Semua Bab Pesona Ibu Susu Anakku: Bab 21 - Bab 30

111 Bab

21. Kesempatan kedua

"Pak Bima, aku harap ... pernikahan kita jangan sampai diketahui Bu Raya, ya?" pinta Jenny saat dirinya hendak turun dari mobil. Mobil itu sudah sampai di depan gerbang rumah mewah Bima."Kenapa memangnya?" Bima mencegah Jenny yang hendak turun. Mencekal lengannya."Kita menikah juga terpaksa, Pak. Dan aku nggak mau dengan Bu Raya tahu kalau aku menjadi istri kedua Bapak ... dia jadi makin membenciku." Meskipun sekarang Jenny telah menjadi istri kedua Bima, tapi sama sekali tak ada niatnya ingin merebut pria itu dari Soraya.Jenny menepis tangan Bima, lalu gegas dia pun turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam gerbang.Mendadak, dada Bima terasa berdenyut nyeri. Jelas sekali kalau gadis itu tak menginginkan pernikahan yang telah terjadi beberapa jam yang lalu. Akan tetapi, Bima justru yang senang duluan dan malah sempat memikirkan malam pertama.Namun sepertinya, keinginan itu harus Bima kubur dalam-dalam."Kok aku sedih ya, Bud. Dengar apa yang Jenny katakan," ucap Bima dengan
Baca selengkapnya

22. Cantik dan mempesona

Jenny langsung menarik lengannya di tangan Weni, lalu menggeleng cepat."Mbak ini ngomong apa? Mana mungkin ini cincin kawin." Kakinya melangkah masuk ke dalam kamar Kaila, lalu menaruh tas di atas meja juga dengan kantong merah yang sejak tadi berada dalam pelukannya."Habis modelnya mirip, Jen. Kayak cincin kawin tapi tipe yang mahal." Wedi melangkah masuk lalu menghampiri."Aku membelinya, tadi, Mbak. Kan aku habis gajian.""Iya, aku hanya nebak kok. Oh ya, ini apa?" Weni membuka kantong merah dan mengintip isinya."Alat-alat sekolah, aku dikasih sama kepala sekolah. Katanya dari pemerintah. Apa Mbak tahu ... aku juga nggak perlu bayar SPP lho, katanya dikasih juga sama pemerintah," ungkap Jenny dengan wajah ceria. Dia tentunya sangat bahagia mendapatkan itu semua. Dengan begitu dia tak pusing memikirkan untuk membeli. Mungkin hanya sepatu saja yang saat ini dia butuhkan."Alhamdulillah, itu rezeki buat kamu. Dan sepertinya ad
Baca selengkapnya

23. Aku mau jujur

Keesokan harinya.Ceklek~Jenny membuka pintu kamarnya, dia sudah mengenakan seragam sekolah. Namun, langkah kakinya yang hendak melangkah keluar itu seketika terhenti lantaran melihat Bima ada di depannya.Matanya agak mendelik, sebab kaget. "Ah, selamat pagi, Pak.""Pagi, Jen." Bima mengulum senyum. Jantungnya langsung berdebar kencang."Ada apa, Pak? Aku mau berangkat sekolah." Jenny menoleh ke kanan dan kiri, memperhatikan sekitar. Ada perasaan takut, takut jika Soraya melihat dan nantinya marah.Bima langsung menarik tangan Jenny, lalu membawanya masuk kembali ke kamar itu dan menutup pintu."Bapak mau apa? Jangan macam-macam, ya! Aku takut dimarahi Bu Raya!" teriak Jenny dengan wajah takut."Aku nggak akan macam-macam," jawab Bima. Lalu melangkah mendekati Jenny. Gadis itu beringsut mundur hingga membuat punggungnya menempel tembok."Terus mau apa?" Jenny menundukkan wajahnya, tak berani rasanya menatap pria itu sebab jaraknya cukup dekat."Aku mau minta maaf sama kamu.""Minta
Baca selengkapnya

