Semua Bab Pernikahan Paksa Pengantin Bayangan: Bab 151 - Bab 160

172 Bab

BAB 152 Hancur berkeping-keping

Di kamar yang sama, namun terpisah di ranjang masing-masing, Ayrin dan Reygan tenggelam dalam pikiran mereka sendiri. Ayrin menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya mengumpulkan keberanian untuk berbicara."Mulai besok aku akan pindah, Mas," desah Ayrin dengan suara parau. Dia menatap langit-langit kamar, mencoba menahan gejolak perasaan yang menghimpit dadanya.Reygan, yang juga terperangkap dalam pikirannya sendiri, menoleh pelan. "Biar saya saja yang pergi, Rin," sahutnya dengan tenang yang dipaksakan. "Sejak awal ini rumahmu. Jadi, kamu yang lebih berhak."Ayrin tersenyum pahit. Bagaimana mungkin dia bisa tinggal di rumah ini, di mana setiap sudutnya menyimpan bayang-bayang masa lalu yang menyakitkan, kenangan yang tak bisa dia hapus begitu saja? "Aku nggak bisa tinggal di sini," katanya dengan suara getir. "Rasanya terlalu menyakitkan."Reygan terdiam, hatinya teriris mendengar kepahitan dalam suara istrinya. Dia tahu luka yang dia berikan terlalu dalam. "Maafkan saya, Rin. Kar
Baca selengkapnya

BAB 153 Tenggelam dalam pikiran

Ayrin menikmati minumannya seorang diri di salah satu lounge bar yang elegan di London. Lampu-lampu temaram memberikan kesan hangat, sementara suara denting gelas dan tawa riang dari pengunjung lain mengisi udara. Ayrin, duduk di pojok dengan segelas wine di tangannya, merasa sedikit terasing di tengah keramaian itu. Dia tenggelam dalam pikirannya, mengabaikan hiruk-pikuk di sekitarnya.Di seberang ruangan, seorang pria paruh baya dengan kemeja lengan pendek yang rapi, memperhatikannya. Dengan langkah mantap, dia mendekati meja Ayrin. "Selamat malam," sapanya dengan nada ramah, menghentikan lamunan Ayrin.Ayrin mendongak dengan enggan. Di depannya, berdiri seorang pria dengan senyuman hangat dan kacamata yang menambah kesan bersahabat. "Maaf, mengganggu. Boleh saya duduk di sini? Kebetulan semua meja sudah pen
Baca selengkapnya

BAB 154 Menyembuhkan luka

Ayrin menatap pria di sampingnya dengan tatapan tak percaya. Bagaimana bisa takdir membawanya kembali bertemu dengan Frans di dalam pesawat yang sama? Perasaan campur aduk berkecamuk dalam dirinya, antara heran, takjub, dan sedikit tidak nyaman."Takdir yang aneh," gumam Ayrin dalam hati, sambil mencoba mengendalikan emosinya. Awalnya Ayrin memang tidak mengenalinya. Namun, saat pria itu menyapanya dengan senyuman khasnya, dia baru sadar jika pria yang duduk di sampingnya adalah Frans, pria yang pernah ditemuinya di bar London beberapa waktu lalu."Sudah habis liburannya?" tanya Frans dengan ramah, memecah kebekuan di antara mereka."Saya datang ke sini bukan untuk liburan," jawab Ayrin datar sambil menatap ke arah luar jendela, mencoba menghindari tatapan Frans. L
Baca selengkapnya

BAB 155 Gadis yang posesif

Ketika pesawat mereka mendarat dengan selamat, Frans dan Ayrin melangkah keluar bersama. Langit senja di bandara memberi suasana tenang yang anehnya kontras dengan perasaan kacau di dalam hatinya. Kini, Ayrin sudah merasa sedikit lebih nyaman dengan Frans karena sikap pria itu yang ternyata jauh dari bayangannya. Dia tidak tampak seperti pria yang hanya ingin menggoda wanita."Memikirkan apa, Bu dokter?" tanya Frans sambil menoleh ke arah Ayrin yang tertangkap basah sedang memperhatikannya. Ada senyum tipis di bibirnya, menambah kesan ramah yang sudah dimiliki sejak awal."Pikiran saya banyak sekali," sahut Ayrin dengan gelagapan. Dia langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain, merasa sedikit malu. Frans menahan tawanya sambil mengangguk. "Baiklah. Saya sangat percaya."
Baca selengkapnya

BAB 156 Takdir yang tak disangka

 Ayrin membelalak tak percaya ketika melihat Frans di rumah sakit tempat dia bekerja. Terlebih lagi, dia tak menyangka jika pria itu adalah direktur rumah sakit yang baru."Halo, Bu Dokter. Senang sekali kita bisa bertemu lagi di sini," sapa Frans sambil menatap Ayrin yang masih tertegun di tempatnya. Pria itu mengenakan jas dokter yang rapi, senyumnya yang hangat mengingatkan Ayrin pada pertemuan pertama mereka di lounge bar London beberapa bulan lalu."Bolehkah saya memeriksakan kesehatan jantung saya?" bisik Frans dengan nada menggoda, membuat lamunan Ayrin buyar seketika."Ah, ya. Dokter Frans," kata Ayrin dengan terbata-bata, berusaha menguasai dirinya."Kamu boleh tetap memanggil saya Frans," sahut pria itu sambil tersenyum.
Baca selengkapnya

