Home / Pernikahan / Tertawan Cinta Kakak Ipar / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Tertawan Cinta Kakak Ipar: Chapter 91 - Chapter 100

115 Chapters

92. Perasaan Tersisih

"Kau pasti sedang lelah itu sebabnya kau tidak fokus pada jalanan. Bagaimana ini bisa terjadi kalau kau fokus pada jalanan? Kau tidak akan ditabrak oleh orang," omel Yuan saat mengobati siku dan lengan suaminya yang tergores aspal. Tak parah luka yang di terima oleh Rafan, hanya luka ringan, namun berukuran cukup panjang di lengan pria itu. "Kau tidak curiga bahwa ini adalah hal yang disengaja?" lanjut Yuan. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Sayang. Mungkin orang itu sedang buru-buru sama seperti aku.""Se buru-burunya dia, harusnya dia tanggung jawab karena sudah mencelakai orang. Bagaimana jika efek yang dia akibatkan–""Sayang, sudah, ya. Ini hanya luka ringan kau sudah mengobatinya dan ini sudah lebih baik. Aku tidak akan mati hanya dengan goresan seperti ini, tidak perlu mengkhawatirkan sesuatu yang kecil secara berlebihan, hm?"Tidak pernah melihat Rafan celaka membuat Yuan merasa khawatir yang berlebihan. Mendengar cerita yang ia dengar tentu saja membuat pikirannya tidak
Read more

93. Serba Salah

Yuan memilih pergi dibandingkan harus menggendong anak dari mantan suaminya. Entah rasa apa yang ia miliki terhadap keluarga kecil itu, ia tak membenci Dafi. Ia tidak sepicik itu untuk membawa kebenciannya terhadap Danis lalu ia limpahkan juga pada anaknya. Bukan kebencian yang ia utamakan, tapi perasaan yang tak nyaman itulah yang membuat Yuan merasa tak perlu berbasa-basi dengan siapa pun yang berhubungan dengan Danish. "Sayang!" panggil Rafan mengikuti langkah sang istri yang berjalan ke kamar. "Kau ini kenapa tidak membiarkan semuanya mengalir seperti apa adanya. Ikuti saja alurnya, ikuti saja ke mana arus membawa kita melangkah. Jangan melawan arus atau membuat sesuatu yang tidak nyaman di antara kita semua," kata Pak Jo yang melihat keadaan menjadi canggung. "Aku sedang tidak melawan arus, Jo. Aku ini sedang mengusahakan untuk kedamaian di antara keluarga kita. Bukankah kau sendiri yang mengatakan aku harus berdamai dengan Feli? Kalau kau menyuruhku untuk melakukan itu, aku
Read more

94. Tentang Kabar

Rafan menyadari bahwa dirinya berada di tengah-tengah dilema yang rumit. Di satu sisi, ia ingin mendukung istrinya yang sedang berusaha menjauh dari konflik dengan Danish. Namun, di sisi lain, ada keinginan ayahnya untuk menjaga kedamaian keluarga."Aku mengerti, Ayah. Aku akan mencoba sebaik mungkin untuk tetap menjaga keseimbangan di antara semuanya. Kedamaian keluarga adalah prioritas bagiku," ucap Rafan dengan mantap.Pak Jo tersenyum, "Terima kasih, Rafan. Ayah yakin kau akan membuat keputusan yang bijak. Keluarga ini butuh waktu dan pengertian dari setiap anggotanya.""Kau sudah menjenguk anak bungsumu?" Pak Jo menggeleng, "Ayah ingin, tapi ada kalanya jika kita memberikan pelajaran dengan cara seperti ini. Mendengar kabar bahwa dia sehat sudah cukup bagi Ayah." Pria berkacamata itu lalu meninggalkan Rafan yang duduk termenung seorang diri. Ia nampak diam, tapi pikirannya tengah kalut. Banyak sekali yang bicara di dalam otaknya. Biar bagaimanapun ia adalah manusia biasa yang t
Read more

