Beranda / Urban / Harga Diri Seorang Suami / 32. Kesedihan dan Kekecewaan

Share

32. Kesedihan dan Kekecewaan

Penulis: Ayu Anggita
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-29 08:13:10

Anisa semakin dirundung kegelisahan tak bertepi setelah berkunjung ke tempat kerja sang suami. Dia semakin bertanya-tanya ke mana sebenarnya Irfan pergi? Apa yang sedang ia lakukan dan ia rasakan sekarang?

“Aku harus mencari ke mana lagi sekarang?” tanyanya putus asa.

Anisa mengembuskan napas panjang. Begitu berat dan menyesakkan dada.

Sebuah tepukan di pundaknya membuat Anisa terlonjak kaget. Dia lantas menoleh dan mendapati sang ayah berdiri di belakangnya.

“Kamu kenapa? Ada masalah?” tanya Pak Dullah.

Anisa menggelengkan kepalanya. Dia masih belum mau berterus terang kepada ayahnya perihal sikap sang suami.

“Nisa mau ke belakang dulu ya, Pak. Mau angkatin jemuran,” ucap Anisa.

Pak Dullah mengangguk. Walaupun dalam hatinya ada rasa yang mengganjal dan tak tenang, tetapi dia tak bisa memaksa Anisa untuk berkata jujur.

Tak hanya Anisa yang dilanda kegelisahan. Ambar juga dilanda perasaan yang sama. Dia sampai harus memejamkan matanya sejenak ke
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Harga Diri Seorang Suami   33. Dibalik Rasa Kecewa

    Gunawan tiba di rumahnya tepat saat azan ashar. Lelaki itu bergegas menuju sumur untuk membersihkan diri. Rasa lelahnya hilang seketika saat air di kamar mandi membasahi badannya. “Loh sudah pulang, Gun?” Pak Kosim yang akan menuju kamar mandi terkejut melihat sang keponakan. “Sudah, Paman,” jawab Gunawan pendek. “Gimana tadi tesnya?” tanya Pak Kosim lagi. “Alhamdulillah gampang, Paman. Tapi…” “Enggak apa-apa, Gun. Enggak semua yang kita mau bisa kita dapatkan dengan mudah.” Pak Kosim berkata seolah-olah mengerti apa yang akan Gunawan ucapkan. “Kadang kala kita harus berusaha keras lebih dari yang lain agar apa yang kita mau bisa didapatkan. Tapi, kadang juga kita harus merasakan kecewa walaupun kita sudah bekerja keras untuk mendapatkan apa yang dimaui,” lanjut Pak Kosim. Gunawan mengangguk paham. Seulas senyum tergambar di wajahnya saat sang paman tak menyudutkan dirinya yang gagal. Tapi lelaki tua itu justru memberikannya dukungan dan bahu u

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-01
  • Harga Diri Seorang Suami   34. Kilas Masa Lalu

    Ghani mengembuskan napasnya dengan sedikit kasar. Dia tak pernah merasa semarah ini pada sang ibu. Kilasan masa lalu mulai membayang dalam benak lelaki 35 tahun itu. Rasa sakitnya pun masih jelas membekas dalam hatinya. “Mas.” Ambar menyentuh bahu suaminya dengan lembut. Senyum manis terukir di wajahnya kala menegur sang suami. Ghani menoleh. Senyuman manis juga terukir di wajah tampannya. “Kenapa? Kok melamun?” tanya Ambar dengan lembut. Ghani menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Emosi dan amarah masih tersisa di dalam hatinya. “Aku nggak apa-apa.” Hanya itu yang keluar dari mulut lelaki itu. Ambar menghela napas panjang. “Kalau nggak apa-apa, kenapa melamun di sini? Lagi ada yang dipikirkan?” Ghani lagi-lagi menarik napas dan men

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-04
  • Harga Diri Seorang Suami   35. Kejujuran

    “Sebaiknya kamu jujur pada ayahmu,” saran Bu Siti. Saat ini Bu Siti dan Anisa sedang berada di teras rumah Anisa. Mereka berdua memutuskan pulang karena hingga siang masih belum juga berhasil menemukan Irfan. “Supaya ayahmu juga tahu apa yang sedang kamu alami sekarang. Ibu tidak akan pernah membela Irfan jika dia bersalah.” “Ibu akan tetap membela kamu, Nisa,” pungkasnya. Anisa hanya bisa diam mendengar apa yang dikatakan oleh ibu mertuanya. Memang benar, sebaiknya dia berkata jujur pada Pak Dullah. Tapi… apa itu tidak akan mengganggu kesehatan pria itu? Anisa hanya takut jika dia berkata jujur, kesehatan sang ayah akan terganggu. Dia belum siap kehilangam cinta pertamanya itu untuk selamanya. “Anisa nggak tahu, Bu. Anisa takut kalau… kalau… Anisa jujur nanti akan…”&

