Home / Horor / Tumbal Bulan Suro / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Tumbal Bulan Suro: Chapter 21 - Chapter 30

51 Chapters

21. Melempar Kesalahan

"Ternyata kau datang juga," desis sosok tua yang waktu itu memperkenalkan diri sebagai Mbah Sedan.Ayah masih terus duduk bersimpuh di hadapannya dengan kepala tertunduk seolah begitu takut untuk menatap matanya."Iya, Mbah.""Apa kau yakin tak akan menyesal dengan keputusanmu ini?"Ayah diam tak menyahut pertanyaan Mbah Sedan. Aku tahu, kini batinnya tengah berperang hebat, antara menyelamatkan diri dan keluarga atau merelakan darah dagingnya."Kalau kau tak yakin, lebih baik kau bawa kembali putrimu itu.""Tidak, Mbah. Saya yakin, seyakin-yakinnya!" Sahut Ayah cepat."Baiklah kalau begitu. Tapi ngomong-ngomong, kau membawa siapa bersamamu?"Jantungku mencelos saat tatapan Mbah Sedan beralih padaku sembari tersenyum miring. Secepat kilat aku berbalik badan hendak melarikan diri. Tak kusangka Mbah Sedan bisa melihat sukmaku yang kini sedang berkelana. Tapi wajar saja, ia kan makhluk halus juga.
Read more

22. Mayatnya Hidup Lagi!

Seolah sengaja mengelak dariku, Ayah cepat-cepat keluar dari kamar, untuk melihat keadaan di luar. Terlihat sebelum ia benar-benar keluar ia menata ekspresi wajahnya sesedih mungkin. Ibu pun kembali menangis tergugu di depan jasad Kak Airin. Benar-benar patut diacungi jempol akting kedua orang tuaku itu.Aku yang merasa benar-benar kecewa memilih masuk ke kamarku, hendak menjernihkan pikiran. Kira-kira bagaimana aku akan bersikap pada kedua orang tuaku setelah ini? Rasa sedih karena meninggalnya Kak Airin lebih terkalahkan oleh rasa kecewa pada Ayah dan Ibu.Beberapa saat aku di kamar, terdengar riuh beberapa orang masuk ke dalam rumah. Mungkin Ayah sudah memberitahukan perihal Kak Airin. Yang masih jadi pertanyaanku kini, kalau memang Kak Airin sudah mereka tumbalkan kenapa sekarang ia masih ada bersama kami? Atau itu hanya jasadnya saja? Ah, entahlah ....Teka-teki di keluargaku masih benar-benar terlihat rumit dan belum sepenuhnya te
Read more

23. Pertolongan Datang

Mendengar teriakan histeris dari orang-orang yang ada di belakang, secepat kilat aku berlari ke sana. Namun ternyata area belakang dan depan pintu dapur sudah dipenuhi oleh para pelayat yang lain hingga untuk melihat keadaan di belakang aku pun tak bisa."Itu beneran Karin masih hidup? Tapi kenapa raut wajahnya begitu?" Para pelayat perempuan yang ada di depanku terdengar saling berbisik."Iya. Seperti bukan Karin, Mbak.""Ehem!" Aku berdehem sengaja memberi kode kepada kedua orang itu bahwa ada aku di belakangnya. Mereka lantas terdiam saat menoleh dan melihatku."Eh, Satria ... Mau lewat ya? Silahkan lewat sini." Seperti merasa tak enak, mereka langsung memberi jalan hingga aku bisa lewat dan keluar dari pintu dapur.Hampir saja aku terjungkal ke belakang saat mataku bersirobok dengan Kak Airin yang kini tengah terduduk di tanah dengan dililit kain jarik. Wajahnya begitu pucat dengan mata melotot tajam menatapi setiap orang. Y
Read more

