Semua Bab THE ISLAND : I'M IN LOVE: Bab 101 - Bab 110

118 Bab

BAB. 101 Waktu Bersama Keluarga

Saat Ayah Edu, Ayah Ronald, dan Ayah Hezki tiba di tepi pantai, mereka dengan sedih melihat Isaac, Hezra, Sebastian, dan Jacob masih terlibat dalam pertarungan yang serius, mengeluarkan segala jurus karate yang telah mereka pelajari. Meskipun Shakila dan Josie terlihat masih berusaha melerai, namun mereka tidak berhasil menghentikan pertarungan tersebut. Para ayah merasa marah dan kecewa melihat putra-putranya terlibat dalam baku hantam yang berbahaya. Dengan tegas, mereka memutuskan untuk menasihati anak-anak lelaki itu. Ayah Edu pun berteriak,"Isaac, Hezra, Sebastian, dan Jacob! Berhentilah sekarang juga!" Ayah Ronald juga ikut marah, "Kalian tidak sadar bahwa pertarungan ini bisa berakibat serius? Kalian harus menghentikan ini sekarang juga!" Ayah Hezki menjadi emosi melihat para anak lelaki yang merasa sok hebat,"Kalian adalah anak-anak yang cerdas dan berbakat. Kenapa kalian malah terlibat dalam pertarungan yang tidak perlu?"
Baca selengkapnya

BAB. 102 Ancaman Dari Luar Pulau

Pada suatu pagi yang cerah, keempat anak lelaki yang beranjak dewasa, yaitu Isaac, Hezra, Sebastian, dan Jacob, berdiri di tepi pantai Pulau Asu. Mereka melihat jika ada tiga perahu yang hendak mendekati pulau dengan tujuan yang tidak diketahui. Keempatnya pun fokus pada perahu-perahu tersebut, penuh dengan kekhawatiran dan rasa ingin tahu. Isaac, yang merupakan pemimpin kelompok itu, berbicara dengan suara lantang,"Kita harus mengusir mereka dari sini dengan segera. Pulau ini adalah milik kita, tempat kita tumbuh dewasa dan menciptakan kenangan indah. Kita tidak boleh membiarkan orang asing mengambil alih!" ucapnya lantang. Hezra mengangguk setuju,"Tapi bagaimana cara kita melakukannya? Mereka mungkin lebih banyak dan lebih kuat dari kita." Sebastian, yang selalu memiliki pikiran cerdas, menyela, "Kita harus menggunakan kecerdasan kita. Mari kita coba mendekati mereka dan menanyakan tujuannya dengan sopan. Jika mereka datang dengan
Baca selengkapnya

BAB. 103 Belajar Jurus Karate Lanjutan

Setelah petualangan yang menegangkan, Isaac, Hezra, Jacob, dan Sebastian bersama-sama menunggu di pantai untuk kedatangan para orang tua dan adik-adik perempuan mereka yang sedang berada di dalam hutan Pulau Asu. Keempatnya merasa gugup dan tidak sabar untuk berbagi cerita tentang apa yang telah terjadi. Ketika akhirnya para orang tua mulai muncul dari balik pepohonan, wajah-wajah mereka dipenuhi dengan rasa lelah karena seharian berada di hutan.Para ibu dan anak-anak perempuan segera ke dapur umum untuk mempersiapkan makan malam. Sedangkan para ayah berjalan menuju anak-anak lelaki yang sedang berada di tepi pantai."Ayah Edu! Ayah Ronald! Ayah Hezki!" seru Jacob dengan sukacita, berlari menyambut mereka.“Ayah! Tadi ada beberapa perahu orang asing yang berusaha masuk ke dalam pulau!” seru Sebastian tak mau kalah.Terlihat wajah kekagetan dicampur rasa penasaran dari ketiga ayah itu."Apa yang sebenarnya telah terjadi di sini
Baca selengkapnya