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-06
  • Harga Diri Seorang Suami   36. Pengakuan

    Mata Pak Abdul merah. Keduanya tangannya terkepal kuat hingga urat-urat di tangannya bersembulan. Dadanya naik turun seiring dengan napasnya yang memburu. Darahnya mendidih dan gigi-giginya bergemelutuk. “Kamu nggak tahu apa-apa tentang perasaan ku, Pak. Kamu nggak bakalan mengerti apa yang aku rasakan!” teriak Bu Hamidah. “Sejak pertama kali aku mengenalnya, aku sudah menaruh hati padanya. Aku mencintai dia melebihi rasa sayangku pada diri sendiri,” lanjut perempuan berwajah judes itu. Pak Abdul memejamkan matanya sejenak. Dadanya terasa sakit mendengar apa yang dikatakan oleh wanita yang dinikahinya bertahun-tahun lalu itu. “Apa kurangku padamu, Midah? Apa kurangku?” Pak Abdul berkata dengan nada tinggi tepat di depan muka istrinya itu. Lelaki itu tak menyangka jika semuanya akan seperti ini. Dia menyesal telah m

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-18
  • Harga Diri Seorang Suami   37. Keputusan Bersama

    “Saranku, sebaiknya kalian pergi deh dari rumah itu,” ucap seorang pria dengan jambang di sekitar wajahnya. “Wanita itu udah kelewatan. Dia udah melanggar batas privasi kalian,” lanjutnya. “Ini semua demi kelangsungan rumah tanggamu dengan Ambar. Kamu nggak mau kan rumah tanggamu kembali hancur seperti dulu?” Ghani hanya bisa diam mendengar ucapan pria yang tak lain adalah kakak kandungnya itu. “Aku bisa aja Mas pergi dari rumah itu. Tapi gimana dengan Bapak? Aku takut kalau…” “Kalau soal Bapak… kamu nggak perlu khawatir. Ada aku dan Hafizah,” potongnya cepat. “Benar, Ghani. Kamu tenang aja. Aku bakalan sering-sering nengokin Bapak,” sahut seorang wanita cantik yang baru saja datang dari arah dapur. Ghani masih terdiam. Dia masih ragu menerima saran dari kakaknya itu. Tapi di sisi lain, dia juga harus memikirkan kesehatan mental Ambar. Dia tak ingin nasib pernikahannya hancur seperti yang sudah-sudah. “Kali

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-30
  • Harga Diri Seorang Suami   38. Pekerjaan Baru Lagi

    Hari ini Gunawan bangun lebih pagi dari biasanya. Ini hari pertamanya bekerja sebagai sales sebuah merek rokok. Ya! Setelah menganggur cukup lama, akhirnya kini Gunawan mulai bekerja kembali. “Gun,” tegur Bi Darni saat Gunawan memakai sepatunya di teras rumah. Gunawan menoleh ke sampingnya. Seulas senyum menghiasi wajah tampannya kala melihat wajah sang bibi yang mirip dengan almarhumah ibunya itu. “Kok pagi betul berangkatnya?” tanya Bi Darni. “Iya, Bi. Hari ini adalah hari pertamaku bekerja sebagai sales. Jadi, aku nggak mau telat sampai tempat kerja.” Gunawan menjawab sembari tangannya tetap memakaikan sepatu ke kakinya. Bi Darni menghela napas panjang. “Kenapa nggak tetap kerja sama Sucip aja sih, Gun? Daripada kamu harus bangun sepagi ini.” Gunawan tak lantas menjawab pertanyaan itu. Dia hanya menghela napas panjang sembari menatap wajah wanita pengganti ibunya itu lekat-lekat. “Sore nanti kan aku sudah pulang

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-31
  • Harga Diri Seorang Suami   39. Bertemu Kembali