24. Misteri Rumah Belakang

Aku yang tadinya begitu bersemangat ingin ikut mengantarkan kakak satu-satunya ke peristirahatan terakhir langsung kecewa. Ingin membantah tapi takut malah menjadi keributan di tengah malam.Dengan berlagak cuek, aku pun terpaksa menuruti saja semua titah Ayah, lalu memilih masuk kembali ke dalam rumah.Dari ambang pintu terlihat rombongan pengantar jenazah berjalan menjauh, namun kembali kecurigaanku muncul saat tak ada satu pun dari mereka yang melafalkan kalimat tahlil seperti pada umumnya. Apa Ayah juga yang melarangnya?Malas memikirkan hal-hal yang makin membuat kepala penat, aku langsung mengunci pintu hendak mengistirahatkan tubuh. Namun saat langkahku sampai ke ruang keluarga, aku terkejut saat melihat pintu belakang ternyata masih terbuka lebar. Para pelayat yang sudah dibayar Ayah ternyata lupa menutupnya kembali.Bulu kudukku sontak meremang saat melihat kegelapan di belakang sana. Dengan sedikit ragu aku mendekati pintu bela
Read more

25. Bangkit Kembali

POV Aswin (Ayah Satria)Tepat pukul setengah dua belas malam, jenazah Airin telah selesai dimakamkan. Kini berganti Hanin yang memainkan perannya.Ia duduk bersimpuh di sisi makam putri kami itu sembari terus menangis pilu. Para lelaki itu menatapnya dengan iba, namun penuh kegalauan."Pak Aswin, jenazahnya sudah selesai dimakamkan. Lalu sekarang kita harus bagaimana lagi? Di antara kami tak ada yang pandai memimpin do'a," ujar salah satu dari mereka."Tak apa, Pak. Yang penting kita do'akan saja Airin di dalam hati kita masing-masing," sahutku dengan bijak.Mereka hanya manggut-manggut saja, namun masih penuh kegalauan di raut wajah mereka."Kalian kalau mau pulang duluan tak apa kok.""Tapi, Bapak--.""Tak apa. Ini kan sudah malam. Saya juga akan segera pulang jika Hanin sudah tenang," lanjutku lagi.Dengan sedikit sungkan mereka pun segera berpamitan padaku. Aku tahu itulah yang jadi kegalauan di hat
Read more

26. Teror Pertama (1)

Masih POV AswinAku berbalik badan untuk melihat wanita yang paling kubenci itu. Senyum sinis tersungging saat melihat wanita berpenampilan lusuh itu kini berdiri di hadapanku dengan membawa sebuah piring berisi bubur."Tumben makan bubur nasi, biasanya makan bubur singkong. Dapat beras dari mana kalian? Atau jangan-jangan kalian mencuri di warungku ya?"Wanita dengan wajah datar itu sama sekali tak menggubris perkataanku. Ia terus berjalan melewatiku menuju ranjang."Sampai mati pun kami tak sudi makan makanan dari hasil perbuatanmu yang haram itu," sahutnya sembari meletakkan piring tadi di atas meja kecil usang yang ada di sisi ranjang.Harga diriku terluka mendengar hinaan wanita ini. Dasar munafik! Tak ingatkah dia dulu juga pernah merasakan uang dari hasil pesugihan juga?Sreett!Dengan geram aku menarik rambut panjangnya yang terlihat berantakan itu. Namun aku malah dibuat terkejut saat tiba-tiba tangannya dengan cepat menarik dan memelintir tanganku dengan keras."Aaaargh! Lep
Read more

27. Teror Pertama (2)

"Hei, heiii!"Aku makin keras mengguncang tubuh istriku itu, hingga akhirnya matanya terbuka dengan terpaksa."Maaaass!" Seolah begitu ketakutan ia langsung melompat memelukku yang ada di hadapannya."Aku takut, Mas. Aku takut ...." Ia terus menceracau tak karuan membuat aku merasa tak enak hati karena ada Seno di dekat kami.Jangan sampai Hanin berbicara yang tidak-tidak di dekat Seno, bisa gawat. Apalagi selama ini Seno sama sekali tak tahu tentang rahasia kami."Ini, minumlah dulu, supaya tenang." Aku menyodorkan segelas air yang ada di meja, yang langsung diteguk Hanin hingga tandas."Sudah tenang?" Tanyaku kembali."Mas, aku--."Belum sempat Hanin melanjutkan ucapannya, aku sudah lebih dulu meremas tangannya memberi kode supaya ia tak bercerita macam-macam dulu karena masih ada Seno."Kamu istirahat dulu saja di kamar ya? Aku tahu kamu pasti masih terpukul dengan kepergian Airin. Ayo, aku antar!" Tukasku sembari membantunya berdiri.seolah mengerti dengan kode yang kuberikan, Ha
Read more

