All Chapters of Hasrat Berbahaya sang Pewaris Duda: Chapter 51 - Chapter 60

81 Chapters

Rekonsiliasi

Kulihat ada pergolakan di mata Joyce. Dan aku tak kaget. Pasalnya sosok ayah yang selama ini dia banggakan ternyata cuma seorang pembunuh, kebenaran pahit yang sudah pasti menggoreskan luka di hati anak manapun. "Aunty tahu ini berat, tapi setiap orang layak diberi kesempatan, Nak." Ucapku sambil berjongkok hingga wajah kami sejajar. "Baiklah Aunty. Tapi aku tak bisa janji bisa... memaafkan daddy."Kutatap wajah putri tiriku lekat-lekat. Keseriusan di matanya sanggup membuat manusia dewasa macam aku pun jadi salah tingkah. Betapa kuat auranya. Kuharap kelak ketika dia dewasa bisa ketemu pria yang tidak terintimidasi dengan auranya. "Baiklah, asalkan kamu mau bicara dengan daddy."Setelah mendapat persetujuan Joyce, kami berjalan beriringan ke mobil yang sejak tadi sudah stand by dengan mesin menyala. Nampaknya Hartono paham aku sedang bicara serius dengan Joyce, makanya dia sabar menunggu. "So lo
last updateLast Updated : 2023-10-28
Read more

Haru

Setelah permintaan singkat yang menyerupai perintah itu, kedua bocah mulai mengikutiku masuk ke dalam rumah dengan langkah terseok, mungkin lantaran lelah dan sedih. "Jie, Aunty mau bawa kita kemana, coba?""Mana kutahu.""Harusnya Jiejie tahu, kan yang paling besar.""Nonsense. Apa hubungannya coba?"" ... "Seraya berjalan kudengar kedua bocah itu mulai berdebat lagi, perdebatan yang dipicu hal sepele seperti biasa. Aku cuma diam sambil mendengarkan. Kalau perdebatan mereka masih dalam batas wajar, biasanya kubiarkan saja. Anak-anak perlu belajar untuk mengatasi konflik mereka sendiri. Lagipula kelak bila sudah dewasa, pertengkaran kecil ini akan jadi salah satu kenangan manis yang mengundang tawa. "Baik anak-anak, sekarang waktunya untuk.... Kejutannn!" Seruku dramatis sambil menunjuk dinding di sisi kananku. Kedua bocah berhenti dari perdebatan mereka dan menatap dinding yang tadinya k
last updateLast Updated : 2023-10-29
Read more

Sekarat

Mampus! Aku makin galau sekarang. Kadang-kadang aku heran dengan kemampuan cenayang Hartono. Dia selalu bisa menebak apa yang kupikirkan dan apa yang hendak kulakukan. Kemampuannya ini jadi bikin firasat jelek timbul dalam pikirannku. Jangan-jangan Hartono sudah meretas semua alat komunikasiku. Dan itu sangat menakutkan! "Aarrggghh!" Seruku frustasi. Disebabkan rasa kesal dan lelah, kumatikan ponsel lalu kulempar sembarangan di atas ranjang. Sesudahnnya kubaringkan tubuh begitu say tanpa repot-repot mengganti pakaian atau ritual perawatan wajah yang kerap kulakukan. Kucoba memejamkan mata namun kantuk tak kunjung datang. Otakku masih terpikir dengan pesan Sally tadi. Rasa-rasanya aku sudah jadi anak durhaka. "Persetan." Gumamku lagi. Besok aku bisa kesana setelah mengantar anak-anak. Semoga saja ibuku tak sedang bersandiwara. Kalau tidak, siap-siaplah uang bulanannya kupotong. Untuk sekarang, i
last updateLast Updated : 2023-10-29
Read more

