Sabrina bisa melihat keterbukaan pada diri Selena. Selena mulai semakin membukakan dirinya pada Sabrina, dari cara mereka yang mulai berbagi perasaan. Selena mulai membuka perasaannya juga.
“Ya, itu kadang karena hormon dan suasana hati. Kadang kita sangat bersyukur dan kadang kita akan mengumpat, mencaci dan memaki.” Sabrina terkekeh pelan membenarkan Selena. Pesan masuk ke ponsel Selena membuat Selena menatap ponselnya sejenak, suaranya juga berhasil menarik perhatian Sabrina. Selena melirik Sabrina dengan sedikit canggung, mematikan ponselnya. “Apa itu Damian lagi?” tanya Sabrina. “Benar,” jawab Selena dengan suara yang lebih rendah, dia kelihatannya malu jika tentang ini. Sabrina bisa memperhatikan bagaimana pipi Selena memerah saat membahas Damian. Itu membuatnya tertawa geli melihat reaksi putrinya yang merona ketika dia menggodanya. “Hahaha, kau benar-benar memerah jika kau bercerm“Selena, ayo bangun!” ujar Nenek sambil membuka pintu kamar Selena. Namun, dia justru tak menemukan Selena di kamarnya malam itu. Dan itu membuat Nenek mengerutkan alisnya. Selena belum terlihat sama sekali sejak dia bangun, seharunya dia ada di kamarnya. Dia menutup kembali pintu kamar Selena. “Axel, kau melihat ke mana Selena pergi pagi-pagi begini?” tanya Nenek sambil menoleh pada Axel yang sudah berada di depan laptopnya dengan secangkir kopi, dia duduk di rumah tengah atas. Axel yang tengah menyeruput kopinya langsung menghentikannya dan menatap Nenek. “Tidak, aku belum melihatnya dari tadi. Bukankah dia seharusnya ada di kamar? Biasanya dia memang baru akan bangun sekarang,” ucap Axel sambil menatapi arlojinya. “Dia tidak ada,” ucap Nenek. Axel langsung bangkit dan menaruh kembali kopinya sambil bergerak ke kamar Selena. Dia membuka pintu kamarnya dan memasuki kamar Selena. Kamar Selena masih rapi, dan juga pintu kama
“Kurasa kita harus pergi ke perusahaan cabang lagi. Ada masalah internal, beberapa pekerja mogok kerja. Mereka tetap masuk untuk mendapatkan kehadiran tetapi enggan melakukan tugas mereka.” Damian mengerutkan keningnya saat Luca mengatakan hal tersebut. Seminggu lagi adalah hari istimewa untuknya dan mereka harus pergi ke luar negeri. Damian mengingat nasihat Selena untuk tak terlalu memaksakan Luca, Luca harus berada dalam kondisi sehat untuk hari istimewanya. “Aku akan pergi, kau tak perlu menemaniku. Minta Leon menjemputku saat aku tiba di sana,” ujar Damian sambil menghela nafasnya, dia menatapi dokumen cetak dengan serius. Dengan keheranan, Luca menghentikan pekerjaannya dan menatap ke arah Damian, tentu bingung. “Tiba-tiba?” Luca kelihatannya tak percaya Damian tidak memintanya menemaninya seperti biasa. “Tidak tiba-tiba juga. Aku hanya ingin kau tidak mempertaruhkan kesehatanmu untuk bolak-balik ke luar negeri sebelum hari lam
“Ibu, kelihatannya minggu depan aku akan segera kembali ke mansion Damian,” ucap Selena. Sabrina menatap ke arah Selena dengan perhatian. “Hum? Cepat sekali kamu pergi lagi.” “Ah, temannya Damian akan melamar Grace. Jadi, aku ingin berada di sana. Ingat, Grace? Grace adalah dokter sekaligus teman untukku.” Selena menjelaskannya dengan perlahan. “Kau baru beberapa hari di sini. Memangnya kau tidak merindukan ibumu?” tanya Nenek. “Aku sudah berada di sini sekitar seminggu. Aku ingin berada lebih lama di sini, tapi aku tidak ingin melewati acara lamaran Grace. Lagi pula, aku akan sering-sering berkunjung ke rumah ini.” Selena tersenyum simpul, dia kelihatannya ingin meyakinkan mereka untuk kembali ke mansion Damian. Dia seperti berusaha membujuk mereka, padahal dia bisa saja meninggalkan tempat itu begitu saja tanpa perlu berbasa-basi. Namun, itu bentuk penghargaannya pada keluarganya. Nenek menghela nafasnya, kelihatannya ber
