“Kamu pergi saja ke sekolah biar nanti Izhan aku yang urus ya.” Nino memilih jalan aman daripada melihat istrinya marah-marah di pagi hari yang cerah ini.“Awas kalau aku pulang Izhan masih belepotan gini.”“Iya, sayangku. Mana Izel, ayo sarapan dulu.” Nino semakin pintar, ia tahu triknya agar bisa mengalihkan pembicaraan dan istrinya tidak jadi marah.“Bunda, makannya di mobil saja, nanti Izel terlambat. Zea sudah di sekolah pasti, Izel tidak mau keduluan,” rengeknya.“Iya, ayo.”“Salim dulu dong.” Nino mengulurkan tangannya pada Izel, “belajar yang baik di sana ya, jangan nakal.”“Aku bawa mobil sendiri ya, Mas.”“Buat apa ada sopir.”“Mas, sekolah Izel tidak jauh.”“Ya sudah, tapi hati-hati.”Sebelum ada Nino, Serra juga sudah sangat mandiri jadi ia merasa agak aneh jika sering dilarang untuk ini dan itu padahal bisa melakukannya sendiri.“Sini, ayo bersihkan dulu itu tangannya. Ah ... kalau begini caranya Izhan harus mandi lagi.” Nino mengambil toples itu, Izhan yang tidak terima
Read more