Home / Pernikahan / Bukan Aku Yang Mandul / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Bukan Aku Yang Mandul: Chapter 91 - Chapter 100

108 Chapters

91.Rencana Rania

Haidar sudah berjanji pada Aisyah. Ia tak ingin menyakiti hati wanita itu. Jujur, saja ia berat menyampaikan hal itu pada kedua mantan mertuanya yang sudah dianggapnya sebagai orang tua sendiri. Mereka sangat baik dan pengertian, tetapi Haidar tak ingin terjebak dalam kesalahan. Entah apa tanggapan mereka, Haidar berhak memilih. Ia lantas menundukkan wajahnya. “Kenapa, Nak? Apakah Rania tak pantas bersanding denganmu dan menjadi ibunya Haikal?” tanya Maudy sedikit tercengang. Kemudian ia menatap pada Rania yang kini kian menunduk. Begitu juga dengan Haidar. Mungkinkah mereka memang sudah merencanakan semua ini? Kehadiran Rania tadi siang adalah bagian dari rencana sesuai ucapan Malik, pikir Haidar. Dokter tampan itu menegapkan posisi duduknya. Ia lantas menatap kedua orang tuanya. Revalina dan Harry mengangguk, memberikan dukungan kepadanya. Terakhir Haidar menatap putranya yang kini menunduk bingung. Ia tahu sekali anak lelakinya memiliki jiwa perasa. Haidar lantas menggenggam t
Read more

92. Haidar Jujur

“Maksud Papa apa? Jangan bilang Papa memintaku untuk terus mendekati kak Haidar di tempat kerja dan mencuri hatinya!”Rania menebaknya curiga. Namun, Malik justru tersenyum hangat padanya. Ia lantas menarik lembut tubuh anak perempuannya, lalu menghapus sisa air matanya.“Mana mungkin papa memintamu menjadi wanita murahan, Sayang,” ucap Malik lembut dan hangat. “Maafkan papa jika membuatmu berharap lebih dan berakhir kecewa,”“Papa, tahu kamu adalah wanita yang tangguh dan kuat! Rania-nya Papa adalah wanita hebat,” sambung Malik memujinya bangga.Kemudian Malik memeluk tubuh putrinya dan mendekapnya erat. Tentu saja Rania membalas pelukan ayahnya. Wanita itu kembali menangis terisak dalam pelukannya.
Read more

93. Penyelesaian

“Mm ... jadi calon istri Kak Haidar adalah cinta pertamanya?” tanya Rania memastikan.Wanita yang kini mengenakan hijab biru tua itu memasang senyuman ramah. Rania menunjukkan tatapan tulusnya. Tentu saja Haidar mengangguk dan tersenyum malu.“Cinta pertama Kak Haidar menikah dan kini sudah bercerai?” Rania kembali bertanya, memastikan kesimpulannya dan tentunya Haidar kembali mengangguk.Rania kembali tersenyum. Kemudian wanita itu memasang wajah berpikir. Ia lantas menatap Haidar curiga, hingga dokter tampan itu menatapnya heran.“Mereka bercerai bukan karena Kak Haidar, ‘kan?” selidik Rania dengan tatapan mengintimidasi.“Rania?!” tegur Haidar langsung.Detik kedua Haidar tertawa, begitu juga dengan Rania. Dokter tampan itu tahu jika adik ipar dari mendiang istrinya hanya bergurau. Namun, wajahnya kini benar-benar lega.Tentu saja, Haidar berhasil memecahkan kecanggungan di antara mereka. Hanya sebentar saja mereka tertawa lepas, Rania kini menunjukkan wajah ikhlasnya. Tak ada lagi
Read more

