Amy menunduk. Bulir-bulir airmata tak kunjung reda menghujani pipinya. Hidungnya memerah dengan suara isak tangis tertahan, meletupkan kekhawatirannya selama ini. “Aku ..., aku ..., baru saja bercerai, Ali. Bahkan tinta di lembar akta ceraiku belumlah mengering. Apa kata orang-orang nanti kepadamu. Menikahi wanita amoral yang menyedihkan. Tentulah, segala marwah dirimu, yang telah susah payah kau bangun, akan tercemar, Ali. Aku tak pernah menginginkan itu ...,” keluhnya menyisihkan kebahagiaan Reinaldi.“Aku minta maaf. Semua ini adalah salahku. Tak seharusnya, aku datang kepadamu. Meminta hal yang sebelumnya telah kau peringatkan akan semenyakitkannya seperti ini. Maafkan aku, Ali. Maafkan aku,” isaknya sambil terus menunduk. Reinaldi bersimpuh di atas kedua lututnya. Lalu meraih kepala Amy, mendekapnya dengan sepenuh jiwa. Ia tak ingin mendengar penyesalan itu. Semua dosa ini haruslah ditanggung dan dibagi bersama.“Dia anakku, Amy,” ucapnya penuh tekad. Matanya
Read more