Home / Urban / Harga Diri Seorang Suami / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Harga Diri Seorang Suami: Chapter 31 - Chapter 40

60 Chapters

31. Memulai Semuanya Dari Awal

Gunawan menjalani hari-harinya sebagai pengangguran lagi. Lelaki jangkung itu kini mencoba mencari pekerjaan di tempat lain. “Mas Gun!” Handi memanggil kakak sepupunya itu seraya berjalan mendekat ke arahnya. “Mas Gunawan ngerti soal listrik kan?” tanya Handi. “Ngerti dikit-dikit. Kenapa, Han?” ujar Gunawan. “Nah pas banget dah. Itu pengeras suara di masjid rusak. Mas Sucip yang biasanya benerin, lagi sakit. Jadi nggak ada yang bisa benerin pengeras suaranya,” jelas Handi. “Terus hubungannya sama aku apa, Han?” tanya Gunawan tak mengerti. “Pak Holil nyuruh aku buat nyari orang yang bisa benerin pengeras suara. Nah aku langsung keinget Mas Gunawan.” Handi menjelaskan lagi maksud dan tujuannya. “Mas Gunawan bisa kan benerin pengeras suaranya?” tanya Handi. Gunawan menghela napas panjang. “Ya udah. Nanti Mas ke sana. Sekarang Mas mau nyari kerja dulu.” Handi mengangguk paham. Dia lantas berbalik dan masuk ke dalam rumahnya. Sepen
last updateLast Updated : 2024-02-28
Read more

32. Kesedihan dan Kekecewaan

Anisa semakin dirundung kegelisahan tak bertepi setelah berkunjung ke tempat kerja sang suami. Dia semakin bertanya-tanya ke mana sebenarnya Irfan pergi? Apa yang sedang ia lakukan dan ia rasakan sekarang? “Aku harus mencari ke mana lagi sekarang?” tanyanya putus asa. Anisa mengembuskan napas panjang. Begitu berat dan menyesakkan dada. Sebuah tepukan di pundaknya membuat Anisa terlonjak kaget. Dia lantas menoleh dan mendapati sang ayah berdiri di belakangnya. “Kamu kenapa? Ada masalah?” tanya Pak Dullah. Anisa menggelengkan kepalanya. Dia masih belum mau berterus terang kepada ayahnya perihal sikap sang suami. “Nisa mau ke belakang dulu ya, Pak. Mau angkatin jemuran,” ucap Anisa. Pak Dullah mengangguk. Walaupun dalam hatinya ada rasa yang mengganjal dan tak tenang, tetapi dia tak bisa memaksa Anisa untuk berkata jujur. Tak hanya Anisa yang dilanda kegelisahan. Ambar juga dilanda perasaan yang sama. Dia sampai harus memejamkan matanya sejenak ke
last updateLast Updated : 2024-02-29
Read more

33. Dibalik Rasa Kecewa

Gunawan tiba di rumahnya tepat saat azan ashar. Lelaki itu bergegas menuju sumur untuk membersihkan diri. Rasa lelahnya hilang seketika saat air di kamar mandi membasahi badannya. “Loh sudah pulang, Gun?” Pak Kosim yang akan menuju kamar mandi terkejut melihat sang keponakan. “Sudah, Paman,” jawab Gunawan pendek. “Gimana tadi tesnya?” tanya Pak Kosim lagi. “Alhamdulillah gampang, Paman. Tapi…” “Enggak apa-apa, Gun. Enggak semua yang kita mau bisa kita dapatkan dengan mudah.” Pak Kosim berkata seolah-olah mengerti apa yang akan Gunawan ucapkan. “Kadang kala kita harus berusaha keras lebih dari yang lain agar apa yang kita mau bisa didapatkan. Tapi, kadang juga kita harus merasakan kecewa walaupun kita sudah bekerja keras untuk mendapatkan apa yang dimaui,” lanjut Pak Kosim. Gunawan mengangguk paham. Seulas senyum tergambar di wajahnya saat sang paman tak menyudutkan dirinya yang gagal. Tapi lelaki tua itu justru memberikannya dukungan dan bahu u
last updateLast Updated : 2024-03-01
Read more