24. Mengajak ke hotel

"Iya. Ya sudah, aku masuk dulu, Pak." Jenny menepis tangan Bima, lalu melangkah masuk ke dalam gerbang yang sudah dibukakan oleh seorang satpam."Sekolah yang rajin, Jen! Biar cepat lulus!"Jenny mendengar suara Bima yang berteriak, namun dia tak menoleh. Terus melangkah hingga masuk ke dalam kelas.'Apa sih yang mau Pak Bima katakan? Kenapa lebay sekali sampai menyusulku di sekolah?' Jenny bertanya-tanya dalam hati. 'Tapi semoga saja bukan hal yang membuatku pusing. Apalagi kalau tentang malam pertama. Aku nggak mau.'Teeeeett ... Teeeeett ... TeeeettJam kelas sudah berbunyi. Pertanda jika waktu jam pelajaran hari ini berakhir."Jen, habis pulang sekolah kamu mau ke mana dulu, nih?" tanya Dini yang tengah memasukkan buku dan pulpen ke dalam tas."Aku mau langsung pulang, Din, kenapa memangnya?" Jenny sudah selesai duluan masukkan alat tulisnya. Dan sekarang dia berdiri sambil menggendong tas ransel."Aku tadin
Baca selengkapnya

25. Aku bercerita denganmu

"Pak! Aku nggak mau ke hotel! Kan aku sudah pernah bilang ... kalau aku belum siap berhubungan badan dengan Bapak!" tegas Jenny sambil menghentakkan tangannya, hingga tangan Bima berhasil terlepas.Ucapan Jenny terdengar cukup keras, sehingga pasang mata yang berada disekitarnya itu menatap mereka. Dan begitu tajam menatap Bima."Lho, Jen, apa yang kamu katakan? Siapa juga yang mau mengajakmu berhubungan badan?" tanya Bima heran. Dia jadi malu sendiri karena terlihat mesum dimata orang-orang."Ini buktinya apa? Kok Bapak membawaku ke hotel?""Kita akan makan siang bareng.""Makan siang bareng kok ke hotel segala? Kan banyak warteg atau restoran, Pak!" Jenny hendak membuka pintu mobil Bima, berniat masuk kembali. Namun, Bima langsung mencegahnya. Menahan pintu."Kamu nggak boleh su'uzan dulu, Jen, aku benar-benar ingin mengajakmu makan siang di sini. Karena masakan di restoran ini sangat enak." Bima mencoba memberikan pengertian,
Baca selengkapnya

26. Apa jangan-jangan

"Istri satu-satunya?!" Kening Jenny seketika mengerenyit. "Lho ... itu berarti Bapak ingin menceraikan Bu Raya, dong? Jangan, Pak! Itu nggak boleh!" tegasnya dengan gelengan kepala."Jen ... Jen, kamu ini kebiasaan, ya ... orang tanya kok malah ngasih pertanyaan balik?" Bima membuang napasnya dengan kasar, lalu mengusap wajah. Bicara dengan Jenny sepertinya harus memiliki ekstra sabar, sebab dia sangat sensitif sekali jika berkaitan dengan Soraya. "Minimal jawab dulu lah, Jen. Hargai orang yang nanya.""Maafin aku, Pak. Tapi pertanyaan Bapak sulit sekali aku jawab. Dan aku pun nggak mau kalau sampai Bapak dan Bu Raya bercerai.""Begitu, ya ...?" Bima menggaruk rambutnya yang tidak gatal. "Jadi kamu enggak mau, kalau aku dan Raya bercerai? Dan kamu juga nggak akan mencoba mencintaiku?"Jenny menganggukkan kepala."Ya sudah, kita geser ke pertanyaan lain." Meskipun jawaban Jenny sangat tidak memuaskan, tapi Bima mencoba untuk memaklumi. "Ka
Baca selengkapnya

27. Nomor tidak dikenal

"Om juga baik." Lukman mengangguk.***Malam hari di rumah Bima.Tok! Tok! Tok!Terdengar suara ketukan pintu dari kamar Jenny, perempuan itu saat ini sedang mengisi PR di atas kasur."Jen ... ini Mbak Weni, kamu sedang apa di dalam?" "Masuk aja, Mbak!" sahut Jenny, lalu menutup buku dan menyimpan semua alat-alat tulisnya ke dalam tas.Ceklek~Pintu kamar itu pun perlahan dibuka, masuklah Weni bersama Kaila yang berada dalam gendongannya."Lho ... kamu lagi belajar ternyata? Maaf kalau aku ganggu, Jen.""Enggak kok, Mbak. Ini udah selesai." Jenny menggeleng, lalu meraih tubuh Kaila. Dilihat bayi mungil itu tengah mengemuuti tangannya sendiri, tampaknya dia haus."Susuin Nona Kailanya, Jen. Dia pasti lapar dan mengantuk.""Iya, Mbak." Jenny perlahan membuka tiga kancing baju kimononya, lalu menyembulkan salah satu dadanya dan mulai menyusui Kaila."Kalau ASI-mu banyak, nanti sekalian diperas juga buat besok ya, Jen. Soalnya stok di kulkas udah habis." Perlahan Weni mendudukkan bokon
Baca selengkapnya

