Lahat ng Kabanata ng ISTRI LUGU MANDOR TAMPAN: Kabanata 61 - Kabanata 70

 Aku sama sekali tak menyangka kalau kakak satu tingkatku yang akhir-akhir ini selalu menghindariku, mendadak ada bersama Giska dan menyatakan keinginannya untuk mengantarku. Memang belakangan ini aku melihat kalau Giska menjadi sangat dekat dengan pria yang memiliki kulit bersih itu. Aku berpikir jika antara mereka berdua pasti ada hubungan istimewa yang kurasa tak perlu aku tanyakan detailnya. Karena itu aku membiarkan Ridho ikut bersama kami menuju hotel bintang lima di kota ini demi menemui seorang kenalan Giska yang berniat untuk menjadi donatur bagi kegiatan sosial yang kami jalankan saat ini. Sesampainya di lobi hotel aku melihat seorang pria berpenampilan rapi dengan gayanya yang trendy dan jangan lupakan juga dengan segala outfit mewah yang disandang di sekujur tubuhnya, tampak menunggu dengan duduk di sebuah sofa dari bahan terbaik yang salah satu sudut lobi hotel. 

“Apa benar jika aku adalah istri keduamu Mas?” Aku mulai melontarkan pertanyaan dengan sangat lugas yang membuat dadaku menjadi sedikit lebih lega. Kini aku menunggu jawabannya dengan terus menelisik wajahnya yang anehnya terlihat masih begitu tenang. Di luar dugaan Mas Bara malah mengangguk pelan, bahkan sama sekali tak mendesakku dan bertanya dari mana aku mendengar kabar itu. “Iya, kamu memang istri keduaku.” Aku terperangah ketika mendengar pengakuannya. Geram dan kecewa kembali meraja dengan kuat yang membuat air mataku jatuh kian lugas. “Kenapa kamu membohongiku Mas?” Mas Bara malah menggeleng, sembari kembali bangkit dan menghampiriku sembari kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana. Tatapannya kembali memindaiku. Sepasang matanya yang selalu terpancar tajam itu begit

 Sontak kami semua menoleh ke asal suara dan menjadi terperanjat saat menyadari keberadaan Mas Bara yang sekarang bahkan mulai melangkah mendekat menghampiriku. Dania dan Neneng bergegas menjauhiku. Sementara aku hanya bisa memandangnya kelu, ketika dia menegaskan tatapannya padaku dengan gerakannya yang setenang air di sebuah kolam yang tak tersentuh oleh apapun. “Apa kamu masih tak yakin jika aku tidak akan pernah melepaskan kamu sampai kapanpun Rin?” Mas Bara memindaiku lugas sembari kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celananya hingga jas mahal yang ia pakai terbuka dan menampakkan perut ratanya yang terlihat sangat kokoh itu. Aku terdiam luruh, menjadi tak kuasa untuk menentang tatapannya. Sedangkan Dania dan Neneng, wajah mereka sudah terlihat sangat pucat. Terlebih saat Mas Bara mulai menoleh ke arah

Neneng dan Dania masih tak bisa menjawab. Mereka memandang lurus pada wajahku yang luruh. “Rin, kamu jangan mengambil keputusan apapun di saat kamu emosi seperti ini. Tenangkan dulu pikiran kamu. Kalau kamu bertanya pada kami jelas kami tak bisa memberikan jawaban apapun. Ini adalah kehidupan kamu, tapi yang jelas kami benar-benar percaya sama kamu. Kamu adalah gadis yang baik dan kami bisa melihat itu dari sikap kamu. Soal yang kamu alami sekarang barangkali ini memang sudah kehendak takdir bahwa kamu dijodohkan dengan seorang pria yang sudah beristri.” Neneng menasehatiku dengan panjang lebar. Aku termangu mendengar dengan hati memendam berbagai rasa yang bergejolak. Pikiranku terlalu penuh saat ini hingga aku merasa kian terseret dalam kebimbangan. Dalam hatiku mulai membenarkan apa yang sudah diucapkan Neneng, bahwa ini memang kehidupanku dan hanya aku yang bisa membuat keputusan. Tap

Aku sangat kaget saat melihat kedatangan Pak Ragil di rumah. Aku bahkan tak pernah memberitahunya tentang alamat rumah ini padanya. Tapi sepertinya dia sudah mencaritahu semua tentang diriku. Harus akui dia memang seorang stalker yang hebat. Bahkan melalui dirinya aku jadi tahu semua hal yang selama ini sudah disembunyikan oleh Mas Bara. Oleh karena itu aku merasa tak perlu untuk mempersoalkan tentang kedatangannya pagi ini. Aku menyambutnya dengan ramah saat dia sudah dipersilakan masuk oleh Rina, yang saat ini terlihat begitu ragu. Walau saat ini aku menjadi sangat resah, dengan keberaniannya ini. “Sudah aku duga kalau rumah ini begitu mewah,” gumam Pak Ragil saat aku sudah berada di depannya. “Apa yang membuat Pak Ragil datang kemari?” tanyaku gusar. Pak Ragil tersenyum simpul. “Aku ingin menjemputmu dan akan mengajakmu ke sua