Bapak

Kutatap wajah Sally lamat-lamat sebelum berucap tenang. "Tak bisa. Mamakku mesti cepat diobati. Makin cepat siap masalah ini makin bagus, biar tahu berapa banyak lagi uang yang mesti kucari untuk berobat mamak."Shania yang tadinya sempat marah, sekarang jadi salah tingkah. "Ma... maaf Kak, aku tak tahu itu maksudmu." Ucapnya gugup. Kubiarkan saja. Dari dulu adikku ini memang agak gegabah."Kalau gitu aku pergi dulu biar kalian bebas bicara." Shania berucap lagi sambil mengemasi bawaanya yang berupa plastik kresek berisi nasi bungkus dan air mineral. Sepertinya untuk bapak kami. "Baik." Sahutku singkat lalu menoleh pada Sally. "Jadi gimana?" Kataku mendesak. "Nggak bisa kita di tempat lain bicara? Udah mau gila aku karena tak bisa merokok.""Sally, kalau tak kau bilang sekarang, bayar sendiri nanti kerugiannya, ya." Ucapku kesalDemi mendengar namanya disebut tanpa embel-embel Kak -- yang mana belum pernah kulakukan s
last updateLast Updated : 2023-10-30
Read more

Pengemudi Gila

"Okay, akhirnya kita di sini." Kataku pada diri sendiri. Dengan sigap aku turun dari mobil dan mengenakan masker medis yang selalu tersedia di tas ku. "Ada keperluan apa, Bu?" Seorang sipir dengan seragam biru yang khas, menyapaku ramah. Tak banyak bicara kujabat tangan sipir muda itu sambil memperkenalkan diri. "Kenalkan Pak, nama saya Shanty. Urusan kemari cuma mau bertemu teman lama, Roy namanya."Mulanya laki-laki bertubuh tegap itu agak kaget, namun begitu sadar tanganku berisi sesuatu, dia pun tersenyum maklum. Bahkan senyumnya kini makin lebar hingga menyerupai seringai. "Tunggu sebentar ya Bu. Ini lagi waktunya makan siang." Ucapnya lalu buru-buru mengarahkanku ke ruang tunggu. "Pasti Pak Roy senang dapat kunjungan, selama ini tak ada yang mengunjungi dia." Petugas muda itu kembali menambahkan sebelum buru-buru pergi. Mendengar situasi mantan suamiku yang memprihatinkan, timbul rasa miris sekaligus getir.Du
last updateLast Updated : 2023-10-30
Read more

Waspada

Perempuan sinting yang tak punya adab tadi ternyata Cecilia. Kurasa dia tak ingin mencelakai, menakut-nakuti iya. Namun tampil dengan muka pucat ketakutan di depannya bukanlah hal menyenangkan. Di saat aku ingin hidup baik tanpa dendam, kenapa orang di sekelilingku seperti tak setuju?"Arrggghhh." Aku berseru frustasi hingga mobil yang sudah antri di belakang karena aku tak kunjung bergerak, jadi membunyikan klaksonnya. "Iya, sabar!" Seruku geram seraya memajukan mobil hingga ke depan lobby. Kedua bocah -- dibantu satpam yang bertugas -- langsung masuk ke mobil. Begitu Joan dan Joyce di dalam mobil langsung kusetel musik Western yang yang lagi hits agar kedua anak itu sibuk bernyanyi. Aku benar-benar sedang tak mood untuk bicara. ***"Dek, situasiku tak sebagus yang kau kira. Untuk pengobatan Mamak, kaulah yang banyak gerak, aku sediakan dana aja." Kataku membujuk Shania yang tengah sibuk menyusun pakaian ibu kami ke koper. Sudah seminggu sejak diagnosa kanker ibu, dan dokter me
last updateLast Updated : 2023-10-31
Read more

Are you happy without me?

"Halo Kak, lama tak bersua. Apa kabarnya?"Suara di seberang sana menyapa ramah begitu panggilan tersambung. "Halo Velly, masih ingat aku ternyata.""Masihlah, Kak. Ada apa ya?"Meski suara Velly terdengar ramah, namun nafasnya yang ngos-ngosan sangat mengganggu di telinga. Kuharap lelahnya ini disebabkan senam lantai bukan senam ranjang. "Kamu lagi sibuk ya? Nanti aja ku... ""Nggak, Kak. Langsung aja, soalnya jadwal Velly padat kali." Sahutnya dengan nada sepelan mungkin, nyaris seperti bisikan.Sekarang aku yakin kalau dia tak sendirian di apartemennya. Entah laki-laki mana lagi yang jatuh dalam perangkap Velly si rubah licik. "Aku mau kamu cari informasi tentang laki-laki yang data pribadinya kukirim sebentar lagi. Lebih cepat, lebih bagus."Ada keheningan di ujung sana sampai kupikir Velly tak mendengarku bicara. Anggapanku ternyata keliru, karena pada detik berikutnya kudengar suara Velly berbisik lagi. "Boleh, tapi minggu depan ya Kak. Minggu ini masih padat kali jadwalku."
last updateLast Updated : 2023-10-31
Read more

