DIMADU KARENA DIFITNAH MANDUL의 모든 챕터: 챕터 51 - 챕터 60

118 챕터

Teringat Masa Lalu

“Ah, sialan!” Bima kehilangan jejak Aisyah, perasaannya mulai tak karuan dan penuh dengan rasa penasaran. “Kamu kenapa Mas?” Jihan menyusul Bima karena terlalu lama. “Aisyah, aku tadi lihat Aisyah.” Bima tampak seperti orang kehilangan arah. Pandangan Jihan liar, ia memerhatikan setiap sudut taman. “Kamu sakit ya Mas?” tanyanya heran, melihat sikap Bima yang aneh. “Aku serius! Aku lihat dia tadi duduk di sini!” “Sebaiknya kita pulang aja Mas! Kamu aneh banget. Setelah sekian lama sejak perpisahan antara Bima dan Aisyah, akhirnya waktu kembali mempertemukan mereka dalam keadaan yang sudah sangat berbeda jauh dari kondisi sebelumnya saat mereka berdua masih bersama. “Ma! Aisyah Ma.” Bima mengadu kepada ibunya tentang apa yang ia lihat tadi di taman. “Dia kenapa?” tanyanya pada Jihan. “Nggak tau Ma, tadi katanya Mas Bima lihat Aisyah di taman. “Kamu kenapa sih masih nginget-nginget dia? Udahlah Bima!” “Tapi Bima serius Ma, tadi aku lihat di
더 보기

Bima Ke Surabaya

“Bima nggak bisa tenang Ma! Gimana pun caranya aku harus nemuin Aisyah dan anak aku! Bima mau nuntut hak atas anak itu, kalau Aisyah bisa ketemu harapan Bima dan harapan Mama bakalan segera terwujud!” “Terus sekarang kamu mau gimana?” tanyanya ragu. Bima terdiam, ia sedang memikirkan cara. “Bima … Bima mau ke Surabaya ke kediaman Aisyah Ma,” tegasnya. “Kamu yakin?” “Sangat yakin! Apa pun itu demi anak aku,” ucapnya penuh dengan keyakinan. * Jihan termenung memandangi suaminya yang tengah berkemas untuk kepergiannya ke Surabaya. “Kamu yakin Mas mau ke Surabaya?” tanyanya sedih. Bima tetap acuh. “Kamu udah nggak sayang aku sama Kiara lagi? Kita baru aja mau memulai hidup bahagia dan sekarang kamu malah kayak gini Mas, setidaknya kalau kamu nggak kasihan sama aku, kamu bisa ngasi sedikit belas kasihanmu ke Kiara Mas. Aku nggak sanggung ngadepin pertanyaan Kiara nanti melihat Papanya yang mulai sayang ke dia sekarang tiba-tiba malah jadi kayak
더 보기

Niat Jahat Ajeng

“Saya ke sini hanya untuk anak saya! Katakan di mana Aisyah sekarang!” “Kamu nggak perlu tau anak saya di mana! Pergi kamu!” “Tolong pak! Saya mau cari anak saya, saya punya hak atas anak yang dikandung oleh Aisyah karena saya ayahnya!” tegasnya. “Hak kamu sudah hilang dari sejak kamu menolak anak itu! Dulu kamu menghina dia dan bahkan tidak mengakuinya sebagai anak kamu dan sekarang anggap saja kamu tidak pernah menikah dengan anak saya!” “Pergi kamu Bima, saya tidak sudi lihat wajah kamu di sini!” Bu Asih meradang. Mereka cekcok hingga menyebabkan keributan yang mengundang perhatian banyak orang. “Ingat ya Bima! Sampai saya masih bernapas di dunia ini jangan harap kamu bisa ketemu dengan cucu saya, camkan itu!” ucapnya, sembari mendorong Bima niat untuk segera mengusirnya. “Bapak dan ibu akan membayar semua ini karena berani memperlakukan saya seperti ini! Apa pun yang terjadi saya tidak akan menyerah untuk mengambil anak saya!” ancamnya. “Dan saya yang akan memas
더 보기

