Semua Bab Tertawan Cinta Kakak Ipar: Bab 31 - Bab 40

115 Bab

31. Ragu Soal Rasa

Rafan yang baru menerima pesan dari Yuan, tanpa pikir panjang memutuskan untuk pulang. Teleponnya tak terangkat, pikirannya tambah tak bisa berpikir dengan baik. Berbagai tangisan dan hancurnya sang kekasih menari-nari dalam pikirannya dan pelupuk matanya. Ia sudah membayangkan pasti wanita itu akan jauh lebih hancur dari sebelumnya. Namun ternyata, apa yang Rafan pikirkan tidak terjadi, justru ia melihat Yuan yang baik-baik saja dan berkutat di dapur entah ia membuat apa. Setelah melihat situasi rumah yang sepi, ia pun berjalan ke dapur. "Apa yang kau lakukan?""Rafan, jam berapa ini? Kau pulang? Tidak ada orang di rumah, tidak perlu menjaga jarak. Ibu lagi pergi."Rafan yang berdiri di depan kulkas itu kini akhirnya melangkah dan mendekati Yuan. Tangannya ia lingkarkan di sepanjang perut wanita itu. Beberapa kali ia mencium dan mengendus tengkuk Yuan yang saat itu terlihat jelas. "Jangan begini, aku takut nanti ada yang datang. Semua jadi berantakan kalau kita ketahuan, hanya tin
Baca selengkapnya

32. Ipar Posesif

Begitu mendengar namanya dipanggil sepasang kekasih tersembunyi itu seketika melepas pelukan masing-masing. Menyadari bahwa yang memanggil itu adalah Danish, Rafan seketika keluar dari dapur melalui pintu samping. Sementara Yuan mengelap pipinya yang basah dan menyembunyikan wajahnya yang tengah terluka. Beruntung keduanya tak ketahuan bermesraan di dapur. "Kau di sini?""Iya, ada apa? Kau pulang? Tumben.""Ponselku tertinggal, apa ada telepon tadi?""Ha? Aku dari tadi sibuk di sini. Menyiram tanaman, lalu aku membuat kue. Jadi aku belum sempat ke kamar. Aku tidak tahu kalau ponselmu tertinggal."Danish mengangguk paham. Dari jawaban Yuan yang sederhana itu, ia bisa percaya bahwa Yuan memang tidak mengetahui keberadaan ponselnya tadi karena jika wanita itu melihat atau tahu ada telepon dari Feli, sudah pasti wanita itu akan bertanya siapa nama kontak yang ia simpan dengan nama Yeobo. "Baiklah, kalau begitu aku kembali ke kantor. Kau membuat kue, tumben?" tanyanya melongok ke meja
Baca selengkapnya

33. Persiapan

Akhirnya, akhirnya hari yang sudah di tunggu Yuan akan datang esok hari. Tinggal beberapa jam lagi, rasanya ia ingin tidur cepat agar malam berjalan dengan cepat pula. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, ia hanya membolak-balikan badan, berusaha mencari posisi yang nyaman, tapi tak kunjung terpejam. Jika dulu ia merasakan sakit dan sedih saat Danish memilih untuk menyelinap keluar, maka malam ini ia berharap suaminya itu melakukan hal yang sama agar ia bisa ke kemar Rafan dan tidur dengan pria itu. Ia butuh sebuah pelukan, pelukan hangat yang saat ini sebenarnya masih haram ia rasakan. Ah, ia benci ini. Sebenarnya logikanya mengatakan bahwa ia tidak boleh dan tidak ingin bergantung pada Rafan. Apa pun keadaannya, apa pun situasinya, dan apa pun yang ia rasakan, ia sangat ingin baik dirinya, tubuhnya, pikirannya, hatinya, tidak ingin bergantung pada pria itu. Tetapi apa daya, Yuan tidak bisa mengatur perasaannya. Kita semua tidak bisa mengatur perasaan kita akan jatuh pada siapa, ak
Baca selengkapnya