Beberapa hari kemudian, Selena akhirnya hendak kembali ke mansion Damian setelah ditahan untuk beberapa hari lagi oleh neneknya. Nenek dan ibunya menginginkan Selena untuk tinggal lebih lama. Makanya, Selena hanya bisa menjanjikan dia akan berkunjung lagi nanti. “Aku akan sering-sering berkunjung,” ucap Selena sambil menatapi barang bawaannya, termasuk serangga yang sudah disiapkan sebagai oleh-oleh, sebuah oleh-oleh yang tidak biasa. “Kau yakin akan bersamanya terus? Kau tahu, akan lebih baik jika kau tinggal di rumah Ibu sebelum kau benar-benar menikah,” ujar Axel sambil membawakan barang bawaannya Selena ke mobil.“Aku sudah bukan anak kecil lagi, tidak perlu menyarankanku tentang keputusan yang telah kubuat,” balas Selena sambil menghela nafasnya, dia sedikit jengkel Axel terus membahasnya. “Kau benar-benar bukan cucu yang bisa diandalkan,” sindir Kakek yang menatap sinis ke arah Selena. Selena menatapnya dengan sedikit kaget. Jel
Selena tiba di mansion Damian, hanya sampai gerbangnya saja karena ada beberapa orang yang menjaga di sana. Dan itu membuat Selena keluar dari mobil Axel, Axel membantunya mengeluarkan barang bawaannya. Saat melihat Axel, orang-orang itu langsung menodongkan senjata ke arahnya. “Dia di sini hanya untuk mengantarku,” bela Selena seraya menahan orang yang berusaha mendekati Axel, sepertinya dia hendak mengancamnya dari dekat. Melihat Selena membuatnya hanya mendengus dan menurunkan senjatanya. Tiga orang lainnya yang ada di sana juga ikut menurunkan senjata mereka. Selena meneguk ludahnya, melihat bagaimana sigapnya mereka, ditambah dengan bagaimana mereka menurut padanya membuatnya sedikit takjub. Dia punya kuasa atas orang-orang ini. “Tuan Damian tidak mengatakan apa pun soal kepulangan Anda. Anda pulang terlalu tiba-tiba,” ucap salah satunya sambil menatap ke arah Selena. “Oh, aku berniat mengejutkannya. Dia masih bekerja di kantor?” tanya Se
Malam itu, Grace menginap di mansion untuk menemani Selena. Keduanya tidur di salah satu kamar tamu. Sambil menjaga serangga-serangga itu, merawatnya, keduanya juga sedang mengobrol bersama. Grace masih sangat penasaran dengan semuanya, tapi jawaban Selena hanya menjawab iya atau tidak, dengan template pertanyaan Grace. “Jadi, selama ini ibumu juga tahu semua yang telah terjadi padamu?” tanya Grace lagi. “Iya, selama ini dia mengetahui semuanya.” Selena menganggukkan kepalanya. Grace menghela nafasnya dan menatap Selena dengan kesal. Entah kenapa Selena tidak seperti biasanya. Selena tak begitu bersemangat untuk menceritakan apa pun padanya. “Hey, ada apa sebenarnya denganmu? Kau tidak mau bicara padaku, atau bagaimana? Kenapa kau terus menjawab pertanyaanku dengan singkat? Ah, kau memanjangkannya hanya dengan meniru pertanyaanku menjadi pernyataan untukmu. Itu menyebalkan, tahu? Aku memancingmu untuk bicara dari tadi tentang keluargamu!” kelu
