Semua Bab Kejutan Anniversary : Bab 81 - Bab 90

111 Bab

Bab 81

Banyak orang berbisik sambil melirik Aksa yang tengah membawa beberapa bungkusan pembalut dengan beraneka merek. Ia membawanya ke tempat kasir. Tak tahan lagu dengan mereka, para wanita-wanita yang meliriknya, Aksa meminta penjaga kasir agar buru-buru menghitung total belanjaannya. Pria itu segera mengeluarkan kartu ATM untuk membayar. Setelah selesai, ia segera keluar dari tempat itu. "Nasib-nasib," gumamnya lalu melangkah membeli bubur ayam di dekat sana. Aksa berdiri sambil menyandar tiang di dekat penjual bubur. Ia membuka ponselnya sambil menunggu pesanannya jadi. "Pak Aksa, kita ada meeting pagi ini."Aksa mengerutkan dahinya. Kemudian, pria itu membalas, "Aku sudah izin sama atasan. Pagi ini aku tidak masuk dan bakal digantikan oleh Hasan.""Kalau boleh tau, Bapak kenapa tidak bisa datang? Bapak sakit?" Aksa membalas dengan asal. "Iya."Pria itu membayar sejumlah uang pada abang-abang penjual bubur, lalu menerima pesanannya. Aksa bergegas kembali ke dalam apartemen. Saat
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-24
Baca selengkapnya

Bab 82

"Ayo!" ajak Aksa saat mereka sudah siap untuk berangkat ke kantor. Aruna yang tampak masih ragu-ragu pun terpaksa menerimanya. Setelah keduanya masuk ke dalam mobil, gadis itu meminta satu hal. "Pak, saya mau turunnya di dekat terminal busway aja, ya." Sambil bicara, gadis itu memilin ujung jilbabnya. "Kenapa? Kamu malu turun dari mobil saya di kawasan kantor?" jawab Aksa dengan sebuah pertanyaan. "Kan kita udah sepakat, Pak. Kalau kita mau diam-diam dulu. Saya belum siap, soalnya.""Aku bisa mengerti keinginan kamu. Cuman yang saya enggak ngerti itu, kenapa harus belum siap? Kamu aman setelah semua tahu kalau kita suami istri.""Justru itu, Pak. Saya enggak mau Bapak malu nanti.""Saya enggak malu. Siapa bilang saya malu?" "Bapak enggak ngerti. Pokoknya saya minta turunnya di dekat terminal busway aja nanti. Tolonglah, Pak.""Iya-iya, ck, ribet kamu." Aksa pun segera menyalakan mesin mobilnya. Lalu memacu dan membelah jalanan yang sudah tampak padat. Tepat saat mereka berhenti
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-25
Baca selengkapnya

Bab 83

"Kamu enggak apa-apa?" tanya Aksa saat mereka berada di dalam mobil. "Enggak, Pak. Cuman dikit sakitnya," jawab Aruna. Tangannya menggosok-gosok bagian sakitnya. "Mana mungkin kalau sakitnya dikit, kamu sampai meringis dan enggak bisa jalan tegak gitu. Oh ya, sebenarnya kenapa itu tadi? Perasaan pagi tadi baik-baik aja.""Cuman jatuh." Aruna menyembunyikan wajah bohongnya. Ia tak ingin terlibat perseteruan dengan wanita bernama Lina itu. "Jatuh? Kok bisa sampai begini? Kamu enggak liat-liat jalan? Kita ke rumah sakit, ya?""Enggak-enggak! Begini doang, kok, Pak. Saya udah biasa terluka atau jatuh begini. Saya bukan wanita lemah." "Tetap saja, kamu itu seorang wanita. Harus dilindungi, salah sendiri enggak mau ngaku kalau saya suami kamu. Saya yakin, itu luka enggak karena jatuh.""Dih, kenapa dia bisa tau gitu?" batin Aruna. Aksa menekan pedal gasnya, lalu mobil melaju ke arah jalan pulang. Perjalanan yang cukup singkat itu akhirnya sampai juga. Aksa kembali menggendong Aruna. Me
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-26
Baca selengkapnya