BAB. 104 Keseruan Bermain Surfing

Pulau Asu, permata tersembunyi di Samudra Hindia, terkenal dengan keindahan alamnya yang masih asri dengan ombak besar yang menantang. Pasir putih bersih menghampar sepanjang garis pantai, dihiasi oleh pohon kelapa yang bergoyang perlahan ditiup angin laut.Di kejauhan, ombak besar menggulung, menghantam karang dengan irama alami yang memacu adrenalin siapa saja yang mendekat.Pagi itu, matahari baru saja naik, menyebarkan cahaya keemasan yang memantulkan kilauan di atas air. Empat anak remaja laki-laki, diantaranya, Sebastian, Isaac, Hezra, dan Jacob sedang berdiri di tepi pantai, memandang penuh antisipasi ke arah lautan. Keempatnya bertelanjang dada siap untuk menantang ombak besar, papan selancar berwarna-warni tergenggam erat di tangannya. Setelah berminggu-minggu berlatih dengan ayah mereka, hari ini adalah saatnya untuk menaklukkan ombak besar di Pulau Asu."Ayo, kita taklukkan ombak besar itu, Teman-teman!" seru Isaac, anak tertua yang se
Baca selengkapnya

BAB. 105 Anak Perempuan Belajar Memasak

Isaac memutuskan untuk mencoba memanjat pohon kelapa yang lain. Dengan cepat dan terampil, dia mulai memanjat pohon dan memetik beberapa buah kelapa lagi. "Ini buah kelapanya, tambahan buat kita!" ucapnya sambil melemparkan buah kelapa ke bawah.Hezra, meskipun lebih tenang, juga ikut mencoba memanjat. Dengan gerakan yang mantap, dia berhasil mencapai bagian atas pohon dan memetik kelapa. "Aku juga punya beberapa buah kelapa," tuturnya saat turun dengan hati-hati.Sebastian, yang sudah tidak sabar, memutuskan untuk memanjat pohon terakhir. "Ayo, Sebastian! Kamu pasti bisa!" sorak Jacob dari bawah.Dengan penuh semangat, Sebastian memanjat pohon kelapa dan memetik beberapa buah lagi. "Lihat ini!" sergahnya sambil mulai menjatuhkan buah kelapa ke bawah.Setelah semua kelapa terkumpul, mereka duduk di atas pasir dan mulai membuka kelapa-kelapa itu. Isaac mengambil sebongkah batu dan memukul kelapa untuk membukanya.
Baca selengkapnya

BAB. 106 Berburu Rusa

Matahari telah menampakkan dirinya di atas cakrawala, menyinari hutan Pulau Asu dengan cahaya keemasan yang hangat. Kabut pagi masih menggantung rendah di antara pepohonan, menciptakan suasana yang hampir magis di dalam hutan yang lebat itu. Di tengah-tengah kerimbunan pohon dan semak belukar, empat remaja laki-laki diantaranya Isaac, Hezra, Sebastian, dan Jacob sedang bersembunyi dengan penuh kewaspadaan.Mereka berempat sedang dalam posisi menunduk, bersembunyi di balik semak-semak yang rimbun, mengamati seekor rusa liar yang sedang merumput tak jauh dari tempat mereka bersembunyi. Rusa itu terlihat tenang, dan tidak menyadari kehadiran empat pemburu muda yang akan mengincarnya."Tenang, jangan bergerak terlalu cepat," bisik Isaac dengan suara hampir tak terdengar, matanya tetap terfokus pada rusa tersebut. Dia adalah yang paling tua di antara teman-temannya dan selalu bertindak sebagai pemimpin dalam setiap petualangan mereka.Hezra, dengan ra
Baca selengkapnya

BAB. 107 Keseruan Bersama Keluarga

Sore yang cerah di Pulau Asu menghadirkan suasana yang hangat dan menyenangkan. Sinar matahari yang lembut menembus celah-celah dedaunan, menciptakan pemandangan yang memukau di dalam hutan yang lebat. Di salah satu sudut hutan, terdapat sebuah air terjun yang indah, dengan air yang jernih mengalir deras ke kolam alami di bawahnya. Suara gemuruh air terjun berpadu dengan tawa riang anak-anak yang bermain di sekitarnya.Isaac, Hezra, Sebastian, dan Jacob, bersama dengan Shakila, Josie, Rose, dan Sherina, sedang menikmati sore itu dengan penuh kegembiraan. Para orang tua mereka Ayah Edu, Ayah Hezki, Ayah Ronald, Bunda Lia, Bunda Mira, dan Bunda Sera terlihat sedang sibuk mencari kayu bakar di sekitar hutan, namun tetap mengawasi anak-anak mereka dengan penuh kasih sayang."Airnya segar sekali, Isaac!" teriak Shakila sambil melompat ke dalam kolam, menciptakan cipratan air yang tinggi. Rambutnya yang panjang dan hitam berkilauan di bawah sinar matahari.
Baca selengkapnya