28. Karma Dimulai (1)

POV SutarAku menatap tajam tepat di bola mata Aswin. Tak kupedulikan orang-orang yang menatap kami dengan heran. Rasanya kekesalanku begitu memuncak. Aku benci lelaki munafik yang kini ada di hadapanku. Walaupun karena dirinya lah aku jadi kaya, tapi aku tahu dibalik sikap baik-baiknya padaku ia sebenarnya begitu busuk. Apalagi setelah kehilangan anak perempuannya itu.Usai berkata demikian, aku kembali melanjutkan perjalanan. Malas membuang-buang waktu untuk orang munafik itu. Kulanjutkan langkah dengan menggandeng lengan Sutini yang terus saja menangis. Kami benar-benar terpukul karena harus kehilangan anak kami. Padahal aku sudah mati-matian untuk mencari tumbal agar anakku tak berakhir sama seperti anak Aswin.Namun sialnya, bencana malah datang dari orang yang tak kami sangka-sangka. Mengingat itu, hatiku menjadi geram. Padahal aku sudah berusaha menyelamatkan Karin dengan meminta pertolongan Mbah Sedan, tapi kenapa hasilnya malah begini?
Read more

29. Karma Dimulai (2)

Entah pukul berapa, aku yang tadi sempat pingsan lagi tiba-tiba tersadar saat mendengar suara orang memanggil-manggilku.Kuperjelas pendengaran untuk memastikan aku tak salah dengar. Tapi semakin kudengarkan, ternyata itu memang suara warga yang sedang mencariku.Aku baru sadar, pasti Sutini yang mengabarkan pada mereka soal aku yang hilang."To--long ... Aku di sini," rintihku berusaha sekeras mungkin. Namun tetap saja tak terdengar oleh mereka.Aku makin putus asa saat mendengar suara mereka menjauh perlahan. Sepertinya memang aku akan berakhir di tempat ini.***"Astaghfirullah ... Toloong! Ada orang di sini."Hari sepertinya sudah berganti. Aku mengucap syukur dalam hati saat mendengar suara orang yang sepertinya menemukanku. Aku mendengarnya. Hanya tak sanggup lagi rasanya untuk membuka mata. Badanku terasa remuk redam menahan berbagai rasa. Bahkan saat beberapa orang berusaha mengeluarkanku dari lubang te
Read more

30. Halusinasi atau Bukan?

Masih POV SutarMobil berhenti tepat di pelataran warung yang tertutup rapat. Dengan dibantu Dasiman dan Sutini aku pun turun. Saat melihat ke sekeliling rumah, aku heran mendapati keadaan rumah begitu kotor. Padahal biasanya ada pekerja yang membersihkannya."Kenapa rumah seperti tak berpenghuni begini?" Tanyaku pada mereka."Aku juga tak tahu, Bang. Selama di rumah sakit, aku sama sekali tak bisa menghubungi siapapun. Termasuk Imah," sahut Sutini.Dengan sedikit kesal, aku bergegas masuk ke rumah. Keadaan dalam rumah lebih parah berantakannya. Apalagi sewaktu ditinggal, kami baru saja menghadapi kemalangan."Imah benar-benar tak membereskan rumah sepertinya," ujar Sutini sembari mendengus kesal melihat keadaan rumah yang porak poranda."Coba kamu telepon dia. Suruh dia datang sekarang. Aku tak bisa istirahat jika keadaan rumah seperti ini," titahku bak seorang raja.Tanpa perlu kuperintah dua kali, Sutini langsung mengeluarkan ponselnya dan menghubungi wanita yang biasa bekerja memb
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status