Tak lama, aku dirawat di rumah sakit. Hanya tiga hari. Kini aku sudah diperbolehkan pulang, tapi tetap masih harus bedrest. Kandunganku lemah, kata dokter. “Pak, Una mana?” Lirihku ketika suamiku membantuku berpindah ke tempat tidur. Rasanya kangen, tiga hari tak bertemu dengan gadis kecilku. “Pak lagi?” omelnya lirih. Ah, iya lupa. Papa, itu yang sudah kami sepakati ketika Pak Banyu tahu aku hamil. Tapi kan mirip, ya? Bapak sama Papa, cuma beda huruf depannya saja. Namun, ya sudahlah … “Iya, deh, iya … Papa, Una mana?” Aku mengulangi pertanyaan. “Kamu makan dulu, ya! Saya suapi.” Dia malah mengambil mangkuk berisi bubur yang sudah tersedia di sana dan tak menjawabku. Bi Sesa yang menyiapkannya sepertinya. “Tadi suruh nanya pake Papa, sudah ditanya pun gak dijawab pula.” Aku merajuk sambil membuang muka. Kudengar helaan napas Pak Banyu. Lalu dia memalingkan mukaku agar menghadapnya. “Saya cuma tak mau kamu sedih, Nda.” Mimiknya tampak serius. Dia pun sudah mulai membiasakan mem
Last Updated : 2024-10-29 Read more