Bab 84

Aruna masih tampak malu-malu. Gadis berambut panjang itu kembali menutup dirinya dengan selimut. Aksa tersenyum lagi. Ia mendekat, lalu merengkuh, mendekap Aruna dengan sepenuh hati. "Apakah aku kasar padamu?" tanya pria itu. Aruna menggeleng kepalanya. Ia malu. Sangat malu. Tak ada kata yang bisa ia ungkapkan selain daripada debaran jantung yang tak terkira. "Mandilah! Kita berangkat sebentar lagi," bisik Aksa di dekat telinga gadis itu. "Atau mau barengan?" "Ish, malu saya. Kenapa Pak Aksa bilang gitu, sih." Untuk saat ini, gadis itu mendongak. Ia melihat kerlingan mata elang Aksa menatap dengan penuh cinta. Bibirnya yang semu merah itu membuatnya terpesona. "Kenapa? Kamu kan sudah jadi istri saya. Makasih untuk kesediaan kamu melayani suami dengan baik." Aksa kembali tersenyum. Ia melayangkan kecupan pada kening Aruna. "Bisa enggak sih, Pak. Jangan bahas itu lagi, saya malu.""Yang penting kamu mau." Aksa tertawa. "Jadi enggak ini ke kantor?""Mandi dulu," bisik Aksa lagi.
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-27
Baca selengkapnya

Bab 85

Aruna sengaja pulang telat, ia bersembunyi di balik dinding saat Aksa mencarinya. Ponsel sengaja ia matikan agar pria itu tak bisa menghubunginya. "Ke mana sih kamu, Run?" Pria berjas hitam itu tampak gelisah sambil sesekali menatap ponselnya. Terus menghubungi Aruna. Namun, sepertinya mustahil diangkat. Aksa menghela napas panjang. Ia sempat terduduk di lobi sambil meremas kepalanya sendiri. "Maafkan aku, Pak. Aku enggak bermaksud membuat Bapak bingung begitu. Tapi, aku sadar diri. Aku takut kecewa," gumam Aruna dengan lirih. Gadis itu terus menunggu Aksa pergi. Akan tetapi, tampaknya pria itu sengaja memasok menunggu di sofa merah dalam lobi. Akhirnya, gadis itu kembali ke ruangan OB. Ia duduk sambil meletakkan kepalanya pada meja. Fitri sudah pulang karena tak berhasil mengajaknya barengan, terpaksa Aruna di dalam ruangan itu sendiri. Mata terkantuk-kantuk, tak lama gadis itu merasakan sentuhan dingin pada tangannya. Ia sudah tak bisa membuka matanya dan tak sadar dengan apa
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-28
Baca selengkapnya

Bab 86

"Kenapa harus dengan dia, Mas?"Gadis itu tampak sedih. Wajahnya mendadak mendung dan terlihat tidak rela suaminya pergi dengan wanita bernama Lina. "Tenang saja, percaya sama aku. Jangan pernah meragukan aku. Aku akan selalu menghubungi kamu setelah rapat atau pertemuan nanti. Semua ini kan juga atas kemauan kamu sendiri, enggak mau ngaku dulu di kantor kalau kamu sebenarnya adalah istriku.""Iya." Aruna menjawab dengan lemas. Andai Aksa tahu betapa sedih perasa gadis itu. Akan tetapi, Aruna terlalu malu dan tak enak hati mengungkapkannya. Keesokan harinya, Aksa benar-benar akan berangkat. Di depan cermin, ia dibantu Aruna memakaikan dasinya. "Sudah, Mas." Gadis itu turun dari kursi kecil karena tingginya tak sampai. Aksa tersenyum. Ia merasa sangat cocok dengan dasi pilihan gadis itu. Tangannya segera menarik pinggang Aruna lalu membisikkan kalimat indah. "Makasih, Run." Satu kecupan mendarat tepat di pipi gadis itu. "Mas, jaga diri di sana. Mas kan mau kerja sama Bu Lina."Ak
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-29
Baca selengkapnya

Bab 87

"Dia begitu baik. Setara sepertiku yang notabenenya orang biasa. Di saat-saat seperti ini, aku masih diberi pertolongan," bantin Aruna. Lalu menertawakan dirinya sendiri. Aruna menunduk, duduk di sebelah pria itu. Mereka sama-sama menunggu hujan reda. Sampai waktu menunjukkan pukul sebelas malam, mereka masih di sana. Aruna berkali-kali menatap jam pada ponselnya. Tak ada satu pun pesan atau panggilan dari Aksa. Pikirannya mulai tak karuan. Hari sudah malam, sedang apa kah pria itu. Sampai-sampai tak sempat memberi kabar. Padahal, janjinya pagi tadi bakal mengabari setiap kali istirahat. Aruna menekan kontak Aksa. Namun, tak dapat tersambung. Panggilan kedua 20 kali itu tak ada satu pun yang diangkat, bahkan selalu tertolak. Hatinya gelisah, teringat foto yang sempat ia dapatkan tadi. "Ya Allah."Fahmi menoleh, merasa ada yang aneh dengan gadis itu. Ia pun lekas bertanya, "Ada apa, Run? Kamu kenapa? Kedinginan?""Enggak, Bang. Aku cuman ... pengen cepet-cepet pulang.""Masih hujan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-30
Baca selengkapnya

