Home / Rumah Tangga / Kejutan Anniversary / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Kejutan Anniversary : Chapter 91 - Chapter 100

111 Chapters

Bab 91

"Innalillahi wa innailaihi rooji'un," ucap dokter dan juga Zain yang menyaksikan raga terlepas dari badan. "Maaaaasssss!" Aruna pingsan setelah itu. Ia tak kuasa melihat suaminya pergi meninggalkannya. Zain langsung mengangkat tubuh gadis itu. Lalu membawanya ke kamar yang sebelumnya dipakai olehnya. Dokter dan perawat mulai melepas satu persatu alat bantu kesehatan di ruangan itu dari tubuh Aksa yang gagah. Pria itu sudah tak lagi ada di dunia. Aruna tak sadarkan diri selama beberapa menit. Setelah Zain selesai menelpon kedua orang tuanya, memberi kabar duka itu. Dari balik panggilan terdengar suara tangisan dua orang tua itu. Zain meminta maaf karena tidak bisa menolong Aksa. Setelah itu ia mendengar rintihan Aruna yang baru saja membuka mata. Gadis itu menangis lagi. Ia hendak turun, tetapi tubuhnya lemas. "Run, kamu mau ke mana?" tanya Zain. "Aku mau menemui Mas Aksa. Jangan halangi aku, Mas.""Tapi, Run. Aksa sedang dimandikan. Jenazahnya akan dikirim ke Jakarta bersama
last updateLast Updated : 2024-02-02
Read more

Bab 92

"Maaf sekali ya, Mbak. Saya hanya kasih saran saja. Kalau tidak berkenan, tidak apa-apa. Saran saya juga, jaga kondisi badannya. Mbaknya pucat sekali, tambahin juga minum air putihnya," ujar dokter panjang lebar. Aruna tampak bingung. Namun, setelah didesak oleh Alya, akhirnya ia mau melakukan tes kehamilan. Perutnya akhirnya diperiksa dengan alat USG, setelah melakukan tes dengan urin juga. Tampak di sana janin itu berkembang. "Selamat ya, Mbak. Mbak positif hamil." Dokter tersenyum pada dua wanita itu. "Apa, Dok? Saya hamil?" Aruna terkejut sekali. Ia teringat Aksa. Kejutan itu membuatnya seperti hidup kembali. Ada buliran beling yang merembes pada matanya. Aruna memeluk sang mertua karena saking bahagianya. Ada darah daging Aksa yang akan menemani sepanjang hari-harinya. Aruna dan mertuanya keluar dari ruangan itu. Ia melihat Imran dan Zain yang langsung berdiri menghampiri. Ada raut tua itu yang tak bisa menyembunyikan kegelisahan. "Gimana keadaan Aruna, Mah?" tanya Imran.
last updateLast Updated : 2024-02-03
Read more

Bab 93

"Zain, kamu ... ada perasaan sama si Aruna?" Alya bertanya dengan pelan. "Kenapa Mama tanya gitu?" Zain berusaha menghindar. "Tanya aja. Kalau kamu suka, kan, tinggal nikahin aja kalau udah lahiran." Alya tersenyum lagi. "Doakan yang terbaik aja, Mah. Aruna enggak suka sama Zain. Cintanya cuman buat Mas Aksa.""Tapi, Mama rasa Aksa sama kamu cuman beda dikit. Wajah kalian mirip, cuman beda profesi aja.""Ya enggak lah, Ma. Aku sama siapa pun, beda. Aku ya aku. Selera Aruna bulan laki-laki seperti Zain, Mah. Percuma aja kalau Mama mencoba mendekatkan kami.""Tapi, Zain ... dia butuh kamu. Sosok pemimpin.""Tanyain aja dianya, Mah. Kalau Zain, terserah Mama aja."Alya semakin mengembang bibirnya. Ia sangat bahagia memiliki putra seperti Zain. Selalu menurut apa kata orang tua. Setelah mamanya keluar dari sana, Zain kembali membayangkan. Namun, ia sadar, perasaan yang tumbuh di hatinya, tak halal. Ia tak boleh membayangkan wajah Aruna terlalu lama. Dia bukan istrinya. Apalagi masih
last updateLast Updated : 2024-02-04
Read more