Bersembunyi

“Pasti Ma! Pasti akan Bima lakukan demi mendapatkan anak aku!” Bima di tengah keputusasaannya untuk mendapatkan keturunan seketika merasa mendapat sebuah keberuntungan dengan kabar hamilnya Aisyah. Namun, ia ternyata lupa perbuatan keji seperti apa yang pernah ia perbuat pada Aisyah, rasa semangatnya untuk mendapatkan seorang anak berhasil memadamkan ingatan akan dosa-dosa yang pernah ia lakukan pada mantan istrinya itu.Sementara itu, pak Ahmad dan ibu Asih masih merasakan aura-aura emosi yang tersisa, mereka tidak pernah menyangka jika Bima akan berani kembali menampakkan dirinya setelah perbuatan kejinya yang sudah menolak keberadaan Aisyah dan anak yang dikandungnya.“Pak cepet telpon Aisyah! Ibu takut kalau Bima sampai menemukan keberadaan Aisyah di Jakarta,” sarannya panik.“Ibu sabar dulu! Tenangin diri dulu, jangan sampai Aisyah jadi ikutan panik.”“Maaf pak bu, yang tadi siapa ya? Soalnya dia nanya-nanya soal mbak Aisyah ada di mana.”“Dia mantan suaminya Aisyah,
더 보기

Rumah Tangga Bima Kacau!!!

“Sekarang kamu mau apa Mas?” tanya Jihan meminta kepastian. “Mau apa gimana maksud kamu?” “Kamu masih pura-pura buta ya Mas, dengan kondisi aku dan Kiara!” Bima menghela napas panjang, “Huh, duh. Tolong lah Jihan kamu jangan mulai cari ribut lagi!” keluhnya. “Mas! Gimana aku nggak ribut mulu, saat kondisi kamu sendiri memprihatinkan kayak gini kamu malah sibuk nyari keberadaan Aisyah yang nggak jelas itu!” protesnya. “Kamu jangan berani-beraninya menyinggung masalah itu ya! Itu urusan aku, jadi kamu jangan pernah ikut campur!” Mereka berdua terus saja berseteru. “Mas, sadar Mas! Meskipun nanti kamu berhasil menemukan Aisyah, aku bisa jamin kalau dia bakalan nolak kamu, apa lagi sampai tau kalau kamu mau ngerebut anak dia. Memangnya Mas nggak sadar dulu Mas nggak mau mengakui kalau Aisyah sedang hamil?” Pandangan Bima seketika liar, seakan-akan ia tidak mau menerima kenyataan perbuatannya yang sebenarnya terdahulu. “Aku nggak peduli tanggapan dia seperti apa, yang p
더 보기

Trauma Masa Lalu

Jihan tentu saja tidak bisa begitu mudah disentuh oleh kekejaman Ajeng dan Bima, wanita ini sangat jauh berbeda dengan Aisyah karena ia juga cenderung arogan dan tidak segan akan melawan siapa saja yang berani menyakitinya terutama anaknya-Kiara. “Kamu memang benar-benar keterlaluan ya Jihan!” “Ingat satu hal ya Ma! Aku nggak akan berani bertindak kalau nggak diusik duluan, jadi jangan pernah macem-macem lagi sama aku ataupun anak aku, paham!” Ajeng hanya terdiam, ia tak berani melawan karena melihat perangai Jihan yang tak merasa takut sedikit pun. * [Halo, assalamualaikum Mas] [Waalaikumsalam, Aisyah. Kamu baik-baik aja kan?] [Aku baik-baik aja Mas, Mas kabarnya gimana?] [Mas baik, ingat ya kalau ada apa-apa langsung kabarin Mas] Keduanya terdengar saling mengkhawatirkan satu sama lain. [Iya Mas, kondisi Bapak sama Ibu di sana gimana Mas?] [Di sini, alhamdulilah semuanya aman kamu jangan khawatir ya dan ingat jaga kondisi kesehatan kamu jangan terla
더 보기

Berpisah Atau Terus?

*** “Permisi, pernah lihat orang ini nggak mbak? Di sekitaran sini pokoknya!” Bima menyodorkan potret Aisyah di gawainya, memperlihatkannya pada orang-orang. “Maaf, nggak pernah.” “Coba lihat sekali lagi mbak, barang kali pernah lihat!” “Saya bilang nggak pernah lihat, gimana sih?” jawabnya ketus, karena Bima terkesan memaksa. Pria itu sedang gencar melakukan pencariannya beberapa hari ini, ia masih begitu semangat mencari keberadaan Aisyah dan karena hal tersebut rencana pria itu untuk mencari kerja menjadi teralihkan. “Di mana sih kamu Aisyah!” pekiknya, ia mulai kesal. Di tengah terik matahari yang menyengat Bima masih terus melanjutkan pencariannya. * “Jihan, ini kenapa makanan cuma tempe dan sambel?” keluhnya setelah melihat makanan yang ada di atas meja makan. “Hemat Ma, Mas Bima sampai sekarang belum dapet kerjaan baru.” “Tapi ya masa cuma ini aja? Emang uang yang sebelum-sebelumnya kamu kemanain? Keterlaluan ya kamu!” “Ya uang sebelum-sebelumnya dipakai u
더 보기

