Home / Romansa / MAAF, ANAK IBU CUMA GURU SD! / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of MAAF, ANAK IBU CUMA GURU SD!: Chapter 31 - Chapter 40

120 Chapters

Bab 31

“Astagaaa!” Aku yang sadar kalau hanya mengenakan lilitan handuk, hendak masuk kembali ke kamar mandi. Namun, suaranya menghentikkan langkahku. “Jingga … s--saya ….” Suaranya menggantung, membuatku menoleh kembali dan menatap wajahnya. Dia berjalan mendekat dengan tatapan mata yang membuatku berdebar hebat. “Nanti saja bicaranya, Pak. Saya dingin, belum pake baju.” Aku hendak menarik pintu kamar mandi ketika dia menahanku. “Jingga, bolehkah?” Suaranya kudengar sedikit parau. Kulihat dia tak berkedip menatapku dengan napas yang sedikit memburu.Glek!Aku menelan saliva. Aku bukan orang yang begitu polos sehingga tak paham arti tatapannya saat ini. Namun, logikaku menolak. Jangan-jangan dia hanya menginginkannya karena tak kesampaian dengan mantannya itu. Mereka kan habis pergi bareng tadi. Hanya saja, belum sempat aku mengatakan apa-apa. Jarak sudah terpangkas habis. Bibir itu terasa lembut menyentuh kulit polosku.“P--Pak, t--tolong, jangan sekarang.” Aku berusaha memberontak. Namu
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 32

Oh, jadi deru mobil yang sore itu, bukan Pak Banyu yang pergi nganter lagi? Tapi Bu Misye dijemput? Pantesan dia sudah ada di kamar dan nungguin aku mandi. Mana lama sekali. Kok aku jadi malu sendiri. Aku menunduk dalam. Rasanya wajahku memanas. Malu sudah salah paham. Apalagi tadi sempat bicara soal perceraian. Duh, Pak Banyu ngerti gak ya kalau tadi itu aku cemburu?Diam-diam kucuri-curi pandang. Namun dia tampak asik mengunyah dan terlihat biasa saja. “Dasar es batu!” gumamku seraya ikut menyendokkan makanan ke mulut. Setelah mendengar semuanya dari Bu Fera, rasanya beban yang tadi berkelindan, kini lebih ringan. Ah, sudah sebucin itukah aku padanya? Usai makan malam aku tak langsung ke kamar. Rasanya aku masih tak punya muka untuk bertatap langsung dengan Pak Banyu. Kemarahanku sore tadi, jelas-jelas menunjukkan kalau aku cemburu. Gimana kalau dia tahu? Malu, benar-benar malu. “Bu, biar Bibi saja.” Bi Sesa tampak sungkan ketika aku sibuk membereskan piring bekas makan malam.
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 33

Pov BanyuDi kantor sedang sibuk-sibuknya. Hari ini ada persiapan kunjungan dari kemenaker. Alhir-akhir ini tengah ada kendala ketika mengajukan perijinan dokumen lartas untuk import. Beberapa persyaratan memang cukup complicated. Entah kenapa, pemerintah begitu membatasi import bahan untuk tekstil. Bahkan sudah dua bulan lebih, Alea---staff bagian ekspor import bolak-balik ke kemenaker dan juga disperindag untuk mengurusi kelengkapan dokumen. “Kemarin saya sudah submit untuk dokumen VKI (Verifikasi Kemampuan Industri), hanya saja seperti biasa, approvalnya kan memang lama, Pak. Dulu saja sudah nunggu satu bulan, eh ditolak pula.” “Berapa lama kita menunggu? Permintaan naik banyak untuk model ini bulan depan! Dibantu dipercepat untuk import bahannya, ya!” “Baik, Pak! Selalu saya pantau dan follow up!” “Terima kasih.” Alea mengangguk, lalu bangun dan meninggalkan ruang meeting. Aku pun gegas beranjak menuju ruanganku. Di sinilah setumpuk pekerjaan lain sudah sedang menanti. Dulu,
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 34