34. Kilas Masa Lalu

Ghani mengembuskan napasnya dengan sedikit kasar. Dia tak pernah merasa semarah ini pada sang ibu. Kilasan masa lalu mulai membayang dalam benak lelaki 35 tahun itu. Rasa sakitnya pun masih jelas membekas dalam hatinya.     “Mas.” Ambar menyentuh bahu suaminya dengan lembut. Senyum manis terukir di wajahnya kala menegur sang suami.     Ghani menoleh. Senyuman manis juga terukir di wajah tampannya.     “Kenapa? Kok melamun?” tanya Ambar dengan lembut.     Ghani menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Emosi dan amarah masih tersisa di dalam hatinya.     “Aku nggak apa-apa.” Hanya itu yang keluar dari mulut lelaki itu.     Ambar menghela napas panjang. “Kalau nggak apa-apa, kenapa melamun di sini? Lagi ada yang dipikirkan?”     Ghani lagi-lagi menarik napas dan men
last updateLast Updated : 2024-03-04
Read more

35. Kejujuran

“Sebaiknya kamu jujur pada ayahmu,” saran Bu Siti.     Saat ini Bu Siti dan Anisa sedang berada di teras rumah Anisa. Mereka berdua memutuskan pulang karena hingga siang masih belum juga berhasil menemukan Irfan.     “Supaya ayahmu juga tahu apa yang sedang kamu alami sekarang. Ibu tidak akan pernah membela Irfan jika dia bersalah.”     “Ibu akan tetap membela kamu, Nisa,” pungkasnya.     Anisa hanya bisa diam mendengar apa yang dikatakan oleh ibu mertuanya. Memang benar, sebaiknya dia berkata jujur pada Pak Dullah. Tapi… apa itu tidak akan mengganggu kesehatan pria itu? Anisa hanya takut jika dia berkata jujur, kesehatan sang ayah akan terganggu. Dia belum siap kehilangam cinta pertamanya itu untuk selamanya.     “Anisa nggak tahu, Bu. Anisa takut kalau… kalau… Anisa jujur nanti akan…”&
last updateLast Updated : 2024-03-06
Read more

36. Pengakuan

Mata Pak Abdul merah. Keduanya tangannya terkepal kuat hingga urat-urat di tangannya bersembulan. Dadanya naik turun seiring dengan napasnya yang memburu. Darahnya mendidih dan gigi-giginya bergemelutuk.     “Kamu nggak tahu apa-apa tentang perasaan ku, Pak. Kamu nggak bakalan mengerti apa yang aku rasakan!” teriak Bu Hamidah.     “Sejak pertama kali aku mengenalnya, aku sudah menaruh hati padanya. Aku mencintai dia melebihi rasa sayangku pada diri sendiri,” lanjut perempuan berwajah judes itu.     Pak Abdul memejamkan matanya sejenak. Dadanya terasa sakit mendengar apa yang dikatakan oleh wanita yang dinikahinya bertahun-tahun lalu itu.     “Apa kurangku padamu, Midah? Apa kurangku?” Pak Abdul berkata dengan nada tinggi tepat di depan muka istrinya itu.     Lelaki itu tak menyangka jika semuanya akan seperti ini. Dia menyesal telah m
last updateLast Updated : 2024-03-18
Read more

37. Keputusan Bersama

“Saranku, sebaiknya kalian pergi deh dari rumah itu,” ucap seorang pria dengan jambang di sekitar wajahnya. “Wanita itu udah kelewatan. Dia udah melanggar batas privasi kalian,” lanjutnya. “Ini semua demi kelangsungan rumah tanggamu dengan Ambar. Kamu nggak mau kan rumah tanggamu kembali hancur seperti dulu?” Ghani hanya bisa diam mendengar ucapan pria yang tak lain adalah kakak kandungnya itu. “Aku bisa aja Mas pergi dari rumah itu. Tapi gimana dengan Bapak? Aku takut kalau…” “Kalau soal Bapak… kamu nggak perlu khawatir. Ada aku dan Hafizah,” potongnya cepat. “Benar, Ghani. Kamu tenang aja. Aku bakalan sering-sering nengokin Bapak,” sahut seorang wanita cantik yang baru saja datang dari arah dapur. Ghani masih terdiam. Dia masih ragu menerima saran dari kakaknya itu. Tapi di sisi lain, dia juga harus memikirkan kesehatan mental Ambar. Dia tak ingin nasib pernikahannya hancur seperti yang sudah-sudah. “Kali
last updateLast Updated : 2024-08-30
Read more