Bab 88

Malam itu, Aksa datang ke dapur. Ia datang tanoa suara, dan langsung memeluk dari belakang. Tubuh ramping itu kini menjadi miliknya. Gadis itu tak bisa dan tak boleh menolak. "Kamu kenapa, sih? Marah terus? Mau datang bulan apa?" bisiknya di dekat telinga. "Banyak yang tidak bisa saya ceritakan, Pak. Saya enggak mau membuat siapa pun terluka. Ada seseorang yang suka juga sama Bapak.""Aruna ...." Aksa memutar tubuh gadis itu agar menghadap padanya. "Aku sudah menjadi milikmu. Begitu juga dengan hatiku. Aku bukan tipe lelaki yang mudah jatuh cinta. Yang mudah suka dengan wanita lain. Sekarang bilang padaku, siapa orang yang kamu maksud itu!" Aruna masih diam. Ia terlalu lama menimbang. Sampai Aksa pun tak sabar. Gadis itu mendorong tubuh Aksa yang semakin mendekat, kemudian beralih ke kursi makan. Aksa yang menatapnya pun mendadak tak bisa tenang. Pria berkaus putih itu ikut duduk di sana. "Apa orang itu Lina?"Aruna langsung menoleh. "Hem ...." Aruna menghela napas panjang. Aksa
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-31
Baca selengkapnya

Bab 89

"Heh, dalam waktu dekat kamu akan dikeluarkan dari kantor!" kata wanita itu. "Saya memang mau resign dari sini!" Aruna hendak pergi dari hadapan wanita itu, ia ingin segera keluar dari ruangan itu. Akan tetapi, Lina kembali mencegah dengan mencekal tangan Aruna. Lalu tiba-tiba wanita itu menampar pipi sang gadis. Plak!Suara keras itu menunjukkan betapa keras tamparan. Sampai membuat sudut bibir Aruna terluka. Gadis itu memekik, sampai mengalirkan air matanya. Ia memegangi pipinya sambil menahan sakit. Detik berikutnya, seorang pria masuk ruangan Lina tanpa mengetuk pintu. "Aruna!" Aksa langsung menerobos masuk, merengkuh gadis itu ke dalam pelukannya. Pria gagah itu beralih pandang pada Lina yang tengah menahan degup jantungnya yang tak beraturan. "Lina! Kamu apakan Aruna! "Aku ... aku tidak ngapa-ngapain dia," balas Lina dengan wajah pucat karena gugup. "Kamu menamparnya? Aku pastikan kamu akan dikeluarkan dari sini!" Aksa mengajak Aruna keluar dari sana. Namun, Lina menceg
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-01
Baca selengkapnya

Bab 90

"Mas, bangun!" "Mas!""Mas, kamu udah janji. Enggak akan ninggalin aku!" Suara tangisan itu menggema di dalam ambulans. Aruna terisak hebat sampai lemas tubuhnya. Di dalam mobil itu, ia bersama petugas rumah sakit yang memberikan nasihat agar bersabar. Sesampainya di rumah sakit, Aksa yang berlumuran darah itu segera didorong ke atas ranjang. Menuju ruangan gawat darurat karena ia terlalu banyak mengeluarkan darah. Kepalanya terlihat bersimbah darah, lengan bajunya robek, tampak baret luka-luka terkena aspal. "Maaf, Buk. Silakan tunggu di luar saja, ya," pinta seorang suster yang langsung menutup pintu ruangan yang dimasuki Aksa dan para dokter. Aruna lemas. Tubuhnya luruh di lantai dengan derai air mata yang tak pernah surut. Gadis itu meraih ponsel dalam tasnya. Lalu mulai mengabari keluarga di Jakarta. Musibah itu membuatnya terguncang hebat. Sampai-sampai perut terasa kram dan kepala berdenyut nyeri. Ia juga merasa bersalah karena dirinya lah yang telah menyebabkan Aksa kec
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-02
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status