Segalanya Lebih Baik

Entah aku harus menangis atau tertawa mendengar kalimatnya yang bermakna ambigu ini.Menikmati waktu macam apa yang dimaksudnya? Hilir mudik lantaran harus mengurus ibu yang sakit atau aku tertangkap basah waktu bicara dengan Vincent di cafetaria kemarin? Atau keduanya?Entah yang manapun jawabnya, aku sudah mati langkah. Jadi, kuputuskan memakai strategi baru. Alih-alih berpura-pura polos, aku langsung mengaku."Maaf, tapi ibuku sakit." Kataku merayu dengan wajah tertunduk, persis anak kecil yang tertangkap basah mencuri uang ibunya."Lalu? Apa hubungannya denganmu?"Sontak aku menengadah, menatap wajahnya yang terpahat sempurna, berharap ada raut bercanda di sana. Namun Hartono nampak serius, tak ada sedikitpun humor di wajah itu. "Bagaimana mungkin kamu sanggup mengucapkan kata-kata macam itu? Demi Tuhan, yang sakit ini Ibuku lho, perempuan yang melahirkan aku."Kini giliran Hartono yang menatapku lekat-lekat, mungki
last updateLast Updated : 2023-11-01
Read more

Survey

Setelah pembicaraanku dengan Hartono kemarin, aku memutuskan untuk sesegera mungkin pergi ke daycare rekomendasi Steven. "Kita ketemu di depan rumah sakit aja." Kata Shania padaku lewat panggilan telepon kami pagi tadi. Akhirnya kuiyakan saja permintaan itu meski sebenarnya aku lebih suka bertemu di kompleks tempat daycare itu berlokasi. Hanya dengan memakai jins dan kemeja putih, kusambar tas cangklong maroon yang tergantung di sisi ranjang. Setelahnya, aku pun pergi menemui Shania yang ternyata sudah menunggu dengan ekspresi manyun di depan gerbang masuk. "Kok lama kali, Kak?" Tanyanya begitu duduk di sampingku. "Ini udah kuusahakan lho secepatnya."Shania menatap wajahku dari ujung rambut hingga kaki lalu menatap dirinya, nyaris dengan gesture yang sama. Walaupun bajuku cuma jins dan kemeja, tapi rambutku dicatok rapi, wajahku tak bercela dengan polesan make-up tipis. Sedangkan adikku cuma pakai setelan katun yang biasa dipakai ibu-ibu rumahan dengan rambut diikat seadanya dan
last updateLast Updated : 2023-11-01
Read more

Momen Pilu

"Entah." Sahutku tak kalah heran.Di depan kami berbaring rapi para bocah dengan usia berbeda-beda. Ada yang posisinya tengkurap, telentang, bahkan menyamping. Sementara botol dot yang sudah kosong tergeletak begitu saja di sisi tubuh mereka. "Emang bisa tidur nggak dikeloni?" Bisik Shania pada pelayan yang membawa kami berkeliling. "Anak-anak di sini sudah biasa, Bu. Begitu dikasih makan dan minum susu, mereka akan cari posisi nyaman dan tidur." Jawabnya dengan senyum lebar. Kemudian pelayan itu mengarahkan tatapan pada bocah yang tidur cuma beralas kasur tipis itu. "Lagipula, anak-anak yang tidak bersama orang tua mereka, biasanya lebih mandiri, lebih tahu diri." Dia menambahkan dengan nada iba dalam suaranya. Kata-kata pelayan ini bikin aku jadi teringat buah hatiku, Alex. Dulu waktu belum cerai dari Roy, aku mengasuh Alex sampai usianya sekitar enam bulan. Walaupun putraku bukan bayi yang cengeng, tapi dia memang harus selalu tidu
last updateLast Updated : 2023-11-02
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status