28. Enyahlah dari Jakarta!

Bima memerhatikan foto tersebut dengan seksama.Dan setelah diteliti lebih dekat, benar—itu adalah foto Soraya bersama seorang pria. Tapi pria di sana adalah Billy asistennya Soraya, dan apartemen yang mereka kunjungi pun apartemen Billy.Rasanya tidak mungkin, jika Soraya selingkuh dengan Billy. Bima tahu betul pria itu. Dia sangat gemulai, dan yakin jika dia juga belok. Dalam artian suka dengan sesama jenis."Masa, sih, si Raya selingkuh dengan Billy? Kayaknya nggak mungkin deh." Bima menggeleng tak percaya. "Mereka juga 'kan memang setiap hari sering bareng. Jadi wajar nggak sih ... kalau orang suruhan Budi ini berhasil mengabadikannya? Mereka 'kan nggak tau kalau Raya dan Billy ternyata adalah bos dan asistennya."Ceklek~Sebuah pintu kamar tiba-tiba dibuka dan sontak membuat Bima terperanjat."Ada apa sih, Mas? Kok langsung kaget gitu?" tanya Soraya heran, lalu melangkah mendekat dan naik ke atas ranjang."Enggak, cuma tadi aku habis lihat video horor. Itu udah selesai kamu ... b
Baca selengkapnya

29. Diam-diam kamu menggodanya

"Enyah dari Jakarta? Maksud Ibu apa?" Jenny terlihat tak mengerti. Tapi dia langsung membuka amplop tebal itu sebab merasa penasaran dengan isinya.Dan saat membukanya, sontak dia membelalakkan mata lantaran isinya adalah beberapa lembar uang seratus ribuan dan itu sangat banyak."Uang? Ini uang untuk apa?""Untukmu!""Kenapa untukku, Bu?""Masih aja kamu nggak paham, ya?? Bodoh sekali memang!" Soraya menjambak rambut Jenny dengan kuat dan kembali membuat perempuan itu meringis."Aaaww sakit, Bu!" jerit Jenny."Aku tau kalau selama ini kamu menaruh hati pada suamiku! Diam-diam kamu menggodanya, kan?? Kau ingin merebutnya dariku 'kan, Jen??!" geram Soraya sambil menggertakkan gigi."Enggak, Bu. Sumpah demi Allah aku sama sekali enggak punya perasaan sama Pak Bima," jawab Jenny yang sudah menangis. Asli rambutnya sakit sekali. Ingin melepaskannya pun tidak bisa, tangan Soraya terlalu kuat mencengkramnya.Soraya tersenyum menyeringai, lalu mendekat ke telinga kanan Jenny. "Pokoknya aku
Baca selengkapnya

30. Jenny belum pulang

"Bu ... saya ...." Ucapan Weni yang hendak menjelaskan langsung terhenti diujung bibirnya, lantaran Kaila sudah direbut oleh Soraya. Lantas perempuan itu masuk ke dalam rumah dengan membawa anaknya meninggalkan Weni.***Tibanya Bima di sekolah Jenny, suasana ditempat itu tampak sangat sepi. Tapi masih ada seorang satpam yang berdiri di dekat sebuah pos."Pak ... apa masih ada siswi yang bernama Jenny di sekolah?" tanya Bima yang sudah menghampiri gerbang."Semua siswa dan siswi di sekolah sudah pulang, Pak." Satpam itu menatap Bima dari celah gerbang."Kalau kepala sekolahnya sendiri, apa masih ada, Pak?""Kepala sekolah juga sudah pulang, Pak. Bapak cari siapa tadi? Jenny?""Iya." Bima mengangguk. "Namanya Jenny Salsabila, Pak. Dia siswi kelas 3. Sudah sore begini tapi dia belum pulang ke rumah.""Apa Bapak sudah menghubungi teman-temannya? Coba tanyakan kepada temannya, barangkali Jenny main," saran Pak Satpa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status