Beberapa hari berlalu sudah dari pertemuanku dengan Bu Misye. Meskipun kalimat itu masih terngiang, tapi sudah tak terlalu kupikirkan. Masalah dia yang minta ketemuan dengan Aluna, aku pun tak bisa melarang. Mereka ibu anak, meski sebetulnya aku merasa sedikit keberatan karena seringnya itu. Hanya saja masalah Pak Banyu dan tukar pasangan, aku tak setuju. Kenapa semudah itu dia bicara. Apa dia pikir pernikahan ini hanya sebuah permainan? Lalu setelah bosan boleh semaunya bertukar pasangan?Tidakkah dia berpikir, jika janji yang terucap saad akad itu suci? Apa memang demikian pemikiran manusia modern seperti dia. Entahlah … yang jelas ketika aku sudah melangkah dan mengambil keputusan, maka kecuali takdir benar-benar berkata lepaskan, aku tak akan melepaskan. “Pak, hari sabtu dan minggu, Imelda minta dibantu untuk pengurusan pensi untuk kenaikan kelas dan perpisahan. Apa boleh?” Aku tengah menyematkan jarum pentol sambil berdiri di depan cermin. Sementara itu, Pak Banyu baru keluar
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 35

“Buket Mawar? Dari siapa?” selidiknya. Ekspresinya terlihat datar.“Ahm, gak ada nama pengirimnya, Pak.” Aku membolak-balikkan buket bunga mawar ini. “Kok bisa? Dari mantan?” Dia mendekat sambil memicingkan mata. “Sepertinya bukan?” Aku menggeleng kepala sambil memikirkan siapa kira-kira orang yang sudah mengirimiku bunga. “Kenapa bisa berpikir begitu?” Pak Banyu menatap mataku. “Bara tahu, saya tak suka mawar, apalagi buket seperti ini. Saya sukanya anggrek itu pun sama pot-potnya.” Aku menjelaskan padanya agar dia tak salah paham. Mungkin ini ulah orang iseng yang hendak menggangguku. Yang jelas, seribu persen yakin jika buket bunga ini bukan dari Bara.Dia tertegun, lalu ngeloyor pergi. Wajahnya malah terlihat tak suka ketika aku menjelaskan. Padahal kan kubilang mungkin bukan dari mantan seperti yang dia tuduhkan, kenapa dia malah kayak gak suka gitu. Keesokan harinya, aku pulang agak siang. Baru saja selesai mandi, ketika pintu diketuk.“Bu, Bu Jingga!” Suara Bi Sesa. Lekas
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 36

Pov Banyu“Pak, kita mau ke mana?” tanya Jingga lagi ketika aku menariknya ke dalam mobil. Kulempar buket bunga itu ke jok belakang degan kesal, lalu menoleh padanya, “Masuk!” titahku. Masih saja dia memanggilku Bapak. Setelah dia masuk. Lekas aku mengemudikan mobil dengan kecepatan agak kencang. Satu kali, dua kali, rasanya masih wajar. Mungkin ada orang yang ingin mengucapkan terima kasih padanya dengan mengirimi buket bunga mawar. Namun, apa tadi? Bahkan ada tulisan menyebalkan. [To : My Lovely Jingga. From : Your Secret Admirer.] Siapa sebetulnya yang mengirimkan buket bunga itu? Tiba-tiba dia mengatakan kalau dia pemuja rahasia. Lalu berani-beraninya dia memuja istri orang? Jingga terus menerus bertanya kemana akan pergi. Namun, aku enggan menjawab. Kuinjak gas saja. Tujuanku kali ini ke florist di mana tadi kurir itu menyebutkan alamatnya. Kurir itu memang tak akan tahu pasti siapa pengirimnya? Namun, toko bunganya harusnya tahu.Florist tersebut tak terlalu jauh dari temp
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 37

Pov Bara“Saya gak butuh bukti apapun! Hanya ingin kau tahu diri, Jingga sudah bersuami. Jauhi dia!” Lelaki itu yang konon suaminya Jingga bicara dengan penuh penekanan. “Lantas, apa yang Abang takutkan? Saya juga tak mungkin menikahi istri orang ‘kan? Kecuali jika Abang tak bisa membuatnya bahagia … saya sekarang sudah duda … sudah bebas memilih siapa saja untuk dijadikan istri saya.” Aku menyeringai. Hanya ingin tahu, sebesar apa cinta lelaki di depanku untuk Jinggaku. Kulihat wajahnya tampak gusar. “Bahagiakan dia, Bang! Jangan sampai aku memiliki kesempatan untuk benar-benar mendekatinya!” Kucium buket mawar yang entah siapa yang mengirimkannya itu. Lalu kulempar. Gegas aku melangkah masuk dan menghampiri Mama yang masih menangis meraung-raung.“Sudahlah, Ma! Mungkin hanya ada sedikit salah paham.” Aku berjongkok dan membantunya berdiri. Khawatir sangat dengan kondisinya. Entah apa yang sudah Papa lakukan sampai bisa-bisanya menjual asset-asset milik keluarga tanpa bicara pada M
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 38