34. Palsu

"Selamat ulang tahun pernikahan kita yang kedua. Maaf aku belum menjadi istri yang terbaik dan belum bisa memenuhi apa yang kau inginkan. Aku sedang merencanakan jika kita tidak mendapatkan keturunan dengan cepat, bagaimana kalau kita program bayi tabung saja? Bukankah itu pilihan yang bagus?"Di pagi yang masih buta dan tubuh yang masih sama-sama dalam selimut, Yuan sudah mengucapkan sebuah kalimat yang biasa saja menurutnya. Sebenarnya ia muak melakukan ini, tapi mau bagaimana lagi? Ia harus berpura-pura setidaknya untuk terakhir kalinya. Tidak tanggung-tanggung, wanita itu sangat terlihat posesif pagi ini. Ia sedikit memaksakan tubuhnya untuk mendesak tubuh dan meraba-raba tangan Danish, lalu ia letakkan di sepanjang pinggang. Ia ingin membuat momen atau kenangan romantis setidaknya untuk terakhir kalinya sebelum kejutan nanti malam akan meledakkan kehidupannya. Bisa dibilang ketenangan sebelum badai datang. 'Ayo lakukan, Yuan. Kau pasti bisa, buatlah momen romantis ini seromanti
Baca selengkapnya

35. Cemburu

Malam itu untuk pertama kalinya Danish berpartisipasi dalam mengatur meja makan. Ia dengan sukarela membantu Yuan di dapur, menghidangkan makanan dan membantunya memasang layar monitor yang terhubung dengan sebuah laptop. Sebenarnya banyak pertanyaan di pikiran Danish, tapi ia berusaha untuk diam. Karena ia tahu layar monitor itu pasti berhubungan dengan kejutan yang dimaksud oleh istrinya tadi pagi. Bukan kejutan namanya jika diberitahu sekarang, kan? Itulah sebabnya kenapa ia lebih memilih bungkam dan menunggu momen yang tepat untuk mengetahui kejutan apa yang sudah disiapkan oleh istrinya. "Tidak-tidak, sepertinya kurang ke kiri sedikit saja." Yuan bolak-balik mengarahkan pandangannya ke arah monitor dan meja makan. Ia ingin semua sempurna, ia memastikan, dan ia harus yakin bahwa semua orang yang duduk di meja makan nanti akan melihat dengan jelas layar monitor yang ada di depan meja makan ini. "Oke cukup.""Apalagi yang harus aku lakukan? Astaga Yuan, haruskah kita memasang l
Baca selengkapnya

36. Siapa Sebenarnya Yang Memberi Kejutan?

Makan malam itu berjalan dengan hikmat seperti biasa. Hanya suasana yang berubah, tapi tidak mengubah segalanya. Kehangatan dan sesekali canda tawa terdengar dari manusia yang mengitari meja. Dibalik senyumnya, Yuan mendadak gugup. Ini adalah momen yang ia tunggu, lalu kenapa ia jadi gugup di detik-detik menuju hari pembalasannya? Ia sejak kemarin tak sabar untuk sampai di detik ini, dan sekarang kenapa justru ia menjadi kringat dingin. Sebuah sentuhan di kaki membuatnya sedikit terkejut, pandangannya ia arahkan pada Rafan yang juga menatapnya, tatapan yang seolah mengisyaratkan untuk tetap tenang dan tidak takut menghadapi kenyataan. Aku ada untukmu. Setidaknya kalimat itulah yang dirasa pas untuk menggambarkan tatapan Rafan. Tatapannya teduh, membuat hati Yuan menghangat dan sedikit tenang. Setelah acara makan malam usai, meja pun sudah dibereskan saatnya mengganti lampu terang menjadi lampu temaram, lilin-lilin pun sudah menyala menambah suasana hangat yang ada di sana. Semua w
Baca selengkapnya

37. Kau Siapa?

Aku menulis surat ini dengan tangan gemetar dan hati yang penuh kerinduan. Terpisah oleh jarak fisik, namun hati kita tetap bersatu dalam cinta yang tak terukur. Setiap hari tanpamu terasa seperti sekali seribu tahun, namun aku ingin kau tahu bahwa jarak ini tidak mampu meredam api cinta di dalam diriku.Saat malam tiba, aku merenungkan kenangan indah kita bersama. Aku membayangkan senyummu, suaramu, dan aroma tubuhmu. Aku merindukan sentuhan hangatmu dan pelukan yang membuat dunia seolah-olah berhenti berputar. Meski jarak memisahkan kita, kenangan-kenangan itu tetap menghangatkan hatiku di malam yang sepi.Jarak ini menjadi akhir dari cerita cinta kita. Tapi aku percaya bahwa cinta sejati akan tetap pulang pada rumahnya. Meskipun aku berada di sini dan kau di sana, cintaku padamu tetap tak tergoyahkan. Melalui surat ini, aku mengirimkan cinta dan doa melalui tiap kata yang terpahat di atas kertas. Aku yakin suatu hari nanti, kita akan bersatu kembali jika memang cintaku dan cintamu
Baca selengkapnya