38. Pekerjaan Baru Lagi

Hari ini Gunawan bangun lebih pagi dari biasanya. Ini hari pertamanya bekerja sebagai sales sebuah merek rokok. Ya! Setelah menganggur cukup lama, akhirnya kini Gunawan mulai bekerja kembali. “Gun,” tegur Bi Darni saat Gunawan memakai sepatunya di teras rumah. Gunawan menoleh ke sampingnya. Seulas senyum menghiasi wajah tampannya kala melihat wajah sang bibi yang mirip dengan almarhumah ibunya itu. “Kok pagi betul berangkatnya?” tanya Bi Darni. “Iya, Bi. Hari ini adalah hari pertamaku bekerja sebagai sales. Jadi, aku nggak mau telat sampai tempat kerja.” Gunawan menjawab sembari tangannya tetap memakaikan sepatu ke kakinya. Bi Darni menghela napas panjang. “Kenapa nggak tetap kerja sama Sucip aja sih, Gun? Daripada kamu harus bangun sepagi ini.” Gunawan tak lantas menjawab pertanyaan itu. Dia hanya menghela napas panjang sembari menatap wajah wanita pengganti ibunya itu lekat-lekat. “Sore nanti kan aku sudah pulang
last updateLast Updated : 2024-08-31
Read more

39. Bertemu Kembali

Sebuah tepukan di pundaknya membuat Gunawan tersadar dari keterpurukannya. Dirinya kini menoleh ke belakang, ke arah Faizal yang tengah menatapnya dengan pandangan penuh tanya. “Dia… bukan siapa-siapa kok, Bang,” jelas Gunawan sebelum Faizal bertanya padanya. Faizal mengerutkan keningnya dengan heran. Dia tak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Gunawan. “Aku… Ng…nggak kenal kok sama dia,” jelas Gunawan lagi dengan suara bergetar. Faizal semakin mengerutkan keningnya. Dia tak mengerti dengan apa yang Gunawan katakan. “Maksudnya?” Akhirnya Faizal tak tahan juga untuk tak mengeluarkan tanya. Kali ini yang merasa heran adalah Gunawan. Dia mengerutkan keningnya sembari menatap Faizal dengan melongo dan wajah seperti orang bloon. “M-maksud apa?” Gunawan malah balik bertanya. “Iya. Kamu tadi ngomong soal apa? Aku nggak ngerti deh. Kenal? Kenal sama siapa?” Faizal menjelaskan maksud pertanyaannya dengan sedetail
last updateLast Updated : 2024-09-02
Read more

40. Si Pembuat Masalah

“Kamu!” sinis Anggun saat berpapasan dengan Gunawan di tempat parkir. Gunawan tersenyum mendengar suara sinis Anggun. Dia lantas mengulurkan tangannya. Bermaksud untuk bersalaman dengan mantan istrinya itu. Namun, dengan angkuhnya Anggun menepis tangan Gunawan. "Apa kabar?" tanya Gunawan. Bibirnya masih mengulas senyuman saat melontarkan pertanyaan itu. Walaupun Anggun sudah dengan kasar menepis tangannya tadi. Anggun tersenyum miring. Tanpa menjawab pertanyaan Gunawan. Wanita itu lantas meninggalkan tempat parkir dengan langkah yang begitu angkuh dan sombong. Gunawan menghela napas panjang. Dia hanya bisa menatap kepergian mantan istrinya itu dengan sorot mata yang sulit diartikan. Terus terang dia masih menyimpan rasa sayang untuk Anggun. Walaupun itu sangat kecil dan mungkin akan hilang seiring berjalannya waktu. Namun, dia tak bisa membohongi hatinya sendiri. Anggun masih menempati sudut hatinya yang terdalam. “Siapa dia?” t
last updateLast Updated : 2024-09-03
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status