Selena sedikit terkejut dengan bagaimana genggaman eratnya Damian menggenggamnya. Dia tahu pria itu akan merindukannya setelah pergi beberapa hari. Dia tersenyum simpul, bisa memaklumi kenapa Damian mendekapnya dengan sangat erat seperti ini. Dia bahkan tertawa karenanya. Sementara Damian, salah satu tangannya mencengkeram kuat koper yang ia pegang, saat satu lengannya masih melingkar di pinggang Selena. Tubuhnya bersandar pada Selena, menekan tubuhnya ke tubuh gadis itu dengan kuat. Damian menenggelamkan wajahnya di bahu Selena, menyesap kuat-kuat aroma baru yang dihasilkan gadis itu. Aromanya sangat memikat. “Aku merindukanmu, tahukah kau?” Dengan suara seraknya, Damian berbisik di telinga Selena. Selena melingkarkan tangannya di pinggang Damian, dia juga berusaha membuat pria itu melepaskan rasa rindu padanya. Gadis itu hanya mengangguk pelan dengan senang. Kemudian, Damian menarik diri untuk melepaskan pelukannya dan menatap ke arah Selena
Selena tak menyangka Damian terlelap begitu cepat di atas tubuhnya hanya dengan sentuhan kecil di rambutnya. Itu membuat Selena bertanya-tanya apakah pria itu memang sangat kelelahan. Dia hanya tersenyum menatapi kepala Damian yang tepat di depan wajahnya dan menghirup aroma rambut Damian. Rambut pria itu wangi, mengingat Damian juga merawat dirinya dengan baik. Dia mengusap rambutnya dengan nyaman karena rambut Damian sangat halus dan lembut. *** Keesokan harinya, Damian dan Selena sedang sarapan bersama setelah sekian lama tidak sarapan bersama. Selena makan dengan lahap seperti biasanya. Nafsu makannya juga sedang tinggi karena hormonnya yang tak stabil saat sedang mengalami menstruasi. “Kenapa kau makan sedikit sekali?” Selena menatapi Damian yang kelihatannya tidak nafsu makan. “Aku hanya belum menyentuh makananku,” balas Damian seraya menatapi layar ponselnya, dia terlihat lebih segar dan lebih baik dalam penampilannya ketimban
Selena sedang menyiapkan makan malam untuk Damian malam itu. Menggunakan gaun yang menonjolkan perut hamilnya, Selena juga bertelanjang kaki di dapur. Ini sebenarnya pemandangan yang biasa. Namun, Damian merasa ngeri jika melihat Selena aktif melakukan kegiatan.“Kau tahu, bayinya seperti bisa lahir kapan saja dan sialnya itu sangat menggangguku. Bisakah kau diam dan istirahat saja?” tanyanya dengan khawatir. “Aku bosan. Aku sudah terlalu sering memanjakan diriku. Aku ingin tetap produktif. Aku merasa lebih lelah saat aku justru tidak produktif. Pikiran untuk produktif sangat menggangguku.” Damian menghela nafasnya dan mengurut pelan keningnya. Dia benar-benar tidak bisa menghentikan Selena jika memang itu yang Selena inginkan. “Kau ini...”“Mungkin karena ini anakmu, dia menginginkan aku lebih produktif seperti ayahnya. Dia membuatku resah jika diam. Makanya belakangan ini aku jadi sering memasak di dapur dan juga melakukan banyak kegiatan lainnya. Aku yakin anak ini akan jadi ana
“Sebaiknya tidak dihisap, mengerti? Karena itu akan mengundang kontraksi dini. Kau tidak mau itu terjadi, kan?” Dokter langsung menatap Selena, yang menjelaskan tentang air yang berasal dari dadanya. Dokter memperingatkan suaminya agar tidak menghisapnya. Namun, sepertinya itu telah terjadi. Melihat Damian sama sekali tidak menyangkal dan justru hanya diam dengan ekspresi kakunya. Lain dengan Selena yang langsung menyengir mendengar apa yang dikatakan dokter.“Baik, Dokter.” “Kau boleh berbaring di brankar, kita akan memeriksa kondisi bayinya sekarang.” Selena berbaring di brankar dan menatapi layar yang berada tepat di depannya. Dia memperhatikan layar saat dokter mulai menaruh gel dan mengusapkannya di sekitar perutnya, menimbulkan sensasi geli dan dingin yang membuat Selena sempat bergidik sejenak. Terlihat bagaimana bayinya saat ini tengah meringkuk. Dengan USG 3D yang mereka lakukan, mereka sekarang bisa melihat dengan
