Hujan baru saja reda setelah mengguyur semalaman dengan ditemani kilatan petir, serta embusan angin kencang. Aku membuka jendela kamar dan langsung disambut oleh angin. Walaupun hujan sudah reda, tetapi angin kencang masih berlalu-lalang. Alisku bertaut kala mencium aroma darah yang dihantarkan oleh angin itu. Namun, segera kutepis. Mungkin hanya bau besi tua. "Huwaaa … Mamah!"Alisku kembali mengernyit kala mendengar tangisan kencang Alisa—anak sahabatku. Kebetulan rumah kami bersebelahan. Jendela kamarku tepat mengahadap dapur mereka. "Alisa? Sayang, kamu kenapa?" Aku mencoba memanggil nama anak itu. Namun, dia tidak menjawab dan terus menangis kencang sambil memanggil-manggil nama ibunya. Anak itu baru berusia 3 tahun, tetapi dia sangat dekat denganku. "Alina, dengar enggak, sih, kalau anakmu itu nangis? Diamin, kek!" teriakku kepada Alina, sahabatku sekaligus ibu dari balita yang menangis itu. "Mamah … huwaaa … Bangun, Mah!" Lagi, Alisa menangis kencang. Aku makin kesal oleh
Terakhir Diperbarui : 2023-10-05 Baca selengkapnya