Semua Bab Berbagi Suami dengan Sahabat Sendiri: Bab 1 - Bab 10

41 Bab

Lima Menit Penentu

Papan tulis hitam yang semakin memudar. Dilapisi sisa kapur putih yang bergelut dengan debu. Membuat bangunan tua nan usang, terasa pengap. Napas wanita itu tersendat. Gegas berlari kecil ke arah luar. Tangan kiri menutup hidungnya dengan bantuan ujung jilbab lebar warna kuning keemasan. Sementara tangan lain sibuk menggenggam sapu ijuk yang menyisakan separuh rambutnya. Kedua netra masih terpejam. Usai bersin-bersin akibat butiran debu yang menggelitik dua lubang hidungnya. Sembari menanti ruang sempit itu kembali berudara segar. Rizquna berpindah pada kelas lain. Sebelum senja menghilang dari awang cakrawala. Kertas-kertas bekas membentuk origami pesawat terbang, terlihat berserakan di lantai tanpa keramik. Hanya campuran pasir lembut dan semen yang diratakan di atas tanah. Wanita bergamis hitam itu bergegas menyapunya dengan sukarela. Srek! Meja paling depan bergeser tanpa sepengetahuan Una—panggilannya. Sontak ia menjerit kaget. Sapu terlempar dengan sendirinya
Baca selengkapnya

Mendadak Akad

Bukan saat yang tepat untuk berpikir lama. Sementara harus ada kemantapan hati yang segera diutarakan. Dengan suara bariton yang tegas, pria itu telah menentukan sebuah keputusan besar. Menatap wajah-wajah yang menunggu jawabannya, secara bergantian. Hingga tatapan Fajrul berhenti pada pria tua dengan kumis juga jenggot tipis yang memutih. "Baiklah, saya bersedia menikahi Rizquna saat ini juga. Bukan karena paksaan atau desakan dari siapapun." Ujung netra Una memanas seketika. Ada cairan yang memberontak ingin meloloskan diri dari sana. Membuat pandangan semakin buram disertai rasa perih. Setetes air asin telah meluncur bebas mengenai kedua pipi Una yang memerah. Gegas wanita itu mengusapnya. Tak pernah terbesit tentang persoalan asmara. Selama ini, Una belum pernah merasakan jatuh cinta. Kecuali, rasa cintanya pada lelaki yang kini menatapnya dalam. Beban tanggungan akan segera diserahkan pada pria yang sudah siap mengikrarkan akad untuk cucu kesayangannya. "Se
Baca selengkapnya

Perjodohan

Setelah semua usai, satu persatu pamit undur diri. Tapi tidak dengan pria yang sekarang hanya bisa membatu di atas kursi kayu yang mulai keropos dimakan rayap. Bingung, ia harus berbuat apa setelah statusnya berubah menjadi seorang suami. Ada wanita yang kini menjadi haknya. Ada keluarga yang sebelumnya bukan siapa-siapa untuknya. "Pak Fajrul, sepertinya ponsel Anda berbunyi," tutur Una, masih berdiri di ambang pintu setelah mengangkat jemuran sebelum langit semakin petang. Gegas pria itu mengambil gawai yang diletakkan di jok motornya. Panggilan yang sebenarnya tak terlalu diharapkan. Namun harus diterima karena biar bagaimanapun, statusnya masih seorang anak yang memiliki kedua orang tua di kota. Kabar yang tak sedap baru saja diterima. Ayah Fajrul tengah terkapar di sumah sakit sore ini. Mengharuskan Fajrul untuk kembali ke kota asalnya. Namun, bagaimana dengan sang istri? Mana mungkin dia pergi di hari pertama pernikahannya. "Mohon maaf, bukannya saya menolak a
Baca selengkapnya

Menikahlah!