Bab 94

Akhirnya, Zain tak jadi memindahkan gadis itu ke kamar. Hanya membenahi kaki Aruna yang turun satu lalu menyelimutinya dengan selimut yang baru saja ia ambil di kamar. Pagi itu, Aruna yang bangun mendengar azan langsung masuk ke kamar. Ia tak keluar lagi sampai matahari setengah tombak. Alya yang selalu perhatian pun langsung curiga. "Pah, Aruna tumben enggak keluar kamar.""Mama liat aja! Siapa tau dia tidur lagi. Atau ...." Imran yang sedang membaca koran pun terdiam sesaat. Mereka saling melempar pandangan. Lalu pria tua itu meminta istrinya saja dulu yang memeriksa Aruna. Khawatir terjadi apa-apa. Alya pun lantas membawa nampan berisi makanan dan membawanya ke kamar Aruna. Setelah diketuk beberapa kali, tak ada sahutan dari dalam. Dipanggil pun tak ada jawaban. "Aruna sayang. Mama bawakan makan ini," teriak Alya lagi. Imran yang awalnya masih duduk pun kini mengerutkan dahi karena istrinya dadi tadi tak juga masuk ke kamar itu. "Gimana, Mah?" tanya Imran setelah mendekat.
last updateLast Updated : 2024-02-04
Read more

Bab 95

Zain mencoba masuk tanpa mengetuk pintu. Mendengar suara derit pintu yang terbuka, gadis itu menoleh. Kedua matanya langsung tertuju pada Zain yang tampak mendekat. "Mas ...." Aruna berdiri. Ia menunduk karena sadar, Zain pasti sudah mendengar keluh kesahnya tadi. "Run ... aku ke sini untuk memberitahu kamu." Zain menatapnya. "Memberitahu apa, Mas?" tanya Aruna balik. "Besok aku akan pergi ke Jerman. Untuk mengambil studi lagi. Dan, aku enggak tau kapan balik ke sini lagi. Aku hanya pamit aja sama kamu."Aruna semakin mendekat. Ia hampir tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh pria itu. "Apa, Mas? Mau pergi?""Iya. Udah, gitu aja, Run. Selamat istirahat, aku ... mau siap-siap. Biar besok tinggal berangkat," kata Zain lagi. Aruna semakin ingin mendekat, ingin bicara lebih banyak lagi dengan pria itu. Namun, Zain terlanjur menjauh. Ia tak memberikan Aruna kesempatan bicara. "Kenapa kamu tiba-tiba begini, Mas? Apa aku ada salah? Kenapa kamu enggak bilang?"Aruna kembali terduduk
last updateLast Updated : 2024-02-05
Read more

Bab 96

Genap sudah 9 bulan usia kandungan Aruna. Ia sudah mulai susah untuk berdiri tanpa bantuan dan tak kuat lama-lama berjalan. Seperti hari ini, ia diajak oleh Zain jalan kaki daerah kompleks mereka tinggal. "Udah, Mas. Engap banget aku. Enggak kuat jalan lagi. Capek." Gadis itu duduk di bangku taman sambil mengusap-usap perutnya yang sudah membesar. "Udah istirahat aja dulu! Perkiraan dokter, bulan ini kamu lahirannya. Memang harus banyak jalan biar bayinya lekas turun.""Iya, tapi aku capek. Belum keluar aja ini bayi, tapi udah capek banget. Mana kalo udah kenceng nih perut, enggak bisa buat gerak. Lier." Zain tertawa melihat ekspresi wajah gadis itu. Aruna masih muda, lucu, menggemaskannya. Andai gadis itu sudah menjadi istrinya, mungkin sudah akan ia kecup pipinya. "Pulang atau lanjut?" tanya Zain sambil menghirup udara segar di sana. "Mau makan ketoprak. Laper. Atau lontong sayur." Aruna menatap Zain sambil meringis. "Oke, kita jalan lagi ke depan, ya!" Calon ibu muda itu men
last updateLast Updated : 2024-02-06
Read more

Bab 97

"Aduh, sakitnya." Aruna merintih pagi itu. Ia bangun dalam keadaan tubuhnya sakit semua. "Run, sarapan, yuk!" Zain yang baru saja datang pun langsung mendekat. "Kenapa?" "Badanku sakit semua, Mas. Pengen banget lepas grita, tapi ....""Sabar, ya! Enggak akan lama, kok. Kamu hanya butuh menyesuaikan." Zain meletakkan sarapan Aruna di atas meja. Lalu pria itu menggendong bayi kecil itu dan mengajaknya berdiri. "Oh ya, kalau badan sakit semu, minum kunyit asam aja. Sama nanti biar mama panggil tukang pijat. Biar asi lancar juga.""Lancar gimana? Ini udah tumpah-ruah. Yang paling sakit juga bagian itu. Kayak mau meledak. Sakiiitt." "Itu namanya ASI-nya penuh. Terus kamu pake gritanya kekencengan. Coba longgarij, terus ASI-nya dipompa. Nanti masukin frezer. Tuh, alat pompa sama botolnya sudah aku siapkan. Kamu urus itu, aku bawa Al keluar." Setelan Zain keluar, Aruna melakukan apa yang pria itu katakan. Benar saja, ibu muda itu merasa lega. Bagian dadanya tak lagi sakit, ASI-nya juga
last updateLast Updated : 2024-02-06
Read more