BAB. 108 Diselamatkan Oleh Sebuah Kapal Besar

Pada suatu siang yang cerah di Pulau Asu, sebuah pulau kecil yang merupakan bagian dari Kepulauan Nias di Sumatera Utara, Indonesia, angin berhembus sepoi-sepoi dan ombak memukul lembut pantai yang berpasir putih. Pulau ini telah menjadi rumah bagi para keluarga yang terdampar selama bertahun-tahun di sana. Mereka adalah keluarga Edu, Hezki, dan Ronald beserta istri dan anak-anak mereka. Hari itu, ketiga keluarga tersebut berkumpul di tepi pantai, menikmati keindahan alam dan ketenangan yang diberikan pulau ini.Para ayah, yaitu Ayah Edu, Ayah Hezki, dan Ayah Ronald, duduk di bawah naungan pohon kelapa, membicarakan masa lalu dan masa depan mereka. Sementara itu, para ibu, Bunda Lia, Bunda Mira, dan Bunda Sera sedang mengawasi anak-anak mereka yang sedang bermain pasir dan berenang di laut dangkal. Isaac, Hezra, Jacob, Sebastian, Shakila, Josie, Rose, dan Sherina tertawa riang, seakan melupakan kenyataan bahwa mereka telah lama terisolasi di pulau ini.
Baca selengkapnya

BAB. 109 Akhirnya Tiba Di Jakarta

Dengan tekad baru, anak-anak mencoba menerima kenyataan bahwa mereka harus meninggalkan pulau itu. Mereka saling memeluk, mencari kekuatan dalam kebersamaan. Meski perasaan sedih masih menyelimuti, tapi mereka harus menghadapinya. Di bawah langit malam yang dipenuhi bintang, kapal terus melaju menuju Jakarta. Di dek kapal, keluarga-keluarga itu duduk bersama, berbicara tentang kenangan di Pulau Asu dan impian mereka untuk masa depan. Sebastian memecah keheningan dengan suaranya yang pelan namun penuh harapan. “Ayah, ketika kita kembali ke Pulau Asu, aku ingin kita membangun rumah yang lebih besar. Tempat kita semua bisa berkumpul." Ayah Ronald tersenyum, menatap putranya dengan bangga. "Tentu, Sebastian. Kita akan membangun rumah yang indah di sana. Kita akan membuat pulau itu lebih baik lagi dari sebelumnya." Jacob menambahkan, "Dan kita bisa membuat kebun yang besar. Menanam
Baca selengkapnya

BAB. 110 Memulai Aktivitas Baru Di Kota Jakarta

Di tengah kerumunan, para ibu, Bunda Lia, Bunda Mira, dan Bunda Sera, juga bertemu kembali dengan keluarga besar mereka. Bunda Lia memeluk ibunya, Nyonya Shania, sambil menangis. "Mama, aku kembali.” “Lia, akhirnya kamu pulang." seru Papa Herman. Kedua orang tua bergantian mengusap rambut Bunda Lia. "Syukurlah kamu selamat. Kami sangat merindukanmu." Bunda Mira juga bertemu kembali dengan kedua orang tuanya, Mama Dwi dan Papa Bagas. "Mama, aku kembali.” Papa Bagas menatap putrinya dengan penuh kasih. "Kami sangat bersyukur, Mira. Kami tidak pernah berhenti berharap atas kepulanganmu." Bunda Sera juga memeluk kedua orang tuanya, Papa Theo dan Mama Nara. "Mama, aku akhirnya pulang. Aku sangat merindukan kalian." Mama Nara menangis bahagia. "Kami sangat merindukanmu setiap hari, Sera. Terima kasih Tuhan, kamu selamat.” S
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status