94. Zalimar

Aisyah tak bergeming. Ia masih menatap dalam wanita di seberangnya. Terlihat butiran bening meluncur dari kedua sudut netra Zalimar.“Sejujurnya aku hanya iri padamu, Aisyah,” ucap Zalimar pelan sekali.Hampir saja Aisyah tak mendengarnya, jika ia tak dalam keadaan fokus pada Zalimar. Nilam bahkan langsung mengerutkan dahinya. Wanita paruh baya di samping Aisyah terlihat menatap ragu pada Zalimar.“Iri? Apa yang kamu irikan dari putriku hingga sezalim itu pada Aisyah?” geram Nilam menahan kesal. Terdengar suara gigi atas dan bawahnya yang beradu.“Maafkan aku, Bu Nilam,” sahut Zalimar lirih, diikuti tetes air matanya lagi.Sontak saja Aisyah langsung meraih pundak ibunya, hingga Nilam refleks menoleh padanya. Wanita bercadar itu menggelengkan kepalanya dengan tatapan hangat, isyarat untuk tenan. Nilam lantas mengatur napasnya sembari memejamkan kedua bola matanya.Setelah ibunya tenang, Aisyah lantas kembali menatap Zalimar yang masih menunduk menahan air matanya. Ia bahkan menatap ma
Read more

95. Rancangan Aisyah

Aisyah sedikit tersentak. Ia bahkan mengerutkan dahinya. Zalimar menatapnya kosong.Wanita bercadar itu tak melihat garis penyesalan di wajah mantan kakak iparnya. Ya, yang terlihat pada wajah Zalimar adalah rasa sesak dan emosi tertahan. Aisyah lantas menatap Rahma yang sama tersentak seperti dirinya saat melihat anak perempuannya.“Zalimar, kenapa kamu berbicara seperti itu!” ucap Rahma terdengar lirih.Zalimar refleks menoleh pada ibunya. Ia lantas menatap nanar pada Rahma. “Memangnya apa salahku, Umi?” tanyanya dengan nada sedikit meninggi.“Apa aku salah iri dengan Aisyah? Bagaimana dia bisa mendapatkan semua yang aku mau? Umi dan abi memperlakukan dia buruk, tetapi kenapa dia selalu sabar ... itu semua membuatku muak!” sambung Zalimar seolah bersiap meledakkan amarahnya.“Memang tidak salah jika Kak Zali iri padaku,” sela Aisyah dan langsung membuat Zalimar serta Rahma menoleh padaku. “Mau tahu apa kesalahan Kak Zali?” Aisyah menarik napas dalam sebentar sebelum melanjutkan uca
Read more

96. Aisyah Kecewa

“Ada yang mencuri hasil rancanganmu dari ponselku, Aisyah.”Aisyah tersentak dengan kedua bola matanya yang membesar. Tampaknya ia masih mencerna ucapan Shahira, hingga napasnya terasa sesak. “Mencuri? Maksudnya bagaimana?” tanyanya mencoba memastikan.Shahira menunduk lemas. Tergambar jelas rasa bersalahnya. Artis cantik itu menggigit bibir bawahnya, mengumpulkan segala keberaniannya.“Maafkan aku, Aisyah. Aku benar-benar ceroboh,” sesal Shahira dengan nada lemas.“Ceritakan kejadiannya agar aku bisa mengerti!” pinta Aisyah tegas.Ya, Aisyah sudah bisa mencerna ucapan Shahira. Rancangannya dicuri oleh orang lain, tetapi ia terlalu takut untuk menduga akibatnya. Ia perlu tahu kejadian selengkapnya agar bisa memastikan untuk mengambil keputusan.Bukan hanya sebuah rancangan saja, tetapi itu adalah karyanya yang dibuat sepenuh hati. Aisyah bahkan bangga, sebab Shahira begitu menyukainya. Dari desain rancangannya itulah Nicholas Wirawan bahkan menawarkan kerja sama untuk Paris, ‘kan?“As
Read more

97. Dukungan Untuk Aisyah

Aisyah lantas membawa tubuh Shahira bangkit dan memindahkannya ke sofa di dekatnya. Tentu saja ia sungkan diperlakukan seperti itu. Padahal Shahira hanya menunjukkan ketulusan dan penyesalannya.“Aku percaya dengan Kak Shahira,” ucap Aisyah setelah Shahira duduk dengan nyaman.“Jika kamu percanya, kenapa kamu terlihat ragu?” tanya Shahira memastikan tatapan beratnya Aisyah.Benar. Aisyah memang terlihat ragu. Wanita bercadar itu tak akan bisa menutupinya. Bahkan Nilam pun dapat merasakannya, hingga ia meraih pundak putrinya dan membelainya lembut. “Nak, pikirkan baik-baik segalanya agar kamu tidak salah jalan! Ibu dan ayahmu akan selalu ada untukmu,” ucapnya.Aisyah menundukkan pandangannya. Pikirannya serasa bercabang. Wanita itu tersenyum pahit di balik cadarnya.“Apa mereka akan percaya? Orang yang mencuri desainku adalah desainer terkenal,” ungkap Aisyah mengeluarkan rasa ragunya.“Tenang saja, Aisyah! Kamu pasti tahu siapa aku, ‘kan?” sahut Shahira meyakinkan. “Aku lebih terkena
Read more

