Home / Urban / Pembalasan Dendam Sang Duda Kaya / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Pembalasan Dendam Sang Duda Kaya: Chapter 21 - Chapter 30

93 Chapters

21. Elina dan Perangainya

“Uang dari mana? Cepat katakan! Kamu, kan, cuma tukang ikan! Tidak mungkin kamu mampu membeli rumah ini!” Elina terus menuntut Ben sambil melangkah maju, menyudutkan sang mantan menantu. “Tadi aku juga lihat mobil mewah di garasi! Bagaimana kamu bisa jadi sekaya ini dalam waktu singkat? Apa yang telah kamu lakukan?!”“Tenang dulu, Elina.” Kedua tangan Ben terulur ke depan dengan kaku. Ragu apakah ia boleh menyentuh wanita di depannya atau tidak. Sementara itu, Thalia juga tidak bisa berbuat apa pun untuk menghentikan tingkah ibunya yang agresif.“Bagaimana aku bisa tenang? Sebenarnya apa tujuanmu memanggil anakku? Apa kamu berniat untuk menggodanya lagi dengan semua harta kotormu ini?”“Sama sekali tidak! Ada kesalahpahaman di sini,” sanggah Ben cepat. Seki
last updateLast Updated : 2023-11-18
Read more

22. Kegigihan di Tempat Penuh Keputusasaan

Penampilan urakan dengan tindik di bawah bibir bukanlah hal yang aneh di kota Patah, tetapi apabila dipadukan dengan rambut cepak hitam kemerahan yang sangat terlihat tidak cocok dengan bola mata abu-abu kebiruan, siapa pun tidak akan mampu menahan diri untuk tidak menatap sedikit lebih lama.Denver sudah sangat terbiasa dengan itu. Ia justru akan dengan senang hati mengedipkan salah satu matanya kepada setiap pejalan kaki yang menatapnya aneh. Terutama para wanita cantik yang mengenakan baju kurang bahan, mereka adalah pemandangan favorit Denver.Namun, kali ini ia tidak bisa menikmatinya seperti biasanya, karena ada begitu banyak hal yang mengganjal di dada. Seharusnya ia mencurahkan semua beban itu kepada Ben hari ini dan melupakannya, sayang sekali Ben sedang tidak bisa diganggu dan Sander bersikeras menjauhkan Denver dari pria itu.
last updateLast Updated : 2023-11-19
Read more

23. Bukannya Aku Tidak Bersalah

“Kamu yakin? Kita bisa cari tempat lain,” tanya Ben setelah suara musik di ruangan yang mereka masuki tidak terlalu menggema. Ia berjalan mengikuti Thalia dengan waspada, berhati-hati agar tidak menyenggol kerumunan di sekitar. “Tawaranku masih berlaku. Ayo, kita cari restoran saja. Semahal apa pun itu, akan kubayar.”Thalia lantas terkekeh. Tubuhnya berbalik sebentar hanya untuk menarik tangan Ben, memintanya untuk mempercepat langkah. “Aku tahu sekarang kamu sudah kaya, tapi kita tidak boleh ke restoran.”Ben mengerutkan kening kebingungan. Otaknya tidak bisa bekerja dengan maksimal di tempat yang terlalu ramai seperti ini, apalagi kini ia tepat berada di belakang Thalia yang berdandan dengan sedikit berbeda dari beberapa jam lalu.Mantan istrinya itu saat ini dengan sengaja mem
last updateLast Updated : 2023-11-20
Read more