    Sebuah tepukan di pundaknya membuat Gunawan tersadar dari keterpurukannya. Dirinya kini menoleh ke belakang, ke arah Faizal yang tengah menatapnya dengan pandangan penuh tanya. “Dia… bukan siapa-siapa kok, Bang,” jelas Gunawan sebelum Faizal bertanya padanya. Faizal mengerutkan keningnya dengan heran. Dia tak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Gunawan. “Aku… Ng…nggak kenal kok sama dia,” jelas Gunawan lagi dengan suara bergetar. Faizal semakin mengerutkan keningnya. Dia tak mengerti dengan apa yang Gunawan katakan. “Maksudnya?” Akhirnya Faizal tak tahan juga untuk tak mengeluarkan tanya. Kali ini yang merasa heran adalah Gunawan. Dia mengerutkan keningnya sembari menatap Faizal dengan melongo dan wajah seperti orang bloon. “M-maksud apa?” Gunawan malah balik bertanya. “Iya. Kamu tadi ngomong soal apa? Aku nggak ngerti deh. Kenal? Kenal sama siapa?” Faizal menjelaskan maksud pertanyaannya dengan sedetail

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-02
  • Harga Diri Seorang Suami   40. Si Pembuat Masalah

    “Kamu!” sinis Anggun saat berpapasan dengan Gunawan di tempat parkir. Gunawan tersenyum mendengar suara sinis Anggun. Dia lantas mengulurkan tangannya. Bermaksud untuk bersalaman dengan mantan istrinya itu. Namun, dengan angkuhnya Anggun menepis tangan Gunawan. "Apa kabar?" tanya Gunawan. Bibirnya masih mengulas senyuman saat melontarkan pertanyaan itu. Walaupun Anggun sudah dengan kasar menepis tangannya tadi. Anggun tersenyum miring. Tanpa menjawab pertanyaan Gunawan. Wanita itu lantas meninggalkan tempat parkir dengan langkah yang begitu angkuh dan sombong. Gunawan menghela napas panjang. Dia hanya bisa menatap kepergian mantan istrinya itu dengan sorot mata yang sulit diartikan. Terus terang dia masih menyimpan rasa sayang untuk Anggun. Walaupun itu sangat kecil dan mungkin akan hilang seiring berjalannya waktu. Namun, dia tak bisa membohongi hatinya sendiri. Anggun masih menempati sudut hatinya yang terdalam. “Siapa dia?” t

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-03

Bab terbaru

  • Harga Diri Seorang Suami   60. Berakhir Sudah

    Gunawan tengah menikmati malam minggunya dengan duduk di teras rumahnya. Ditemani segelas minuman favoritnya—es cappucino juga sepiring brownies tape yang ia beli sepulang bekerja tadi. Seulas senyum tergambar di wajahnya kala melihat hidangan yang ia tata di atas meja. “Nikmat mana lagi yang bisa kudustakan?” ucapnya sembari menempatkan dirinya di kursi kayu. Namun, saat tangannya mencomot sepotong kue itu. Sebuah mobil dan dua sepeda motor tampak memasuki pekarang rumahnya. Dari dalam mobil turun sosok yang dikenal Gunawan sebagai suami dari Vera. Lelaki itu berjalan menghampiri Gunawan dan empat orang berbadan besar mengikutinya di belakang. “Ada apa nih?” tanya Gunawan saat lelaki itu berada di hadapannya. Keningnya terlipat heran karena ekspresi wajah kelima orang itu tampak tegang dan menyimpan kebencian yang mendalam. “Enggak usah banyak bacot!” ucap seorang yang berbadan paling besar. Gunawan semakin tak mengerti. “Ada apa ini? Bisa kan bicara baik

  • Harga Diri Seorang Suami   59. Salah Sasaran

    Gunawan hanya diam saja mendengar semua ucapan Heri. Dia tak berniat untuk menjawab ataupun membantah ucapan lelaki itu. “Sekali lagi, aku minta tolong sama Mas Gunawan!” ucap Heri. “Kita sama-sama laki-laki dan aku pikir Mas Gunawan adalah orang yang baik. Jadi, Mas Gun nggak keberatan dengan apa yang akan aku sampaikan,” lanjut Heri. Gunawan menoleh sembari mengangkat sebelah alisnya. Sudut bibirnya turut terangkat. Membentuk seulas senyum tipis nan sinis. Seolah mengejek Heri yang mengatakan sesuatu tanpa berpikir terlebih dahulu. “Aku minta sama Mas Gunawan untuk nggak mengganggu dan mencoba mendekati Vera kembali. Aku mohon, Mas. Biarkan rumah tangga kami bahagia tanpa ada gangguan dari pihak luar,” terang Heri. “Lagi pula semua uang yang sudah Mas Gunawan keluarkan saat masih bersama dengan Vera sudah aku kembalikan semuanya?” lanjut Heri. “Aku pikir itu semua sudah lebih dari cukup untuk membuat Mas Gunawan pergi dari kehidupan kami berdua,” pungkas Heri. Gunawan i