Selena menatapi perutnya yang semakin besar. Selain perutnya, dia bisa merasakan lengan dan kakinya semakin berisi. Belakangan ini dia memang lebih banyak makan. Selain berusaha memasok nutrisi terbaik untuk calon bayi, keinginan kuat untuk memakan makanan tertentu juga mendorongnya untuk banyak makan. Ditatapnya tubuhnya di cermin. Pipinya yang semakin tembam juga membuatnya semakin cemberut. Dia tidak ingin menyentuh timbangan kecuali diperlukan dan diminta dokter. “Perutku juga gatal,” keluhnya sambil mengusap perutnya dari balik gaun yang dia pakai. Selena belakangan ini juga lebih sering menggunakan gaun yang memang dikhususkan untuk wanita hamil, yang membuatnya merasa sedikit lebih bebas bergerak dan bahannya juga sangat nyaman. Damian yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerja akhirnya kembali ke kamar. Dia menatapi pintu kamar yang terbuka, dan melihat Selena yang tengah bercermin di kamarnya. Damian tersenyum saat menge
Sesuai urutan pernikahan dan kehamilan, setelah Arsella, maka Grace yang melahirkan putri pertama mereka juga. Ini membuat Damian tengah menebak-nebak apa gender anak pertamanya bersama dengan Selena. Hingga mereka sempat membuat taruhan juga. “Jika sekarang tengah banyak anak perempuan yang lahir, maka aku yakin anak pertama kita juga perempuan. Baguslah, aku tinggal berdiskusi dengan mereka tentang bagaimana cara membesarkan anak perempuan. Aku yakin dia akan menjadi secantik dirimu,” ucap Damian. “Tapi dari bagaimana aku mengidam, aku jarang mau makanan pedas. Aku lebih tertarik dengan makanan asin, kelihatannya ini anak laki-laki. Mengingat keturunanmu juga sepertinya dominan laki-laki. Kita tidak tahu riwayat keluarga Axel, tapi Luca punya dua saudara perempuan,” jelas Selena. Damian mendesis pelan. Selena benar tentang riwayat keluarga dari pihak laki-laki juga akan mempengaruhi hasil ini.“Ingat pamanmu? Padahal Gallent mempunyai dua ana
Selena menoleh padanya dengan keheranan melihat semangat yang tiba-tiba pada Damian. Damian menutup pintu di belakangnya dan menatap Selena sambil bersandar ke pintu dan menyilangkan tangannya di depan dadanya. Selena keheranan dengan tingkah laku Damian belakangan ini. “Oh, ya... Itu bagus. Kau bisa mengikutinya kalau itu yang kau mau.” Selena mengangguk setuju. Damian menghela nafasnya dan mendekati Selena. Entah kenapa ini malah terasa seperti dia meminta izin Selena dan Selena mengizinkannya dengan mudah. Damian mendekat dan mendekap Selena dari belakang, membuat Selena hanya memegangi lengan Damian yang ada di lehernya. “Aku penasaran ada apa denganmu sebenarnya. Kenapa kau mendadak seperti ini?” tanya Selena. “Aku hanya merasa sepertinya kau akan suka jika aku bisa melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Axel. Kau sepertinya sangat bangga dan terharu melihat bagaimana Axel mampu melakukan hal kecil seperti itu,” ucap Damian.