24. Kebahagiaan yang Rapuh

“Nanti setelah Ayah dapat uang, kita langsung beli di pasar, ya.” “Beneran?” “Bener, dong. Kapan Ayah bohong sama Alisya?” Alisya kecil tersenyum lebar, memperlihatkan deretan gigi depannya yang ompong. Jejak coklat cair menghiasi sekitar bibirnya, membuatnya semakin terlihat menggemaskan. “Tapi Ayah udah izin sama Ibu?” Ben yang baru saja hendak menggantungkan pakaiannya ke dalam lemari tanpa pintu miliknya tanpa sengaja menyenggol setumpuk gantungan baju yang baru ia beli. Belasan gantungan yang terbuat dari kawat itu berjatuhan, membuat Ben segera memungutinya dengan panik sambil melirik ke sana kemari. Ia terkekeh dengan canggung sebelum menjawab pertanyaan Alisya. “Gak perlu. Ibu pasti mau juga.” “Mau apa?” Wajah Alisya berubah sumringah mendapati Thalia telah berdiri di depan pintu kamar mereka. Dengan lincah kaki-kaki kecilnya berlari menghampiri sang ibu yang lantas menangkapnya ke dalam pelukan hangat. Berbeda dengan gadis kecil itu, Ben justru terlihat terkejut dengan
last updateLast Updated : 2023-11-21
Read more

25. Haidar Kalingga

Lima tahun berlalu begitu saja sejak pertama kali Thalia mengancam Ben untuk bercerai. Setelah dipikir-pikir lagi, wanita itu telah bertahan cukup lama hingga akhirnya benar-benar memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka berdua. Ben merasa sangat menyesal setiap kali memikirkan betapa tersiksanya Thalia selama berusaha mempertahankan keluarga mereka agar tetap utuh. Lima tahun bukan waktu yang singkat. Thalia sungguh telah berjuang semaksimal mungkin.Ben hampir saja terpejam menikmati semilir angin yang berembus pelan. Sebisa mungkin ia menikmati waktunya berjalan kaki di jalanan sepi setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh menggunakan kendaraan umum. Sayangnya, pikirannya masih penuh oleh kesedihan masa lalu serta pengakuan dari Thalia yang mabuk tempo hari hingga sulit baginya untuk benar-benar relaks. Perasaan bersalah juga semakin menghantui setelah ia sadar bahwa ia telah menunda penyelidika
last updateLast Updated : 2023-11-23
Read more

26. Kasih Sayang Orang Tua

“Aku selalu menunggu saat yang tepat untuk memberitahukan identitasmu, tapi sayangnya, sejak pertama kali kita bertemu pun aku sudah cukup tua, mudah lupa, dan sering ragu.” Setelah beberapa jam berlalu, Rossa akhirnya kembali bisa berbicara dengan lancar tanpa membutuhkan terlalu banyak jeda. Perempuan lanjut usia itu menyingkirkan beberapa kardus berdebu yang berada di sekitar mereka.Terlalu terpana melihat bagian dalam gudang Panti Asuhan yang tidak pernah ia masuki membuat Ben hampir saja membiarkan Rossa melakukan pekerjaan berat seorang diri. Dengan terburu-buru ia mengambil alih kardus-kardus di tangan Rossa. “Usia hanyalah angka. Baik dulu maupun sekarang, kamu masih tetap cantik dan bersinar,” pujinya dengan sangat tulus. Senyum hangat berkembang di wajahnya.Rossa menggelengkan kepala, tidak percaya pada apa yang didengarnya.
last updateLast Updated : 2023-11-24
Read more

27. Foya-Foya Versi Duda

“Rossa, tenang dulu. Coba beritahu aku, benda apa sebenarnya yang kamu cari?”Entah sudah keberapa kalinya Ben bertanya seperti itu, tetapi Rossa tidak kunjung menjawab dengan pasti. Perempuan paruh baya itu hanya terus mengatakan bahwa ia harus menemukan sesuatu yang ia sendiri tidak tahu apa itu. Mereka bahkan sudah mengelilingi Panti Asuhan sebanyak tiga kali, memasuki setiap ruangan serta mengintip setiap celah dan tempat tersembunyi. Namun, hasilnya nihil. Rossa terus saja kebingungan dan gelisah.“Aku merasa aku harus menemukannya.” Lagi-lagi Rossa hanya memberikan jawaban yang sama.Putus asa, akhirnya Ben menuntun Rossa menuju gedung utama, tempat di mana anak-anak serta para pengasuh lain berkumpul. Tidak butuh waktu lama untuknya menemukan Mayang yang tengah membacakan buku untuk pa
last updateLast Updated : 2023-11-26
Read more