Kumandang adzan maghrib terdengar ketika Pak Banyu masih bersitegang dengan Bara. Malas aku melihat mereka. Apalagi pandangan Bara, hanya mengingatkan aku tentang luka. Lekas aku keluar dan berjalan cepat menuju masjid di komplek ini. Biar saja Pak Banyu mencariku. Sesekali buat shock terapi agar tak semena-mena. Masjid itu masih sama … saksi penggalan kisah masa lalu. Kisah kasih yang berakhir pedih. Dulu, ketika beberapa kali aku ke rumah Bara, selalu menyempatkan diri shalat di masjid ini. Walaupun imanku masih setipis tissue, tapi untuk urusan shalat bagiku itu nomor satu. Ah, kadang … ketika kisah cinta ini berakhir aku menganggapnya sebagai teguran. Bukankah dalam Islam tak diperbolehkan berpacaran? Hanya saja, gejolak jiwa mudaku menentang. Aku dan Bara tetap menjalin kasih, meskipun pada akhirnya kandas juga.Pelataran masjid ini cukup luas. Di tepian pagarnya yang berdiri kokoh, banyak penjual jajanan yang mengais rejeki. Dulu, kerap Bara membelikanku jajanan di sini. Berbau
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 39

Suara gemericik air shower masih terdengar ketika aku baru saja bangun. Rasa lelah terasa di sekujur tubuh. Pakaian masih berserakan tak karuan. Aku menarik selimut untuk membungkus tubuh polosku dan berjalan ke arah lemari. Derit pintu kamar mandi terbuka. Wajah segar suamiku muncul dengan rambut basahnya. Senyum terulas sekilas ketika dia melihatku masih bergulung dengan selimut. “Pak, hair dryernya rusak, loh!” tukasku seraya mengambil beberapa helai pakaian untuk hari ini ngajar. Ingat kemarin, pengering rambut gak fungsi. “Oh, ya?” “Hmmm … iya. Gimana, ya, Pak?” “Bingung banget, emang kenapa?” “Gak apa. Lupakan saja.” Aku memutar bola mata ke atas, lalu mencebik sendirian. Masa iya aku harus bilang malu kalau Bu Fera lihat rambutku yang basah? Namun tak lama kudengar kekehan dan sosok yang mendekat. Cup!Tanpa permisi, satu kecupan dihadiahkan pada pipiku. Wangi sabun dan shampoo yang menguar serta sentuhan tangannya pada pipi yang dingin membuatku gugup.“Nanti saya pinje
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Bab 40

“Lah, enggak, Ma! Ini saja baru selesai rapat. Memangnya di sekolah gak ada?” tanyaku. “Astaghfirulloh … kata security, Una dijemput Mamanya! ” ucap Bu Fera terdengar kaget. Aku tertegun sejenak dan hati mulai menebak. “Sepertinya aku tahu siapa orangnya, Ma. Mama di mana?” tanyaku. “Ini di rumah. Tadi sudah ngasih tahu juga ke Banyu kalau Una gak ada di sekolahannya.” “Oh, oke, Ma!” Panggilan pun berakhir setelah aku mengucapkan salam. Segera kucari nomor Bu Misye. Aku tekan tombol panggil. “Pulang, yuk!” Imelda yang baru saja menyusul ke ruangan menepuk pundakku. “Duluan, gih! Ini masih ada urusan.” Aku menjawab tanpa menoleh padanya. Fokusku pada layar. Berharap Bu Misye segera mengangkat teleponku. “Ehm! Ehm! Pak Huda pulang bareng, yuk!” Beruntung ada Pak Huda. Secepat itu, Imelda sudah beralih fokus. Aku hanya melirik sekilas. Mereka pun tampak mengobrol sambil berjalan keluar. “Ck! Angkat dong!” Aku menunggu dengan cemas. Meskipun aku sudah menduga, tapi bisa jadi sal
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status