95. Teror

Bulan-bulan berlalu, Danish terus menjalani masa hukuman di penjara. Sementara itu, Rafan dan Yuan yang tinggal bersama orang tua merasakan dinamika keluarga yang rumit. Mereka berusaha menjalani hari-hari mereka dengan kedamaian sembari meresapi perjalanan hidup yang telah memperumit hubungan mereka.Feli, meski terus berusaha memperbaiki hubungan dengan Rafan dan istrinya, masih merasakan resistensi dari Yuan. Setiap kali mencoba mendekati atau memperdalam hubungan, suasana tetap terasa tegang. Namun, Feli tetap bertekad untuk memberikan yang terbaik bagi keluarganya, termasuk masa depan yang akan dihadapi Danish setelah keluar dari penjara.Danish di penjara mulai merenungkan arti kehidupannya dan pelajaran yang bisa diambil dari kesalahannya. Ia merencanakan untuk menjalani hidup yang lebih baik setelah bebas, dengan harapan bisa membangun kembali hubungan yang pernah hancur. Ini demi pengorbanan istrinya yang berjuang sendirian di luar sana, sementara di sini ia tak bisa berbuat
Read more

96. Masa Lalu

Dengan pikiran yang sedikit terganggu karena penelpon misterius yang mengganggunya sejak kemarin, Rafan turun menuruni anak tangga satu persatu dengan pikiran yang sedikit melayang tentunya, karena pikirannya sudah benar-benar tidak fokus hanya dengan satu perkara saja. Lamunannya itu seketika tersentak tatkala tak sengaja mendengar ucapan Bi Ijah, asisten rumah tangga yang sudah lama setia mengabdikan diri di rumah Bimantara. "Siapa yang kirim paket sepagi ini?" tanya Bu Veronica yang entah ditujukan pada siapa. Pak Jo, Bu Veronica, dan juga Yuan yang sudah duduk siap menyantap makan paginya menjadi menunda aktivitas itu karena datangnya paket. Semua perhatian dan pandangan mereka berada pada kotak berukuran sedang yang terhias pita berwarna merah. Pak Jo dan Yuan memperhatikan kotak itu seakan menunggu dengan penasaran dan tidak sabar apa yang ada di dalamnya. Tidak ada nama pengirim dan untuk siapa paket itu ditujukan hanya tertulis alamat rumah saja. "Apa isinya?" tanya Pak J
Read more

97. Niat Baik

Setelah menyelesaikan sarapan pagi yang tidak ada kenikmatan, Yuan dan Rafan beranjak dari meja makan, mempersiapkan diri untuk sebuah petualangan baru. Mereka bergerak menuju mobil mewah mereka yang berkilauan, terparkir dengan sempurna di halaman rumah yang luas. Hari ini adalah hari yang sangat penting, cafe milik mereka akan membuka pintunya untuk pertama kalinya.Saat mereka meluncur di jalan yang lengang, Rafan mencuri pandang ke arah Yuan. Istrinya yang biasanya bersemangat dan penuh keceriaan, hari ini tampak terdiam, padahal hari ini adalah hari yang begitu dinantikannya."Yuan," ucap Rafan dengan nada yang penuh kelembutan, mencoba memecahkan keheningan. "Ada apa? Ada sesuatu yang menggangu pikiranmu? Aku berharap apa yang terjadi di meja makan tadi tidak membuatmu berpikir ke mana-mana."Kata-kata Rafan penuh kekhawatiran saat ia melihat keheningan yang tidak biasa dari Yuan. Ia hanya khawatir insiden di meja makan terlalu mempengaruhinya.Yuan mengambil napas dalam-dalam s
Read more

98. Ancaman

"Selamat pagi, Pak." Sapaan itu mengalun lembut begitu kaki Rafan melangkah memasuki lantai kantor menuju ruangan pribadinya.Dengan penuh keramahan, Rafan menjawab sapaan itu, menyertai dengan anggukan dan senyum tipis sebagai bentuk salam hangat. Transformasi perilaku Rafan sejak menikah dengan Yuan menjadi terlihat, terutama setelah beberapa kali mendapat nasihat lembut dari sang istri untuk menjadi lebih ramah terhadap stafnya.Namun, sebelum sempat duduk di kursi eksklusifnya, mata Rafan tertuju pada sebuah kotak yang terhampar di atas meja kerjanya. Kecurigaan dan rasa ingin tahu langsung memenuhi benaknya, menghadirkan tanya besar tentang isi kotak tersebut.Namun, sebelum sempat duduk di kursi eksklusifnya, mata Rafan tertuju pada sebuah kotak yang terhampar di atas meja kerjanya. Kecurigaan dan rasa ingin tahu langsung memenuhi benaknya, menghadirkan tanya besar tentang isi kotak tersebut.Di dalamnya, terhampar secarik kertas berwarna berkilau dengan tulisan indah yang meman
Read more