38. Pengakuan Danish

"Siapa aku itu tidak penting. Kau pecundang, pengecut, kau hanya berani bermain kasar, bersembunyi dari kesalahan. Sudah terbukti bahwa kau sudah melakukan hal yang merendahkan harga dirimu dan keluargamu, bukannya meminta maaf kau justru kesetanan. Terserah saja kau mau berpikir apa tentangku. Pikiranmu itu tidak akan membuktikan kau lebih baik dariku." Rafan lalu pergi dari hadapan Danish. Seperti yang dikatakan tadi, bahwa ia tidak peduli dengan pikiran Danish terhadapnya. Begitu juga dengan kedua orang tuanya, ia tidak peduli mereka berpikir apa. Tapi ia rasa kedua orang tuanya tidak akan mungkin berpikir bahwa dirinya dan Yuan memiliki hubungan. Ini hanya sebuah tindakan pertolongan untuk wanita itu saja. Ia percaya dan ia yakin kedua orang tuanya tidak akan berpikir sejauh itu. Meskipun pada kenyataannya ia ada hubungan, setidaknya jangan beritahu mereka sekarang. Lebih baik hubungan ini disembunyikan terlebih dahulu sampai waktunya tepat untuk merencanakan atau melangkah ke ha
Baca selengkapnya

39. Tak Ada Yang Pulang

"Minta dia keluar dari sini, Ve. Aku tidak sudi melihat wajahnya!" Pak Jo memaksakan kepalanya untuk menghadap ke arah yang berlawanan dengan posisi berdirinya Danish. Pria yang tengah lemah tak berdaya karena serangan jantung itu bernapas dengan sedikit sesak karena amarah yang masih tersisa. Betapa sakitnya hati beliau mendapati anaknya yang melakukan hal sekeji ini. Sungguh beliau sangat malu saat ini jika harus melihat dunia beserta isinya. Bu Veronica lalu memberikan kode pada sang anak untuk menginggalkan mereka. Tak lupa beliau juga memberi tahu untuk tidak datang ke rumah sakit. Sebelum suasana kembali kondusif akan jauh lebih baik jika Danish tidak muncul dulu di depan Pak Jo, begitu pikir Bu Veronica. "Aku sudah memintanya untuk pergi. Tolong jangan pikiran dulu soal apa pun. Kau tak akan kunjung sembuh jika seperti ini. Apakah kau menginginkan aku menghadapi ini sendirian? Kalau tidak, kau harus bisa mengatur emosimu. Pedulilah pada kesehata
Baca selengkapnya

40. Pengakuan

"Orang-orang ke mana? Kenapa rumah sangat sepi?"Rafan sampai rumah 15 menit yang lalu. Dari ia masuk rumah hingga kembali keluar kamar tak ada manusia yang ia temui selain pekerja di rumahnya. "Ibu lagi di rumah sakit, Mas, nungguin Pak Jo. Semalam setelah Mas Rafan pergi, Pak Jo dadanya sakit dan dibawa ke rumah sakit. Kalau Mas Danish mungkin masih di sana juga karena semalam juga Mas Danish nggak pulang.""Kenapa ibu tidak mengabari aku?" gumam Rafan seraya melangkahkan kaki dan menghubungi ibunya. Rafan yang tadinya sudah bersiap akan ke kantor kini terpaksa ia urungkan. Meskipun mendapat kabar dari ibunya bahwa keadaan sang ayah sudah jauh lebih baik, tetap saja ia harus memastikan sendiri kondisi pria itu. "Apa yang terjadi? Kenapa Ibu tidak kabari aku kalau ayah masuk rumah sakit? Aku, kan, bisa pulang semalam. Apa kata dokter?""Tidak apa-apa, Rafan. Jangan khawatir, seperti yang sudah Ibu katakan tadi, Ayah sudah leb
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status