All Chapters of Menjadi Tawanan Mafia: Chapter 191 - Chapter 200

322 Chapters

Coklat

“Kenapa kau berkata hal sekasar itu di depannya? Bukankah kau yang meminta sopir untuk mengebut agar bisa bertemu dengannya lagi segera. Kau itu selalu bermuka dua,” timbal Nenek dengan suara yang lembut, wanita tua itu mengusap bahu Selena dengan hangat. “Aku juga bersyukur dia lebih mirip denganku dari pada ayahnya. Kau sangat cantik,” puji Sabrina sambil menyipitkan matanya dengan gemas, dia secara tak langsung memuji dirinya.“Ah, yang Ibu ucapkan sebenarnya untuk dirinya sendiri, bukan untukmu,” tambah Axel. Semuanya tertawa saat mendengar tanggapan Axel. Keluarga ini hangat dan kelihatannya tak akan ada permasalahan keluarga yang harus dihadapi Selena ke depannya. Dia bisa merasakan rasa aman dan juga tenang, serta bahagia saat bersama dengan orang-orang ini. Selena menatapi sekitarnya dengan senyuman tipis. Ternyata ini rasanya punya keluarga. Saat ada orang-orang yang bersemangat bertemu denganmu dan memberikanmu banyak kasih sayang yan
Read more

Curahan Hati

Hari ini aku kedatangan Kakek dan Nenekku. Mereka datang membawakanku coklat. Aku rasanya seperti anak kecil, terutama karena Nenek memperlakukanku seperti anak kecil dengan menyuapinya coklat. Kurasa berat badanku bertambah di sini. -Selena. Kau kan memang masih kecil. -Damian. Kalau begitu kau pedofil? -Selena. Damian langsung menyemburkan anggur yang sedang dia minum. Dia tak menyangka akan mendapatkan pesan seperti itu dari Selena. Dia mengusap ujung bibirnya yang basah. “Ada apa? Kenapa kau sampai menyemburkan minumanmu begitu?” Luca mengerutkan keningnya sambil menatapi Damian yang sekarang sedang mengambil tisu. “Selena mengataiku pedofil,“ jawab Damian sambil mendengus karena ucapan gadis itu membuatnya sedikit kesal, apa lagi Luca malah terkekeh pelan mendengarnya. “Hahaha, dia sangat tidak terduga,” gumam Luca. Damian mendengus. Ini sudah malam dan dia terjebak dengan kesibukannya seperti biasa, bersama
Read more

Dia Pantas Dipertahankan

Sabrina bisa melihat keterbukaan pada diri Selena. Selena mulai semakin membukakan dirinya pada Sabrina, dari cara mereka yang mulai berbagi perasaan. Selena mulai membuka perasaannya juga. “Ya, itu kadang karena hormon dan suasana hati. Kadang kita sangat bersyukur dan kadang kita akan mengumpat, mencaci dan memaki.” Sabrina terkekeh pelan membenarkan Selena. Pesan masuk ke ponsel Selena membuat Selena menatap ponselnya sejenak, suaranya juga berhasil menarik perhatian Sabrina. Selena melirik Sabrina dengan sedikit canggung, mematikan ponselnya. “Apa itu Damian lagi?” tanya Sabrina. “Benar,” jawab Selena dengan suara yang lebih rendah, dia kelihatannya malu jika tentang ini. Sabrina bisa memperhatikan bagaimana pipi Selena memerah saat membahas Damian. Itu membuatnya tertawa geli melihat reaksi putrinya yang merona ketika dia menggodanya. “Hahaha, kau benar-benar memerah jika kau bercerm
Read more

Ke Mana Selena?

