menatap pintu masuk beberapa kali dan tidak melihat sosok yang seharusnya menemani mereka malam ini. “Benar juga,” ucap Yui. Keduanya sepakat untuk mencari Rafael. Perpustakaan berjarak tidak jauh dari ruang baca dan mereka berjalan bersama menyusuri lorong an
Read more

15. Yoru Mundur

Rafael menghela napas berat, dia menutup matanya seakan sedang berpikir sesuatu. Sesaat kemudian pria jangkung itu memijit pelipisnya dan mengerutkan kening. Dia juga sedikit membungkuk dari duduknya dan tampak kesakitan.“Paman!” Yui mendekati Rafael dan menyentuh pundaknya.“Tidak apa-apa,” jawab Rafael. Perlahan dia melepaskan tangannya dari pelipis dan menoleh ke arah Yui.“Sedang apa kau di sini?” tanya Rafael dengan alis terangkat dan nada ketus.“Eh?!” Yui tersentak dan mengangkat kedua tangannya yang berada di pundak Rafael.Rafael beranjak berdiri lalu mengambil buku-buku yang berserakan di lantai. “Ternyata sudah malam, apa aku tertidur tadi?” tanya Rafael sembari mengembalikan beberapa buku ke raknya dan menimbang-nimbang buku untuk di bawa.“Paman ... kurasa tidak tertidur, tetapi pingsan,” Yui kebingungan membedakan antara tertidur dan pingsan. Pasalnya, Rafael tidak mendengar suaranya seperti orang pingsan.“Pingsan? Kurasa tidak, hanya tertidur,” balas Rafael.“Paman,”
Read more

16. Tentang Yoru

Rafael duduk termangu di kamarnya, setelah mengantarkan Yui yang tidak sadarkan diri akibat terlalu banyak tenaga meluap tiba-tiba. Dia masih bingung dengan hilangnya Yoru yang tiba-tiba.“Kemana dia pergi?” gumam Rafael.Pria jangkung dengan rambut hitam cepak itu berdiri di depan cermin. Pantulan dirinya terlihat jelas, tidak ada bayangan Yoru di dalam cermin.“Keluarlah!” teriak Rafael.Cermin itu bergeming, tidak ada bayangan lain selain dirinya.“Keluarlah!” teriak Rafael sekali lagi, tangannya terkepal, nanar matanya menatap cermin dan berharap ada bayangan lain di sana. Dia memukulkan tangannya ke tembok di sebelah cermin. “Yoru, keluarlah!”Rafael bingung, ke mana perginya Yoru dalam dirinya, dia tahu makhluk itu masih ada dan bisa merasakannya. Akan tetapi, jika dia tidak bersuara bagaimana bisa berdialog dengannya.Selang beberapa waktu dia terdiam tanpa ada tanda-tanda suara dari Yoru, Rafael bangkit dan berjalan keluar kamarnya. Anak tangga ke lantai dua menanti untuk di j
Read more

17. Mengantar Lixue

“Kapalnya datang!” seru Lixue. Sebuah kapal feri menepi di dermaga dan beberapa orang turun membawa bahan makanan lalu kembali naik. Tidak banyak orang yang menghuni benua ini. Benua yang lebih banyak tertutup es dibandingkan tanah.“Ayo naik,” ajak Alan berjalan menuju salah satu pria yang berdiri di dekat kapal. Setelah membayar sejumlah uang, mereka berdua naik ke atas kapal tersebut.Semilir angin dingin berhembus mengembangkan layar kapal. Nahkoda mulai menjalankan kapal. Perlahan kapal feri tersebut berubah haluan.Lixue terlihat menikmati hembusan angin yang menerpa dirinya, membiarkan rambut putihnya tertiup angin. Memejamkan mata dan merasakan setiap sentuhan lembut sang angin.“Rasanya menyenangkan,” ucap Alan dengan lantang. Dia berdiri di sebelah Lixue. Mengamati setiap inchi pemuda yang sedang bersamanya.“Ya, anginnya menyenangkan. Jarang sekali merasakan angin tanpa butiran es. Biasanya selalu ada es, kau pasti mengerti jika berada di dekat danau,” balas Lixue.Kapal it
Read more