28. Diceramahi Anak Ingusan

“Harga sudah termasuk semua furnitur di dalamnya. Bisa dilihat, interior griya tawang ini jauh lebih moderen dan artistik dibandingkan griya tawang lainnya yang hanya bisa menawarkan luas bangunan dan desain trendy tanpa memikirkan kenyamanan,” ujar seorang wanita berpakaian formal dan rapi. Rambutnya digulung ke belakang hingga tidak ada satu helai pun jatuh menyentuh pundak. Senyum ramah tidak pernah satu kali pun meninggalkan wajahnya. “Jendela floor-to-ceiling ini pas sekali menghadap ke utara, memperlihatkan pemandangan pegunungan jauh di belakang perkotaan yang menambah kenyamanan saat bersantai di ruang tengah.”Ben hanya mendengarkan sambil menganggukkan kepala. Kedua kaki pria itu melangkah dengan malas di atas lantai parket kayu yang berkilauan. Pikirannya telah melambung jauh dari tempat raganya berada.Sang wanita yang sama sekali tidak menyadari diamnya Ben terus saja mempromosikan tempat tinggal mewah yang baru Ben lihat pertama kali seumur hidup. “Bagian ceiling sepenuhn
last updateLast Updated : 2023-11-27
Read more

29. Gadis Mencurigakan

Suara jarum jam dinding menambah rasa kesal Ben yang sedari tadi hanya bisa duduk di tempat. Secangkir kopi hitamnya tidak lagi mengepulkan asap, cangkirnya pun tidak terasa hangat saat ia sentuh. Ben melirik ke arah pelayan kafe yang berdiri di belakang meja, menatapnya dengan pandangan waspada.Ben tidak sepenuhnya menyalahkan pelayan itu. Biar bagaimanapun, dirinya yang datang dengan pakaian serba hitam serta memilih untuk duduk di kursi paling sudut pasti terlihat sangat mencurigakan. Apalagi sudah tiga jam lebih berlalu sejak kedatangannya. Jika Ben menjadi sang pelayan, Ben mungkin sudah mengusir pelanggan sepertinya sekarang.“Dia bilang tengah hari, tapi di mana dia sekarang?” gerutu Ben sambil memeriksa kembali surat anonim yang terus ia genggam. Tubuh besarnya bergerak gelisah, menimbulkan suara berderit pada kursi kayu tua yang didudukiny
last updateLast Updated : 2023-11-28
Read more

30. Gadis dan Kameranya

Salah satu alis Ben otomatis terangkat saat melihat gadis dengan mata sembap di depannya. Gadis itu sibuk mengusap kedua matanya sendiri lalu mengatur napas, membiarkan Ben berdiri dalam kebingungan cukup lama. Lampu papan nama sebuah warung makan yang cukup tua berkedip tepat di atas kepala mereka. Sesekali angin yang bertiup kencang membuat papan itu menimbulkan suara berderit, Ben sempat berpikir untuk mengajak gadis itu pindah ke tempat lain, tetapi gadis itu telah bicara lebih dulu.“Maaf. Tadi aku terlalu terkejut. Aku tidak pernah menyangka kamu benar-benar datang,” ujar sang gadis yang sampai saat ini belum bisa menatap langsung kedua mata Ben. “Aku sudah lama memperhatikanmu sejak atasanku bercerita tentang kemungkinan keberadaan anak pasangan artis fenomenal favorit orang tuaku. Mungkin ini akan terdengar aneh, tapi aku sungguh tidak punya maksud apa pun saat mengikutimu. Aku ju
last updateLast Updated : 2023-11-29
Read more
PREV
123456
...
10
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status