Tangan kanan dengan permukaan kulit sedikit kasar, baru saja mendarat di pipi kiri Fajrul. Tak bisa mengendalikan kegusarannya, Luqman memberikan sebuah tamparan pada putra semata wayangnya. Tak ada balas dendam. Hanya meninggalkan sebuah senyum manis juga ucapan terima kasih pada sang ayah. Begitulah kelembutan hati Fajrul, yang tak mau memperkeruh masalah dengan mengalah. Masih bertolak pinggang dengan darah yang mendidih. Kepulan asap amarah masih bergerombol di kepala Luqman. Lelaki itu bahkan menepis tangan putranya yang hanya ingin bersalaman. "Fajrul berangkat dulu, Bunda," pamitnya, lembut. Disertai tarikan sembir yang sebenarnya masih sakit akibat tamparan keras dari ayahnya. "Hati-hati di jalan, Nak. Semoga Allah memberkahi perjalananmu," bisik Bu Fatimah dengan kedua netra yang berkaca. Tak lupa memeluk putranya walau hanya beberapa detik saja. Dengan segala kesabaran yang tak terbatas, Fajrul melangkahkan kaki untuk kembali. Bukan karena tindak durha
Baca selengkapnya

Gaun untuk Bridesmaid

Dua purnama berlalu diiringi awan kelabu. Hari-hari Una terasa biasa saja, tak ada yang istimewa. Sejak sang suami menuruti permintaannya untuk menikah dengan wanita yang dijodohkan dengannya. Hanya lewat panggilan telepon juga pesan singkat, sekadar menanyakan kabar kesehatan. Sedikit mengobati rindu yang tak berani diungkap. Untung saja, tawa anak-anak kampung yang selalu bersemangat untuk mengaji. Menjadi obat bagi Una yang tengah diuji kekuatan cintanya. Hanya kesetian juga rasa saling percaya, yang bisa melanggengkan hubungan jarak jauh yang sedang dijalaninya. Sementara hari-hari Fajrul disibukkan dengan berbagai persiapan. Pesta megah seorang putra jutawan itu, pasti membutuhkan persiapan yang matang. "Bu, Pak Fajrul lama sekali perginya. Apa beliau lupa sama kita?" Pertanyaan yang selalu menghampiri telinga Una. Tiap sore ia harus menjawab desakan anak-anak yang memang merindukan sosok guru sebaik Fajrul. Tak jarang mereka menangis, merengek di hadapan U
Baca selengkapnya

Sahabat Jadi Madu

Bukan perkara mudah menerima kenyataan yang pahit. Namun keputusan tak bisa diralat. Bukan salah orang lain, melainkan murni dari kesalahannya sendiri. Andaikan wanita itu mencari tahu siapa yang akan menjadi madu untuknya, pasti Una akan berpikir dua kali untuk mengizinkan sang suami menikah lagi. Terlanjur, kayu sudah menjadi abu. Tak bisa dikembalikan agar menjadi kayu yang utuh. Kata terlambat pun belum bisa disebutkan, karena maaih ada waktu untuk merubah takdir yang memang tak diharapkan. Namun setelah berpikir lebih jernih. Dengan segala pertimbangan dan keteguhan batin, Una akhirnya tetap bersikukuh dengan pilihannya. "Jika Mas Fajrul tetap ingin membatalkan pernikahan dengan Qia, dengan terang-terangan saya minta berpisah!" sergah Una, cukup menentang mental suaminya. Protes yang tak kunjung selesai. Fajrul tak tahu harus menyikapi Una dengan cara apa lagi. Kegundahan terus memihak pada lelaki yang akan beristri dua itu. Perceraian bukanlah jalan yang diing
Baca selengkapnya

Sendu Pasca Dimadu

Ratusan tamu undangan memenuhi rumah yang disulap menjadi istana pernikahan. Hiasan bunga putih dan merah yang dirangkai menjadi senada. Alunan piano menggema di tiap sudut ruang tertutup. Tak sembarang orang bisa masuk ke sana. Bapak-bapak dengan jasnya yang klimis. Ibu-ibu sosialita yang tak kalah mewahnya. Duduk tenang di kursi mewah dengan meja bundar yang dipenuhi aneka hidangan lezat. Sungguh, Fajrul tak menyukainya sama sekali. Kemewahan dunia yang membuatnya semakin enggan pulang ke rumah. Juga kehidupan keluarga besar yang mengedepankan kekayaan harta juga penampilan. Lelaki itu tertunduk di depan penghulu. Netranya mengembun tatkala teringat wajah Una yang terus menghantui pikirannya. Pikir mereka, wajah mempelai pria yang tampak menangis tangis haru. Terbuai akan hari bahagia yang diimpikan banyak manusia. Pesta mewah, juga semua yang serba ada. Siapa yang tak menginginkan resepsi dengan budget ratusan hingga milyaran juta? Dua hari sebelum hari ini, Fajr
Baca selengkapnya