“Selena, ayo bangun!” ujar Nenek sambil membuka pintu kamar Selena. Namun, dia justru tak menemukan Selena di kamarnya malam itu. Dan itu membuat Nenek mengerutkan alisnya. Selena belum terlihat sama sekali sejak dia bangun, seharunya dia ada di kamarnya. Dia menutup kembali pintu kamar Selena. “Axel, kau melihat ke mana Selena pergi pagi-pagi begini?” tanya Nenek sambil menoleh pada Axel yang sudah berada di depan laptopnya dengan secangkir kopi, dia duduk di rumah tengah atas. Axel yang tengah menyeruput kopinya langsung menghentikannya dan menatap Nenek. “Tidak, aku belum melihatnya dari tadi. Bukankah dia seharusnya ada di kamar? Biasanya dia memang baru akan bangun sekarang,” ucap Axel sambil menatapi arlojinya. “Dia tidak ada,” ucap Nenek. Axel langsung bangkit dan menaruh kembali kopinya sambil bergerak ke kamar Selena. Dia membuka pintu kamarnya dan memasuki kamar Selena. Kamar Selena masih rapi, dan juga pintu kama
Read more

Tentang Kulit Apel

“Kurasa kita harus pergi ke perusahaan cabang lagi. Ada masalah internal, beberapa pekerja mogok kerja. Mereka tetap masuk untuk mendapatkan kehadiran tetapi enggan melakukan tugas mereka.” Damian mengerutkan keningnya saat Luca mengatakan hal tersebut. Seminggu lagi adalah hari istimewa untuknya dan mereka harus pergi ke luar negeri. Damian mengingat nasihat Selena untuk tak terlalu memaksakan Luca, Luca harus berada dalam kondisi sehat untuk hari istimewanya. “Aku akan pergi, kau tak perlu menemaniku. Minta Leon menjemputku saat aku tiba di sana,” ujar Damian sambil menghela nafasnya, dia menatapi dokumen cetak dengan serius. Dengan keheranan, Luca menghentikan pekerjaannya dan menatap ke arah Damian, tentu bingung. “Tiba-tiba?” Luca kelihatannya tak percaya Damian tidak memintanya menemaninya seperti biasa. “Tidak tiba-tiba juga. Aku hanya ingin kau tidak mempertaruhkan kesehatanmu untuk bolak-balik ke luar negeri sebelum hari lam
Read more

Izin untuk Pergi

“Ibu, kelihatannya minggu depan aku akan segera kembali ke mansion Damian,” ucap Selena. Sabrina menatap ke arah Selena dengan perhatian. “Hum? Cepat sekali kamu pergi lagi.” “Ah, temannya Damian akan melamar Grace. Jadi, aku ingin berada di sana. Ingat, Grace? Grace adalah dokter sekaligus teman untukku.” Selena menjelaskannya dengan perlahan. “Kau baru beberapa hari di sini. Memangnya kau tidak merindukan ibumu?” tanya Nenek. “Aku sudah berada di sini sekitar seminggu. Aku ingin berada lebih lama di sini, tapi aku tidak ingin melewati acara lamaran Grace. Lagi pula, aku akan sering-sering berkunjung ke rumah ini.” Selena tersenyum simpul, dia kelihatannya ingin meyakinkan mereka untuk kembali ke mansion Damian. Dia seperti berusaha membujuk mereka, padahal dia bisa saja meninggalkan tempat itu begitu saja tanpa perlu berbasa-basi. Namun, itu bentuk penghargaannya pada keluarganya. Nenek menghela nafasnya, kelihatannya ber
Read more

Kakek yang Dingin

Beberapa hari kemudian, Selena akhirnya hendak kembali ke mansion Damian setelah ditahan untuk beberapa hari lagi oleh neneknya. Nenek dan ibunya menginginkan Selena untuk tinggal lebih lama. Makanya, Selena hanya bisa menjanjikan dia akan berkunjung lagi nanti. “Aku akan sering-sering berkunjung,” ucap Selena sambil menatapi barang bawaannya, termasuk serangga yang sudah disiapkan sebagai oleh-oleh, sebuah oleh-oleh yang tidak biasa. “Kau yakin akan bersamanya terus? Kau tahu, akan lebih baik jika kau tinggal di rumah Ibu sebelum kau benar-benar menikah,” ujar Axel sambil membawakan barang bawaannya Selena ke mobil.“Aku sudah bukan anak kecil lagi, tidak perlu menyarankanku tentang keputusan yang telah kubuat,” balas Selena sambil menghela nafasnya, dia sedikit jengkel Axel terus membahasnya. “Kau benar-benar bukan cucu yang bisa diandalkan,” sindir Kakek yang menatap sinis ke arah Selena. Selena menatapnya dengan sedikit kaget. Jel
Read more