Damian mengobrol dengan Axel serta yang lainnya di ruang tamu. Awalnya, mereka membahas tentang bisnis, namun perlahan obrolan mereka menuju ke arah yang lebih pribadi seperti rumah tangga mereka. Mereka membicarakan tentang istri dan anak-anak mereka bagi yang sudah punya anak. Ini sedikit asyik saat mendengarkan para ayah bicara tentang anak-anak. “Aku sempat berharap aku menikah di usia yang lebih muda lagi. Aku merasa sangat tua dalam pertemuan orang tua anak-anak di sekolah.” Salah satunya terkekeh. “Aku justru sempat berharap agar aku tidak menikah terlalu cepat. Anak laki-lakiku benar-benar sangat nakal. Dia benar-benar mirip aku sewaktu kecil. Dan istriku tidak bisa mengatasinya.”“Ah, ayolah. Dia itu putramu, kau yang seharusnya bisa mengatasinya.”“Aku belum selesai bicara. Aku memang sangat berusaha keras mengatasinya. Aku melakukan berbagai cara, dari yang lembut sampai yang kasar. Sampai dia pernah berteriak kalau aku ayah yang buru
“Jadi, bagaimana rasanya morning sickness? Apakah kau masih berharap kita akan punya banyak anak?” Selena tertawa sambil menatapi Damian yang terbaring di kasurnya itu. Damian hanya memalingkan wajahnya sambil mendengus keras. Kelihatannya dia sangat tersiksa untuk mengalami ini. Dia kemudian hanya tersenyum tipis ke arah Selena yang merawatnya. “Aku rasa dia akan menjadi anak tunggal sepertiku,” balas Damian sambil terkekeh pelan. “Aku juga anak tunggal.” Selena seketika tertawa namun terdiam dengan cepat.Sekarang Damian yang tertawa pelan melihat ekspresi Selena langsung berubah saat menyadari tentang Axel yang adalah kakaknya. Dia bukan anak tunggal dan semua orang tahu itu. “Aku ingin memakan sesuatu yang asin dan pedas,” gumam Selena tiba-tiba. “Apa kau mengidam? Ah, sial. Sepertinya aku tidak bisa memenuhi keinginanmu,” umpat Damian. “Kita bisa menggunakan layanan pesan antar, jadi kau tidak perlu pergi kelu
“Aku benar-benar tidak sabar melihatnya tumbuh besar di perutmu, lalu kita akan melihatnya dengan mata kepala kita sendiri bagaimana dia tumbuh di luar perutmu. Aku sangat menantikannya,” bisik Damian. Selena hanya terkekeh pelan dan bersandar dengan santai ke dada Damian. Damian menikmati rambut Selena yang menggelitik dadanya. Tangannya masih terus mengusap kulit halus Selena. Damian berdeham, dia merasakan sedikit rasa tidak nyaman di tenggorokannya dan juga perutnya. Kemudian, Damian menegakkan punggung Selena agar tidak bersandar lagi padanya dengan halus. Selena mengerutkan alisnya sambil menoleh ke arah Damian yang sekarang bangkit dari tempat duduknya. Itu membuat Selena keheranan saat Damian sudah keluar dari bak lebih dulu. Namun, Damian malah mengejutkan Selena dengan tiba-tiba muntah di wastafel. Selena langsung bangkit juga dan hendak menghampiri Damian. Selena mengambil jubah mandinya memakainya, lalu mengambilkan punya Damian juga. Itu sa
Damian langsung menatap Selena saat menyadari Selena menatapnya. Dia sedikit gelagapan karena terlalu fokus pada gambar bayi mereka. Damian seharusnya lebih memperhatikan sekarang. “Oh, ya. Biji wijen yang lucu,” ucapnya seadanya. Selena dan dokter tertawa. Damian mengerutkan alisnya, tak tahu apa yang lucu dari ucapannya. Meski begitu, dia kemudian hanya menatap keduanya keheranan saja. Setelah mengobrol dan berkonsultasi, mengajukan banyak pertanyaan dan dokter menjawabnya dengan sabar, Selena dan Damian akhirnya keluar dari ruangan itu. Rumah sakit seharusnya menjadi tempat yang sangat aman dari berbagai kejadian berbahaya sebelumnya. Tapi, tanpa Selena sadari, anak buah Damian sudah berjaga-jaga di luar rumah sakit. Mereka semua sudah seperti mengawal presiden yang melakukan kunjungan ke sebuah rumah sakit. Setelah dari rumah sakit, Damian membawa Selena pulang dan menyuruhnya istirahat saat dia sendiri harus melakukan pekerjaann