BAB 157 Lemah tak berdaya

Ayrin menatap kosong ke luar jendela, pikirannya kembali melayang ke wajah-wajah anaknya yang penuh kesedihan. Tiba-tiba, suara lembut Frans membuyarkan lamunannya, "Masih memikirkan mereka?" tanyanya dengan penuh perhatian.Ayrin menghela napas panjang, matanya berkaca-kaca. "Aku merasa sangat jahat pada mereka, Frans. Kalau saja aku bisa memaafkan suamiku. Barangkali semuanya tidak akan menjadi seperti ini," ucapnya dengan suara bergetar, air mata mulai mengalir di pipinya.Frans, yang berdiri di sampingnya, dengan lembut merangkul Ayrin, mencoba menenangkan gejolak hatinya. "Jangan terlalu menyalahkan diri sendiri, Rin. Kamu juga hanyalah korban dari kesalahan suamimu di masa lalu."Ayrin melepaskan tangisnya di dada Frans, menumpahkan segala kepedihan yang selama ini ditahannya. "Tapi kenapa anak-anakku harus ik
Baca selengkapnya

BAB 158 Koma

Suara langkah kaki Dokter Rasyid yang mendekat terdengar seperti dentuman keras di telinga Ayrin. Dia tahu, kabar yang akan disampaikan rekannya itu bukanlah kabar baik. Namun, hatinya tetap berharap, berdoa dalam hati agar semuanya hanya mimpi buruk. Namun, ketika kata-kata itu meluncur dari bibir pria itu, dunianya runtuh."Rania koma, Rin," kata Dokter Rasyid dengan suara lembut namun penuh keprihatinan."Koma?" ulang Ayrin hampir histeris. Anaknya koma? Ya Tuhan! Cobaan apa lagi yang kau berikan padaku? Pikirannya kacau, tubuhnya gemetar hebat.Ayrin hampir saja terjatuh kalau saja Frans tidak sigap menahannya. "Tenanglah, Rin. Kamu harus kuat demi Rania," bisik Frans, mencoba menenangkan sahabatnya itu, meski dirinya sendiri juga sangat terpukul oleh kabar tersebut.
Baca selengkapnya

BAB 159 Mata yang bersinar nakal

Dalam keadaan rapuh seperti ini, Reygan merasa tak berdaya. Seperti kapal tanpa kemudi yang terombang-ambing di tengah lautan gelap, dia merasa tak berguna dan tidak dibutuhkan. Setiap hari, pikirannya dipenuhi oleh bayangan suram yang terus menggerogoti hatinya. Berkali-kali, dia berpikir untuk mengakhiri hidupnya, tetapi saat membayangkan wajah-wajah ceria anak-anaknya, terutama Rania, pikiran itu segera dienyahkan."Rania sayang, Papa. Sayang sekali pokoknya." Suara lembut dan penuh kasih Rania terus terngiang dalam benaknya, seperti lagu yang terus diputar tanpa henti. Ingatan itu membuat setetes air matanya jatuh perlahan ke pipi.  "Maafkan Papa ya, Nia. Gara-gara dosa Papa kamu jadi seperti ini," gumam Reygan pada dirinya sendiri, dengan suara penuh penyesalan. Dadanya terasa sesak, hatinya re
Baca selengkapnya

BAB 160 Gadis manja yang menggoda!

Reygan menghentikan taksi dan membukakan pintu mobilnya, menyilakan gadis itu masuk."Saya kan sudah bilang mau diantarkan pulang, Om!" seru Lily dengan nada yang agak manja, menolak masuk ke dalam taksi."Saya akan mengantarmu dengan taksi karena saya tidak berada dalam kondisi yang prima untuk bisa mengendarai mobil saya sendiri," jelas Reygan dengan sabar, meskipun dalam hatinya dia merasa lelah dengan segala drama ini.Lily tersenyum lalu masuk ke dalam mobil, diikuti oleh Reygan kemudian. "Di mana rumahmu?" tanyanya setelah duduk di samping Lily.Gadis itu langsung menyebutkan alamat rumahnya yang terletak di kawasan elit. Supir taksi pun langsung melajukan mobilnya menuju alamat yang disebutkan."Nama Om siapa?" bisik L
Baca selengkapnya

BAB 161 Gadis manja yang menggoda 2

Taksi berhenti di depan sebuah rumah mewah di Jakarta. Reygan menghela napas dalam, menatap megahnya bangunan yang menjulang di hadapannya. "Ini rumahmu?" tanyanya, suara rendahnya terdengar samar.Lily mengangguk sambil tersenyum. "Iya, Om," jawabnya dengan nada manja."Kamu hanya tinggal berdua dengan ayahmu di sini?" tuntut Reygan, matanya menyelidik.Lily mengangguk lagi, senyum di bibirnya tetap terjaga. "Saya anak tunggal," jawabnya singkat sambil melangkah keluar dari taksi.Reygan mengangguk mengerti. Dia terdiam sesaat, merasakan kekosongan yang Lily rasakan. "Istirahatlah kalau begitu," katanya akhirnya, berusaha mengakhiri pertemuan yang aneh ini.Namun, Lily tidak membiarkannya pergi begitu saja. "Om nggak mau mas
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
131415161718
DMCA.com Protection Status