Malam Pertama untuk Una

Dua pasang mata terperanjat tak percaya. Mendengar pengakuan dari sepasang calon pengantin yang akan melangsungkan akad untuk mengikat hubungan keduanya. Murka, Mbah Aab belum bisa menerima sikap pasangan yang baru saja tiba. Terlalu berlebihan dan melampaui batas. Mereka belum halal, namun dengan santai dan tanpa merasa bersalah, bergandengan mesra di tempat umum. Wanita yang empat tahun lebih tua dari Una. Sudah lama ia tak kembali ke kampung Sahara yang asri. Kedatangannya membuat Una cemas. Khawatir jika tiba-tiba Fajrul datang saat kakak perempuannya berada di rumah. Sementara mereka memiliki kesepakatan, bahwa Una tak akan menikah sebelum kakaknya pensiun dari status lajangnya. Niswa, begitulah orang-orang memanggilnya. Anak pertama dari sepasang suami istri yang kini hanya meninggalkan nama. Mengembara ke tanah seberang, untuk mengabdikan diri demi agama. Kepulangannya dengan menggandeng pria yang dikenalkan sebagai calon suami, membuat Mbah Aab jengkel. Sela
Baca selengkapnya

Kejutan untuk Fajrul

Enggan melanjutkan kalimatnya. Sekali lagi, wanita itu mengamati bibir merah milik suaminya. Bayangan melayang-layang ke arah sana. Kembali merasakan tekanan batin yang tak bisa disembunyikannya. Kepala Una merunduk, pilu. Entah karena apa, wajah sahabat lamanya terus memenuhi kelopak matanya. Ia tak bisa menatap sang suami dengan ketulusan hati. Ternyata, seperti ini rasanya dimadu. Pantas saja, Allah telah menyiapkan ganjaran istimewa bagi para wanita yang ikhlas jika suami menikah kembali. Nyatanya, Una belum setulus itu. Masih saja terpukul dengan kenyataan yang terasa pahit. Ikhlas, mudah dikata namun sangat sulit dijalankan. 'Mereka sudah menikah cukup lama. Pasti tiap malam mereka sedekat ini. Dan bibir itu ….' gumam Una dengan segala prasangka yang menyayat hatinya. Cemburu itu nyata, walau tanpa melihat dengan kedua mata. Membayangkan hari-hari sang suami bersama wanita lain, adalah hal paling menyesakkan. "Dek, bukankah tadi kita salat berjamaah? Itu a
Baca selengkapnya

Kecurigaan Qia

Keluarga kecil tak sehangat beberapa hari lalu. Tawa bahagia yang selalu menaungi rumah tangga Fajrul dan Qia, seketika lenyap entah ke mana. Dengan balutan piyama bermotif bunga mawar merah yang menggoda, wanita itu tetap bermanja tanpa sadar jika dirinya telah melakukan sebuah kesalahan. Alih-alih cemas akan sikap suaminya yang tiba-tiba berubah, Qia malah tersenyum genit pada lelaki yang sedari tadi bertolak pinggang. Rautnya yang memerah, belum menyadarkan sang istri bahwa Fajrul marah padanya. Tangan kekar yang biasa membelai lembut oipi istrinya, terus mengepal hingga otot-otot terlihat dari sisi luar. Sekejap, Fajrul mengelus dada bidangnya. Melambungkan istighfar untuk meredam emosi yang sempat menganak. Kepalanya dibenamkan di samping ranjang tidur Qia. Gegas wanita itu mendekati Fajrul seusai merapikan rambut yang terurai berantakan. Memainkan ujung kepala Fajrul, dengan belaian lembut. Sebelum akhirnya ia menanyakan sesuatu yang membuat sang suami mati ga
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status