98. Haidar Marah

“Lalu bagaimana dengan rancanganmu yang dicuri oleh desainer Dimas?” Haidar yang mendengar kabar tentang rancangan Aisyah langsung bergegas ke rumahnya bersama dengan Haikal sepulang kerja. Tentu saja setelah terhibur, Nilam dan Akbar membawa Haikal bermain di ruang tengah, memberi waktu agar Haidar dan Aisyah berbicara dan berdiskusi. Setidaknya anak perempuan mereka perlu menceritakan masalahnya pada calon suaminya tanpa harus diawasi langsung. “Kontrakmu dengan kak Shahira juga, bagaimana?” tanya Haidar lagi.“Itu yang sedang aku pikirkan, Haidar,” jawab Aisyah dengan wajah berat. “Awalnya aku memang merasa bangga membuat desain yang indah untuk kak Shahira, tetapi setelah aku menyadari hal itu, tiba-tiba aku takut.”Aisyah lantas menghela napas panjang nan berat sebelum melanjutkan jawabannya. Ia bahkan menggigit bibir bawahnya untuk mengungkapkan isi hatinya. Sementara Haidar hanya bisa bersabar mendengar penjelasan wanita di hadapannya.Sejujurnya, dokter tampan itu marah saat
Read more

99. Salah Paham

“Ya, aku memang terbawa emosi … jadi, biarkan aku pulang untuk menenangkan diri, karena aku sama sekali tidak bisa mengerti jalan pikiranmu!” “Aku nggak akan ngizinin kamu pulang sebelum kamu menyelesaikan kesalah pahaman ini, Haidar!” tegas Aisyah sembari ikut berdiri. “Aku memintamu untuk datang bukan hanya membahas tentang kak Zali, ‘kan?” ujarnya hingga Haidar langsung menatap wajahnya. “Aku belum menemukan solusi tentang rancanganku dan kak Shahira! Aku masih membutuhkan kamu, Haidar!” sambung Aisyah dengan tatapan memohon. Haidar terdiam sebentar. Ia menatap Aisyah lagi sebentar. Wanita itu menunjukkan kesungguhan ucapannya. Bahkan tangannya masih memegangi ujung lengannya, menahan dirinya untuk tak beranjak. “Aku mohon, Haidar, ya!” Aisyah memohon dengan sungguh-sungguh. “Baiklah!” sahut Haidar terdengar pasrah. “Terima kasih, Haidar,” balas Aisyah disusul senyuman tulusnya. Kemudian keduanya kembali duduk. Aisyah memberi jeda sebentar pada Haidar agar lelaki tampan itu b
Read more

100. Ungkapan Hati

Shahira tak segera menjawab. Artis cantik itu menurunkan tumpangan kakinya dan menegapkan wajahnya dengan ekspresi datar. Tentu saja tindakannya membuat sorot mata Aisyah cemas.“Aisyah sama sekali tak berniat untuk melanggar kontrak kerja, Kak. Dia hanya ingin mencoba desain pakaian yang tertutup tetapi tetap anggun,” seru Haidar mencoba menengahi. “Bukankah di kontrak hanya dicantumkan Aisyah membuat desain sesuai keinginan Kak Shahira, tidak dispesifikan bagaimana jenis desainnya,” imbuhnya.“Tidak spesifik? Contohnya?” selidik Shahira dengan tatapan penuh arti pada Haidar.Haidar mengulum bibir bawah dan atasnya ke dalam sembari berpikir. Jawaban apa yang bisa diterima oleh Shahira. “Maksud saya, desain pakaiannya tidak dijelaskan harus seksi dan terbuka,” jawabnya hati-hati, tetapi terdengar tegas.Asiyah sedikit bersyukur Haidar bisa membantu mengeluarkan rasa cemasnya, tetapi kini ia merasa was-was. Khawatir, jika respon Shahira justru memberikan penolakan. Terlihat jelas saat
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status