18. Pesan Eirlys

“Akhirnya sampai.”Lixue mengatur napas yang tersengal-sengal akibat berlari begitu jauh, dia beberapa kali menoleh ke belakang memastikan pria yang tadi bersamanya datang. Detik demi detik berlalu hingga tetesan keringatnya telah kering, tetapi pria itu belum terlihat batang hidungnya.“Apa lebih baik kususul atau ....” Lixue berpikir sembari melihat bangunan tinggi di hadapannya. Perpustakaan kota yang dia cari dengan susah payah tidak mungkin ditinggalkan begitu saja. Buku Eirlys ada di sini, cara untuk mengembalikan Istana Es ada di sini.“Lima menit lagi baru aku masuk,” gumam Lixue.Lima menit berlalu, mata hitam Lixue mencari sosok yang seharusnya tiba. Hanya angin yang berhembus lebih kencang menandakan malam telah mulai merayap menggantikan siang. Lixue, dengan langkah berat menapaki tangga satu demi satu.“Aku akan datang Eirlys, tunggulah kakak pasti bisa membebaskanmu,” ucap Lixue dalam hatinya, sebuah harapan yang tertanam erat.Di depan pintu seorang penjaga menatapnya.
Read more

19. Menjadi Boneka

“Selamat datang kembali, Lixue.” Pria dengan jubah menjuntai menyambut Lixue yang baru turun dari kereta kuda. Dia terlihat tersenyum ramah. Senyum yang kini terlihat begitu mencurigakan bagi Lixue.“Terima kasih atas kebaikan, Yang Mulia,” balas Lixue menunduk dan memberi salam di hadapan Leiz.Pria yang sudah berubah warna rambutnya dari hitam ke putih ini tersenyum dan menyambut Lixue, dia memberikan pelukan hangat lalu merangkul Lixue untuk mengikutinya.“Syukurlah, aku hanya takut kau tersesat. Ke mana saja selama ini?”Mereka berjalan melewati taman yang sudah tidak memiliki bunga hidup. Taman kering yang terbengkalai tanpa perawatan. Lixue memperhatikan Istana Kegelapan, baru kali ini dia benar-benar melihat dengan jelas. Aura hitam menyelimuti Istana Kegelapan seakan seperti namanya yang begitu gelap.“Sebenarnya apa yang terjadi di negeri ini?” tanya Lixue memperhatikan sekelilingnya yang benar-benar kering, sangat kering dan tandus. Tanah menghitam dengan warna hitam jelaga,
Read more

20. Baju Baru

Rafael membuka pintu kamar si kembar yang memang tidak terkunci. Dia berkunjung untuk melihat kondisi Yui. Apa yang dia lihat tidak seperti apa yang ada dalam bayangannya. Gadis manis itu sedang mengeluarkan seiisi lemari pakaiannya.“Apa yang kau lakukan?”Kedua anak kembar tersebut menatap Rafael sejenak tanpa kata, lalu kembali dengan aktivitas masing-masing. Yui dengan pakaian di lemarinya dan Yuan sedang membaca buku.“Yui?”Pria jangkung dengan rambut hitam mendekati gadis yang tengah menghamburkan seluruh isi lemarinya.“Paman sudah sehat?” tanya Yui yang justru bertanya bukan menjawab pertanyaan Rafael.“Ya, berkat dirimu. Terima kasih,” balas Rafael mengucapkan kata tersebut dengan tulus. Dia menoleh ke arah Yuan yang tidak terganggu sedikit pun dengan apa yang dilakukan saudari kembarnya.“Yui hebat ‘kan,” puji Yui pada dirinya sendiri. Senyumnya merekah begitu manis dan mendekati Rafael dengan langkah riang berjingkat. Rafael mengangguk meskipun dia tidak mengerti apa maksu
Read more
PREV
123456
...
16
DMCA.com Protection Status