Kembali ke Mansion

Selena tiba di mansion Damian, hanya sampai gerbangnya saja karena ada beberapa orang yang menjaga di sana. Dan itu membuat Selena keluar dari mobil Axel, Axel membantunya mengeluarkan barang bawaannya. Saat melihat Axel, orang-orang itu langsung menodongkan senjata ke arahnya. “Dia di sini hanya untuk mengantarku,” bela Selena seraya menahan orang yang berusaha mendekati Axel, sepertinya dia hendak mengancamnya dari dekat. Melihat Selena membuatnya hanya mendengus dan menurunkan senjatanya. Tiga orang lainnya yang ada di sana juga ikut menurunkan senjata mereka. Selena meneguk ludahnya, melihat bagaimana sigapnya mereka, ditambah dengan bagaimana mereka menurut padanya membuatnya sedikit takjub. Dia punya kuasa atas orang-orang ini. “Tuan Damian tidak mengatakan apa pun soal kepulangan Anda. Anda pulang terlalu tiba-tiba,” ucap salah satunya sambil menatap ke arah Selena. “Oh, aku berniat mengejutkannya. Dia masih bekerja di kantor?” tanya Se
Read more

Kepastian yang Diinginkan Grace

Malam itu, Grace menginap di mansion untuk menemani Selena. Keduanya tidur di salah satu kamar tamu. Sambil menjaga serangga-serangga itu, merawatnya, keduanya juga sedang mengobrol bersama. Grace masih sangat penasaran dengan semuanya, tapi jawaban Selena hanya menjawab iya atau tidak, dengan template pertanyaan Grace. “Jadi, selama ini ibumu juga tahu semua yang telah terjadi padamu?” tanya Grace lagi. “Iya, selama ini dia mengetahui semuanya.” Selena menganggukkan kepalanya. Grace menghela nafasnya dan menatap Selena dengan kesal. Entah kenapa Selena tidak seperti biasanya. Selena tak begitu bersemangat untuk menceritakan apa pun padanya. “Hey, ada apa sebenarnya denganmu? Kau tidak mau bicara padaku, atau bagaimana? Kenapa kau terus menjawab pertanyaanku dengan singkat? Ah, kau memanjangkannya hanya dengan meniru pertanyaanku menjadi pernyataan untukmu. Itu menyebalkan, tahu? Aku memancingmu untuk bicara dari tadi tentang keluargamu!” kelu
Read more

Menjemput Damian

Selena sedikit terkejut dengan bagaimana genggaman eratnya Damian menggenggamnya. Dia tahu pria itu akan merindukannya setelah pergi beberapa hari. Dia tersenyum simpul, bisa memaklumi kenapa Damian mendekapnya dengan sangat erat seperti ini. Dia bahkan tertawa karenanya. Sementara Damian, salah satu tangannya mencengkeram kuat koper yang ia pegang, saat satu lengannya masih melingkar di pinggang Selena. Tubuhnya bersandar pada Selena, menekan tubuhnya ke tubuh gadis itu dengan kuat. Damian menenggelamkan wajahnya di bahu Selena, menyesap kuat-kuat aroma baru yang dihasilkan gadis itu. Aromanya sangat memikat. “Aku merindukanmu, tahukah kau?” Dengan suara seraknya, Damian berbisik di telinga Selena. Selena melingkarkan tangannya di pinggang Damian, dia juga berusaha membuat pria itu melepaskan rasa rindu padanya. Gadis itu hanya mengangguk pelan dengan senang. Kemudian, Damian menarik diri untuk melepaskan pelukannya dan menatap ke arah Selena
Read more
PREV
1
...
1819202122
...
33
DMCA.com Protection Status