  • Harga Diri Seorang Suami   58. Move On

    Gunawan berusaha untuk melupakan apa yang telah terjadi antara dirinya dan Vera. Sekuat hati dia bersikap biasa saja saat tanpa sengaja bertemu dengan Vera di kantor. Dia juga berusaha untuk sebisa mungkin tak terlibat percakapan dengan wanita itu. “Gun,” tegur Amri saat Gunawan tengah bersiap-siap untuk berangkat visit. Gunawan menoleh ke arah temannya itu. “Ada apa, Am?” “Tuh!” Amri menunjuk ke arah lain dengan dagunya. Gunawan mengikuti arah tunjuk Amri. Seketika itu juga ekspresi wajahnya berubah. Tanpa mengatakan apapun juga. Dia bergegas pergi meninggalkan tempat itu. Namun, saat akan mencapai pintu keluar Vera mencegah langkahnya. “Bisa kita bicara?” pinta Vera. Gunawan mendengus keras. “Maaf, saya sedang sibuk hari ini!” “Sebentar aja. Ada yang harus aku jelaskan sama Mas Gunawan,” ujar Vera sedikit memaksa. “Enggak ada yang perlu kamu jelaskan lagi! Semuanya sudah sangat jelas menurutku,” sahut

  • Harga Diri Seorang Suami   57. Akhir Kisah Itu

    Gunawan meletakkan kembali ponselnya di atas meja. Helaan napas berat terdengar begitu menyesakkan. Faizal yang melihat itu hanya bisa menepuk pundak sahabatnya dengan lembut. Mencoba menyalurkan semangatnya pada lelaki yang tengah patah hati itu. “Ikhlas ya, Gun! Aku tahu masih banyak wanita baik di luaran sana,” ucap Faizal. Gunawan menatap Faizal dengan tatapan sendu. Namun, seulas senyum terukir manis di wajahnya. “Suaminya mengembalikan semua uang yang pernah aku keluarkan selama bersama dengan Vera,” kisah Gunawan. “Padahal aku nggak pernah minta uang itu balik lagi. Aku ikhlas kok membantu dia selama ini. Yah walaupun endingnya harus menelan rasa kecewa dan sakit hati,” lanjut Gunawan. Faizal menganggukkan kepala mendengar penuturan Gunawan. Dia tahu betul sahabatnya itu akan sangat royal pada siapapun juga. Dia tak pernah pandang bulu ketika membantu orang lain. “Dia juga bilang, maaf atas semua yang udah istrinya

  • Harga Diri Seorang Suami   56. Patah Hati

    Gunawan pulang dengan perasaan kacau. Hatinya hancur dan remuk. Kenapa semuanya harus seperti ini di saat dirinya mulai bisa membuka hatinya untuk orang lain? Apakah Tuhan tak mengizinkan dirinya untuk bahagia? Bukankah dirinya juga berhak untuk bahagia? Pikirannya melayang ke kejadian beberapa waktu lalu saat dirinya berada di rumah Vera. “Kenalkan! Saya Heri, suami dari Vera.” Lelaki itu mengulurkan tangannya bermaksud untuk bersalaman dengan Gunawan. Gunawan menyambut uluran tangan itu dengan perasaan kacau. Lelaki itu terkesiap mendengar ucapan lelaki yang mengaku sebagai suami Vera itu. Dia tak percaya dengan apa yang didengarnya hari ini. Tidak mungkin Vera sudah bersuami. Selama ini dia selalu mengaku masih sendiri dan belum ada rencana untuk menikah. Namun, kenapa semua seolah terbalik dan … “Maksudnya … apa ini, Ver? Kenapa dia mengaku sebagai …” “Aku … aku bisa jelaskan semua ini. Dia ini … dia ini memang … suamiku, Mas.”

