Home / Romansa / My Bad Doctor / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of My Bad Doctor: Chapter 81 - Chapter 90

144 Chapters

81. Datang Menantang

“Ini ada apa lagi sih?” Vanessa mengeluh ketika dia sampai di kantor dan semua orang menatapnya dengan aneh. Bahkan dimulai dari satpam. “Hei, Nes. Sepertinya kau senang sekali berbuat keributan dengan berganti-ganti lelaki ya.” Seseorang bersuara dengan senyum jahil. “Sayangnya, aku tidak pernah seperti itu,” jawab Vanessa terlihat sangat santai. “Mungkin kau sedang halusinasi saja.” “Videomu ada di mana-mana.” Orang yang tadi kembali berbicara. “Coba saja tanya teman-temanmu di atas, tapi kenapa juga harus selingkuh dengan Ardy.” “Maaf?” Vanessa yang baru saja ingin menaiki tangga, langsung batal melakukannya. “Aku dan Ardy kenapa?” “Kau selingkuh dengan dia dan ketahuan sama pacarmu kan?” Vanessa menarik napas, kemudian mengembuskannya perlahan. Sekarang dia mengerti apa yang terjadi, tapi tidak mengerti kenapa video penyerangan malam kemarin sudah beredar secepat itu. “Kalian hanya salah paham saja. Yang ada di video itu juga salah paham saja dan sudah diatasi dengan
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

82. Belum Juga Move On

“Aku pikir tadi pagi kau datang untuk memukulku lagi,” gumam Ardy dengan kening berkerut. “Tadinya aku juga ingin seperti itu, tapi aku bukan orang yang sangat tidak tahu diri.” Jovi mengembuskan napas pelan. “Pengobatannya agak terlambat, tapi yang penting niatnya. Sekarang balik kanan.” Ardy mengikuti perintah lelaki dengan stetoskop yang menggantung di lehernya. Jovi tidak menggunakan jas dokternya, sehingga ada sedikit tato serigala yang terlihat di bawah lengan bajunya yang pendek. Tapi tentu saja itu tidak membuat Jovi tidak tampak seperti dokter. “Aduh!” Ardy meringis pelan, ketika luka lebam di tulang pipinya terasa perih. “Bertahanlah sedikit.” Jovi memberi tahu, sembari mengoleskan salep. “Kau itu lelaki, jadi jangan meringis hanya karena luka lebam seperti ini. Yah, walau aku melihat ada sedikit pembuluh darah yang pecah.” “Sedikit katamu?” dengus Ardy menatap lelaki yang mengerjakan lukanya itu. “Lebamnya terlihat sangat besar di mataku.” “Karena itu aku meminta maa
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

83. Sujud

“Aku ingin privasi.” Manda protes pada perawat. “Maksudnya, Mbak?” tanya si perawat baru dengan kening berkerut. “Keadaan pasien seharusnya adalah rahasia bukan?” tanya Manda ikut mengerutkan kening karena tidak suka. “Jadi seharusnya hanya ada aku dan dokter di sini.” “Perawat itu adalah tenaga kesehatan.” Jovi yang menjawab. “Semua tenaga kesehatan, berhak untuk melihat riwayat penyakit. Jika tidak, kau mungkin akan kesulitan mendapat penanganan.” “Tidak masuk akal.” Manda mendengus pelan. “Perawat itu tidak ada gunanya.” “Asal kau tahu.” Jovi menarik dan mengembuskan napas, kemudian beralih dari komputernya. “Jika kau rawat inap, hanya ada perawat yang mengurusimu. Dokter hanya akan datang saat benar-benar diperlukan dan itu hanya sehari sekali atau dua kali saja.” “Oke, baiklah. Aku masih bisa mengerti kalau perawat.” Manda mengangguk pelan. “Tapi kenapa dia juga ada di sini?” Jovi menoleh, melihat ke arah yang ditunjuk pasiennya. Di sana ada Vanessa yang sedang duduk mani
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