Titik Terendah

Mata Bima terbelalak, “APA?”“Kenapa? Kamu pikir aku takut buat ninggalin laki-laki kayak kamu?” ucapnya tanpa ragu.Sejenak Bima terdiam, pria itu tampak berpikir.“Di sisi lain Jihan benar, belum tentu Aisyah setelah ketemu dengan aku dia mau begitu mudah menerima kehadiranku dan kalau aku menceraikan Jihan, apakah akan ada wanita lain yang mau denganku? Bisa-bisa aku yang apes,” gumamnya dalam hati.“Kenapa kamu diem aja?”“E-e, kamu istirahat sana! Soal kerjaan biar aku yang urus,” jawabnya ragu.Jihan hanya menatap Bima datar, wanita itu bingung melihat emosi Bima sedikit mereda. ***“Maaf, di sini tidak mencari karyawan.”“Tolong, pak. Pengalaman saya di bidang ini sudah lumayan, sebelumnya saya menjabat sebagai manager jadi sudah tidak diragukan untuk hal yang seperti ini saya bisa mengatasinya,” rayunya.“Maaf pak, tapi di sini tidak membuka lowongan, mungkin bapak bisa mencari di tempat lain!” tolaknya.“Bisa dibaca CV saya dulu pak.” Bima terus saja memaksa.“Bapak tolong
더 보기

Kembali Ke Surabaya

*** “Kamu di sana jaga kesehatan ya! Jangan lupa makan dan jangan lupa buat terus ngabarin keluarga di sini,” ucap Yani. “Iya tante, makasi ya. Maaf sudah merepotkan.” “Ah, kamu ini masih saja begitu! Santai saja Aisyah, kamu ini sudah menjadi bagian dari keluarga kami jadi tidak ada hal yang merepotkan justru kami senang dengan kehadiranmu di sini tante jadi ada temannya dan jadi rame juga, iya kan Pa?” “Iya, apa lagi tante sering di tinggal sama Una buat kuliah jadi dia sering bosen. Intinya kamu tidak usah sungkan-sungkan begini Aisyah,” timpalnya. Aisyah tersenyum, “Iya om, tante. Pokoknya Aisyah pengen ngucapin terima kasih banyak atas semuanya.” “Iya-iya, sama-sama Aisyah. Nitip salam sama bapak dan ibu ya!” “Iya, siap tante. Pasti Aisyah sampaikan.” “Ya udah, Hendra sama Aisyah berangkat dulu ya Ma Pa,” pamitnya, sembari meraih tangan ayah dan ibunya untuk bersalaman. “Hati-hati di jalan, ya!” * “Gimana Aisyah? Kamu sudah nyaman atau ada perasaan yang ngeganjel selama
더 보기

Dilarikan Ke Rumah Sakit

*** “Gimana keadaan kedai selama saya tinggal mbak Hilda?” “Semuanya lancar mbak, mbak Aisyah gimana keadaannya?” “Alhamdulilah saya baik, syukurlah kalau semuanya lancar.” “Iya mbak. Saya juga sempat khawatir dengan semuanya yang terjadi, dari saya pribadi turut prihatin.” “Makasi mbak Hilda, saya juga berterima kasih dengan mbak karena sudah amanah menjaga kedai ini.” “Sama-sama mbak. Mbak Aisyah dan keluarga adalah oramg baik jadi saya pasti akan menjaga dengan baik juga apa yang menjadi tanggung jawab saya di sini.” Aisyah membalas senyum, “Oh iya, tolong cek stok bahan ya mbak sekalian ditulis dan catatannya kasi ke saya.” “Siap mbak.” Kedai makanan Aisyah kini cukup dikenali oleh masyarakat sekitar, berkat bantuan dari Hendra dan juga semangat Aisyah untuk mengurangi beban keluarganya kedai makanan ini berhasil membantu perekonomian Aisyah dan keluarga. Rasa masakan khas rumahan yang diracik sedemikian rupa oleh Aisyah dan bu Asih berhasil memikat lidah par
더 보기
이전
1
...
45678
...
12
DMCA.com Protection Status