  • Harga Diri Seorang Suami   55. Fakta Mengejutkan

    Gunawan tertegun mendengar penuturan Lisa. Dirinya sulit sekali untuk percaya pada apa yang diucapkan oleh gadis itu. “Mas Gunawan boleh percaya atau enggak. Tapi, yang jelas aku udah kasih tahu yang sebenarnya,” ujar Lisa. Gunawan menatap Lisa dengan pandangan menyelidik. Seolah ingin menelisik lebih jauh tentang cerita yang meluncur dari mulut gadis itu. “Dia itu sebenarnya udah punya suami. Sekarang suaminya lagi ada di luar kota untuk kerja. Biasanya sebulan sekali suaminya akan pulang ke sini,” terang Lisa. Gunawan mengernyitkan keningnya. Seolah tak percaya dengan apa yang didengar oleh pendengarannya kini. “Aku cerita kayak gini bukan karena pengin menjelek-jelekkan teman, tapi aku nggak mau ada korban lagi,” lanjut Lisa. Gunawan semakin tak mengerti. Dia menatap Lisa dengan tatapan penuh tanya. “Maksud kamu … korban apa?” tanya Gunawan dengan suara terbata-bata. Lisa menikmati minuman yang telah te

  • Harga Diri Seorang Suami   54. Memperingatkan

    Hari ini Gunawan kembali menemani Vera yang sedang menjaga booth untuk pameran. Sejak pagi dia sudah stanby dan selalu cekatan jika Vera membutuhkan sesuatu. Walaupun di sana Vera tak sendirian, tetapi Gunawan tetap menemaninya di sana. “Pulang dari sini kita cari tempat buat makan ya, Mas,” pinta Vera. Gunawan tersenyum. “Memangnya kamu mau makan apa?” “Em … apa ya? Yang pedas-pedas enak kali ya. Kayak lalapan atau mie ayam gitu,” jawab Vera. Gunawan menganggukkan kepalanya. “Aku ada rekomendasi tempat makan yang enak di sekitar sini. Mau coba ke sana?” “Boleh. Kebetulan juga ada yang pengin aku omongin sama, Mas Gun,” sahut Vera. Gunawan tersenyum mendengar jawaban Vera. Dia merasa lega karena sikap Vera jauh lebih baik daripada sebelumnya. Hari ini gadis itu lebih banyak tersenyum dan lebih bisa mengontrol emosinya. Hari sudah beranjak siang. Acara pameran pun sudah selesai. Gunawan membantu Vera dan teman-tema

  • Harga Diri Seorang Suami   53. Sebuah Nasihat

    Gunawan masih memikirkan ucapan Faizal tempo hari. Dia menjadi penasaran siapa Vera sebenarnya. Bukan karena dia kepo dengan urusan orang lain. Namun, dia harus melakukan itu agar tak salah lagi dalam memilih pasangan. Ya! Gunawan bertekad untuk menjadikan Vera sebagai pasangannya kelak. Gunawan telah merasa jatuh cinta pada pandangan pertama dengan dia. Terdengar gombal memang, tetapi itulah yang terjadi. Dirinya merasa jatuh cinta hanya dengan melihat senyuman manis Vera. “Mas Gun!” tegur seseorang. Gunawan terlonjak kaget mendengar teguran orang itu yang tak lain adalah Fino. Fino tersenyum dan segera duduk di bangku kosong yang ada di sebelah Gunawan. “Melamun aja deh. Kenapa?” tanya Fino begitu dirinya telah duduk di sebelah Gunawan. “Aku dari tadi panggil-panggil kamu, Mas. Eh kamu malah asik melamun. Enggak nyahut sama sekali,” lanjut Fino. Gunawan tersenyum kecut sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Dia meras

  • Harga Diri Seorang Suami   52. Yang Terbaik

    Semenjak kejadian tempo hari, Gunawan semakin dekat dengan Vera. Bahkan Gunawan rela mengantar jemput Vera. Dia tak ingin kejadian tempo hari terulang kembali. “Hari ini jadwal kamu ke mana aja, Ver?” tanya Gunawan saat keduanya berjalan dari parkiran menuju kantor. “Aku hari ini ada event, Mas. Di pameran gitu sih. Kenapa, Mas?” “Enggak. Kamu berangkat sama tim atau berangkat sendiri?” “Sama tim sih, Mas. Kenapa sih? Kok kayaknya khawatir banget gitu?” tanya Vera dengan nada heran. Gunawan menghela napas panjang. “Enggak. Aku cuma takut kejadian waktu itu terulang kembali. Aku takut mereka ganguin kamu lagi.” Vera tertegun mendengar ucapan Gunawan. Dalam hati dia mulai berpikir, betapa tulus dan perhatiannya lelaki ini. Apakah harus dirinya mendapatkan perlakuan yang lain dari orang lain? “Mas Gunawan tenang aja. Mereka nggak bakalan berani gangguin aku lagi kok.” Vera mencoba tersenyum. “Semoga saja per

DMCA.com Protection Status