99. Ada Apa Ini?

Rafan mengusap wajahnya kasar. Semakin ia pikirkan akan semakin terasa buntu seakan tak ada jalan. Kecemasan ini tak pernah lagi ia rasakan sejak kejadian itu, kejadian yang mengubah dirinya menjadi seperti yang sekarang. Kegundahan dalam hatinya seakan kembali mengingatkan masa lalunya. Dalam kesendirian yang mendalam, Rafan merenung pada kenangan pahit masa lalunya. Keputusan yang menyakitkan, cobaan yang melanda, dan kehilangan yang membekas di setiap langkah hidupnya. Kegundahan dalam hatinya membawanya pada pertanyaan tak terjawab, apakah ia akan mampu melangkah maju atau terus terjebak dalam belenggu masa lalu."Terbelenggu masa lalu bagaimana maksudmu, Rafan? Semua sudah kau tutup dan terkubur, tidak ada masa lalu yang terkuak jika kau hadapi ini dengan tenang. Cari tahu siapa yang sedang bermain denganmu!""Dalam sehari saja dia sudah membuat dirimu kelimpungan tak karuan. Kau yakin bisa mencari tahu dan menyelesaikan ini tanpa ada yang rugi dari dirimu seperti yang kau ingin
Read more

100. Permainan Baru di Mulai

"Apa-apaan ini? Apakah dia berpikir bahwa aku akan tertipu dengan kalimat-kalimat seperti ini?" Yuan bergumam seraya berusaha untuk menghubungi pengirim pesan itu, "Sial nomornya sudah tidak aktif," kesal Yuan melemparkan ponselnya ke meja dihadapannya. Kalimat yang keluar dari mulutnya seolah ingin membantah, ingin tidak percaya dengan kalimat-kalimat tidak jelas yang ia terima. Tapi sayangnya, logikanya mengatakan hal lain. Yuan terdiam sejenak, ia menjernihkan pikiran dan memejamkan mata untuk mencoba mengerti apa yang telah terjadi tanpa ia ketahui. Ia melangkah ke jendela ruangannya, memandang ke arah luar seakan mencari jawaban di antara gedung-gedung tinggi. "Dosa? Apakah sesuatu yang sangat aku inginkan ini ada hubungannya dengan dosa Rafan?""Ah tidak-tidak, itu tidak benar. Kami sulit memiliki anak karena ada masalah yang terjadi di dalam tubuhku. Tidak ada hubungannya dengan Rafan. Aku sulit hamil, tidak ada kaitanya dengan dosa di masa lalu Rafan. Apa yang kau pikirkan,
Read more

101. Kejutan

Yuan melempar kotak kado berwarna biru itu. Napasnya seketika kembali memburu ketika melihat isi dari kotak tersebut. Bagaimana tidak terkejut? Begitu ia membuka penutup benda persegi itu terlihatlah isinya yang berupa sebuah foto suaminya yang terpasang di sebuah pigura berukuran sedang dengan berlumuran darah yang sudah mengering. Bi Ijah dan Feli yang melihat itu pun ikut terkejut dan saling tatap untuk sesaat. Pandangan mereka lalu beralih pada Yuan yang dengan perlahan berjalan mundur. Ia seperti kesulitan mengendalikan emosionalnya. "Bi, bisa tolong bawa Dafi pergi dari sini? Biar saya bicara dengan Yuan." Feli memungut foto yang terlempar jauh itu, ia mengamati sesaat dan meletakkannya kembali ke dalam kotak dan menutupnya. Ia berjalan mendekati Yuan yang masih mematung dengan segelas air. "Minum dulu, Yuan. Ini pasti mengagetkanmu." Yuan menatap Feli dalam. Sejurus kemudian, ia menerima air itu dan meminumnya sedikit. "Ayo duduk. Jangan terlalu dihiraukan, bisa saja itu
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status