84. Tantangan

“Aku akan melaporkan kejadian ini pada Tante Cindy.” Itu yang diteriakkan Manda, sebelum keluar dari ruangan Jovi. Tentu saja dia tidak bersedia untuk bersujud. “Heran sekali aku melihat mantanmu itu,” gumam Vanessa setelah dia hanya tinggal berdua dengan Jovi. “Kenapa dia senang sekali menggangguku.” “Entahlah.” Sang dokter hanya bisa mengedikkan bahu. “Aku pun tidak tahu.” “Tentu saja kau tahu,” balas Vanessa dengan kening berkerut. “Kau hanya tidak ingin mengakuinya bukan?” “Maksudnya?” “Semua orang juga tahu Manda terus menggangguku, karena dia masih punya perasaan padamu.” Vanessa melipat kedua tangan di depan dada. “Masa hal seperti itu saja kau tidak tahu?” “Kau sendiri yang mengatakan heran dengan kelakuan Manda bukan? Artinya kau juga tidak tahu. Kenapa malah mengataiku?” Tentu saja Jovi tidak mau mengaku. “Heran dan tidak tahu itu berbeda,” jawab Vanessa dengan tenang. “Aku merasa heran karena tidak bisa mengerti jalan pikiran perempuan seperti dia dan juga jalan pik
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

85. Siapa yang Selingkuh?

Jovi menggoyangkan kaki kanannya dengan kecepatan penuh, membuat sol sepatu yang menabrak lantai keramik berbunyi lantang. Hal yang tentu saja membuat sang dokter mengundang tatapan dari orang-orang sekitar, terutama dia duduk di lobi rumah sakit. “Berhentilah menggoyangkan kakimu seperti itu.” Vanessa menegur, bahkan menghentikan gerakan sang suami. “Dia bilang akan segera datang,” balas Jovi dengan mata melotot. “Dan coba lihat sekarang sudah jam berapa?” lanjutnya memperlihatkan jam tangan. “Ini sudah lewat satu setengah jam loh, Nes. Apa dia pikir yang namanya direktur itu tidak sibuk?” Vanessa hanya bisa mengembuskan napas pelan. Dia juga tahu ini agak sedikit keterlaluan, apalagi lalu lintas sedang tidak padat. Sudah hampir dua jam adalah waktu keterlambatan yang sangat keterlaluan. “Hai, apa kalian menunggu lama?” tanya Meghan yang baru saja datang, sembari melambaikan tangan dengan santai. “Oh, pacarmu juga ada?” “Apakah itu pertanyaan yang pantas ditanyakan oleh orang
last updateLast Updated : 2024-12-05
Read more

86. Jalan Tengah

“Apa ada yang tahu kalau Vanessa sudah menikah?” Meghan tanpa ragu bertanya, ketika sudah sampai di kantor. “Apa aku tidak salah dengar?” Seseorang bertanya, sembari menatap perempuan yang dibicarakan. Jujur saja, itu membuat Vanessa merasa tidak nyaman. Apalagi setelah tadi dia dan Meghan pulang tanpa bertemu dengan siapa pun. Menyebarkan berita pernikahan, itu berarti dia tidak boleh bercerai dalam waktu dekat. Meghan akan mempermalukannya jika itu terjadi. Bisa saja sih Vanessa melawan, tapi dia kan masih butuh pekerjaan. Bisa-bisa Meghan malah langsung mengadu yang aneh-aneh pada bos besar. Dia kan masih butuh hidup. “Memangnya ada yang salah dengan itu?” Vanessa memberanikan diri untuk menantang orang yang tadi bertanya. “Tidak ada yang salah sih, tapi kenapa tiba-tiba?” tanya orang yang tadi bertanya. “Mungkin dia hamil duluan.” Meghan yang sudah duduk kembali di kursinya, mengedikkan bahu dengan santai. “Jadi buru-buru dan diam-diam. Berapa kali kau tidur dengan paca
last updateLast Updated : 2024-12-06
Read more

87. Ide Jahat Baru

“Jovi.” Yang empunya nama tersentak, ketika mendengar namanya dipanggil dengan cukup keras. Padahal, dia masih di rumah sakit dan tentu saja memanggil dengan keras seperti itu tidak dibolehkan karena akan mengganggu pasien. “Vanessa?” Kening sang dokter berkerut ketika menemukan istrinya. “Apa yang kau lakukan di sini? Lagi pula, kenapa berteriak?” “Aku tidak berteriak.” Vanessa menutup pintu ruangan suaminya. “Oh, dan aku masuk setelah mengetahui kau sudah tidak punya jadwal lagi dan sudah bersiap untuk pulang.” “Padahal aku baru ingin menelepon, karena ingin menjemputmu.” Jovi kembali mulai membereskan ruangannya. “Kau duduk saja, biar aku yang bereskan.” Vanessa dengan cepat mengambil alih apa yang dilakukan sang suami, padahal lumayan banyak yang perlu dibereskan. Entah apa yang terjadi dengan pasien Jovi yang terakhir, tapi ada beberapa perban yang masih berantakan. Tidak benar-benar berantakan, tapi masih perlu dirapikan. Belum meja kerja Jovi yang masih ada beberapa be
last updateLast Updated : 2024-12-07
Read more