Bab 98

"Kenapa cemberut gitu, hah? Ye, ditanyain diam aja." Zain mengulang kalimatnya lagi. "Lagi bete," balas Aruna. Ia tak mau menatap Zain sama sekali. Mereka duduk sambil menikmati sejuknya pagi. Mereka sama-sama diam. Suasana mendadak hening, tak ada suara kecuali angin. Aruna mulai bosan dan menghela napas panjang, terdengar seperti sendirian halus. Namun, Zain tetaplah Zain yang memiliki sifat mutlak seorang pria. Yaitu tidak begitu peka dengan kode yang Aruna berikan. "Hah ...." Ibu muda itu membuang napas lagi lalu berdiri dan pergi dari sana membawa baby Al. Zain bingung dengan sikap Aruna. Ia sampai tak percaya dengan ibu muda itu. Padahal, mereka sama-sama berkomitmen bakal menikah selepas masa nifas nanti. Zain kembali masuk ke dalam rumah. Ia berpapasan dengan mamanya yang sedang menyiapkan makanan di meja makan. Bersama Imran juga yang terlihat mengenakan syal di lehernya. "Mah, si Aruna kenapa sih?" tanya dokter muda itu. "Kenapa memangnya?" balas Alya dengan pertanya
last updateLast Updated : 2024-02-07
Read more

Bab 99

Paginya, Aruna terbangun dan membersihkan diri seperti biasa. Ia langsung merawat anaknya, memandikan dan mengajaknya menghirup udara segar lewat jendela. Ia juga mengemas barang-barang yang berantakan di kamar itu. Setelah selesai dan lelah, sesaat ia menatap baby Al yang terlelap lagi di atas ayunan. Ponsel di atas meja ia raih, lalu menyalakannya. Ada pesan dari nomor semalam, Aruna pun mulai membacanya dari awal. "Run, ini aku Zain. Kenapa enggak diangkat, sih?""Lah, beneran enggak diangkat. Emang ya, kalau enggak kangen kek gini.""Run.""Run.""Arunaaaa.""Hemm."Wanita muda yang tengah melipat rambutnya dengan jepit itu tertawa. Ia langsung membalas dengan ketikan juga. "Siapa suruh ganggu malam-malam sama nomor baru. Sekarang lagi di mana? Kapan pulang?" Karena tak ada balasan, Aruna lelah menunggu. Ia beralih pada putranya yang mulai menangis lagi. Ia membawanya keluar kamar, lalu mengajaknya ke ruang tengah, dan duduk di sebelah Alya. "Eh, cucu. Sini, biar Mama aja y
last updateLast Updated : 2024-02-08
Read more

Bab 100

Malam itu, Aruna baru saja keluar dari kamar mandi. wajahnya basah, masih mengenakan jilbab dan pakaian panjang. Ia melihat Zain tengah menepuk-nepuk punggung baby Al. Dalam hati Aruna tersenyum bahagia. Namun, teringat lagi dengan Aksa. Wanita muda itu terduduk di kursi dalam ruangan itu, sambil menatap darah daging Aksa. Tak terasa air mata mengalir. Memenuhi kelopak mata. Ada yang sakit di dalam sana. Dadanya berdebar kuat, ingin sekali berjumpa sosok yang mendahuluinya. Ia belum bisa melupakan sepenuhnya. "Run," panggil Zain. "Kenapa melamun di situ? Sini!""Iya, Mas." Aruna tidak menolak. Tatapannya kosong, tetapi langkahnya tetap maju. Ia duduk di bibir ranjang dengan pelan. Lalu Zain mendekat dan bertanya, "Kamu kenapa? Sedih gitu mukanya. Apa kamu enggak bahagia nikah sama aku?""Bukan itu, Mas.""Lalu?" Zain menunduk, memerhatikan wajah ayu Aruna. "Aku ... aku hanya teringat Mas Aksa. Aku mau minta maaf sama dia besok. Kita ziarah mau enggak, Mas?" Zain menghela napas p
last updateLast Updated : 2024-02-09
Read more
PREV
1
...
789101112
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status