88. Berkhianat

“Bagaimana kau bisa tahu tentang perempuan yang bernama Meghan ini?” “Aku kebetulan saja sedang ingin menunggu Jovi di rumah sakit, dengan harapan bisa untuk menggodanya lagi.” Manda mengedikkan bahu. “Siapa sangka aku malah bisa menemukan saingan perempuan gendut itu.” “Kau sangat pintar.” Lelaki yang berbaring telanjang di samping Manda, menepuk pelan kepala perempuan itu. "Tapi apakah setelah ini kau masih ada janji lain?"“Ada.” Manda tanpa ragu mengangguk. “Masih satu jam lagi, tapi aku tidak sedang ingin bercinta lagi, Gery.” “Loh, kenapa?” tanya lelaki yang dipanggil Gery itu, bahkan sampai beranjak dari posisi tidurnya. “Teman kencanku yang berikutnya, pasti akan mengajak bercinta juga.” Manda menjelaskan tanpa rasa bersalah. “Aku harus menyimpan tenaga untuk itu bukan? Lagi pula aku sudah lelah dan kau juga harus pergi menemui para tante itu kan?” “Oh, kau benar.” Gery mengembuskan napas lelah. “Walau memberi banyak uang, tapi keinginan mereka banyak sekali.” “Tidak a
last updateLast Updated : 2024-12-08
Read more

89. Pergi

“Kak Ben?” Vanessa melotot saat membuka pintu rumah dan menemukan kakaknya berdiri dengan setelan jas lengkap, sudah siap pergi kerja. “Ada apa datang pagi-pagi begini? Terus kenapa pakai jas? Bukannya ini Sabtu ya?” “Ini memang Sabtu, tapi aku perlu bertemu klien. Apa suamimu sudah bangun?” tanya Ben dengan senyum lebar. “Dia sedang pergi membeli madu. Kak Ben masuk saja dulu.” Tentu saja Vanessa akan segera mempersilakan kakaknya masuk, walau dia datang di jam yang tidak masuk akal. “Mungkin sebaiknya tidak.” Benigno mengangkat tangan untuk menolak. “Walau kita bersaudara, tapi tetap bukan hal baik jika aku masuk ke rumahmu, sementara Jovi tidak ada di tempat.” “Baiklah.” Pada akhirnya, Vanessa yang keluar dan menutup pintu. “Kita bisa bicara di sini, jadi ada apa?” Ben tidak langsung membahas apa yang ingin dia inginkan, tapi terlebih dahulu melihat sekitarnya. Hal yang tentu saja membingungkan, karena lelaki itu terlihat ingin mengatakan sesuatu yang rahasia. “Sebenar
last updateLast Updated : 2024-12-09
Read more

90. Suka atau Tidak

“Kak Ben.” Vanessa nyaris memekik, ketika dia tidak bisa menghentikan langkah sang kakak. Badan Vanessa memang besar, tapi tidak berarti tenaganya lebih kuat dari Benigno. Lelaki itu tetap lebih kuat dan membuat Vanessa kewalahan mengikuti langkah sang kakak yang lebih besar. “Kak Ben tanganku sakit.” Mau tidak mau, Vanessa pada akhirnya mengeluh dan ternyata itu cukup ampuh. Ben berhenti melangkah dan bahkan berbalik. “Maaf.” Lelaki itu segera memeriksa pergelangan tangan sang adik. “Aku tidak tahu kalau ini akan menyakitimu.” “Dari pada menarikku seperti tadi, mungkin yang bisa kita lakukan adalah duduk dan bicara bersama dengan baik-baik,” gumam Vanessa pelan. “Tidak semuanya harus dilakukan dengan kekerasan bukan?” “Tapi aku tidak senang karena lelaki brengsek itu telah menyakitimu, jadi ayo kita pulang ke rumah saja dulu,” pinta Ben dengan sungguh-sungguh, bahkan cenderung memohon. “Mari kita bicarakan saja di rumah.” Jujur saja, Vanessa merasa sangat ragu. Dia tahu diriny
last updateLast Updated : 2024-12-10
Read more
PREV
1
...
7891011
...
15
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status