Semua Bab Menikah dengan CEO Dingin: Bab 161 - Bab 170
228 Bab
Nyatanya Semakin Mencintai
Hingga lima menit kemudian. Ketukan pintu kembali terdengar. Selena yang baru saja selesai packing lantas membuka pintu itu tanpa ada rasa was-was seperti tadi.Namun, matanya membola kala melihat orang yang sudah mengetuk pintu tadi. Lantas perempuan itu segera menutupnya kembali. Tapi, tenaga pria itu lebih kuat darinya.Orang itu tak lain adalah Doni. Ia masuk ke dalam kamar dan menguncinya."Kamu tidak bisa ke mana-mana, Selena. Teriak sesuka hatimu. Karena tak akan ada yang bisa menolongmu!" ucapnya kemudian tersenyum menyeringai bak iblis.Selena menggelengkan kepalanya dengan cepat. Napasnya memburu serta jantungnya berdetak dengan cepat. Kakinya gemetar, ia meraba-raba tempat tidurnya mencari ponselnya."Ngapain kamu ke sini! Keluar atau aku akan melaporkan kamu ke polisi!" teriak Selena ketakutan.Doni tersenyum campah. "Kalaupun dilaporkan, asal sudah menikmati tubuhmu yang sempat batal waktu itu.""Brengsek!! Kamu tidak akan pernah bisa menyentuhku, Doni."Selena semakin ke
Baca selengkapnya
Kenapa Rumit sekali
Justin mengusap wajahnya dengan kasar. Menundukkan kepalanya di atas setir mobil kemudian mengembuskan napas dengan panjang.Hingga lima menit kemudian. Justin melajukan mobilnya setelah merenungi keadaan yang sedang terjadi padanya. Menutup hati untuk Diandra, mencoba mencintai Selena seorang.Bayangan Diandra belum sepenuhnya hilang. Tapi, menginginkan Selena menjadi miliknya.Hingga dering ponsel memecahkan lamunan pria itu. Dengan cepat Justin menerimanya."Di mana, lo?""Di jalan. Kenapa?""Gue lagi di rumah elo. Buruan pulang!""Mau ngapain, nyuruh gue buru-buru pulang? Mau nyari ide lagi, biar Selena mau gue nikahi?""Udah buruan, jangan banyak omong!"Kevin menutup panggilan tersebut secara sepihak. Hingga membuat Justin berdecak pelan.Sampai di rumah. Justin melangkahkan kakinya dengan malas dan masuk ke dalam."Muka elo asem bener. Kenapa sih? Putus, sama Selena?" Kevin langsung melemparkan pertanyaan kepada Justin yang dari Malang sudah ingin bertanya.Justin mengembuskan
Baca selengkapnya
Kecelakaan
Di dalam kamar mandi, Selena terus bergumam sambil menatap wajahnya di cermin. Mengusap wajahnya dengan pelan kemudian mengembuskan napas dengan panjang."Aku tidak pernah membiarkan rasa itu semakin tumbuh. Pak Justin lah yang membuatku semakin mencintainya. Tapi, dia licik. Tidak mau melepas Bu Diandra, tapi sudah membuka hati untukku." Selena menyunggingkan bibirnya.Hingga lima menit lamanya. Selena baru keluar dari kamar mandi dan segera mengenakan pakaian sehari-hari. Bukan pakaian kerja lantaran tidak jadi pergi ke kantor.Ia kembali menatap ponselnya. Masih tidak ada juga kabar dari Justin. Selena mengembuskan napas dengan pelan. "Masa, harus aku yang chat dia duluan. Hari ini kan lagi libur. Atau ... modus tanya ke Pak Kevin aja, yaa."Selena jadi bingung sendiri. Yang katanya akan berusaha untuk melupakan, nyatanya merasa kehilangan karena tidak ada kabar dari Justin, pria yang berhasil mengobrak-abrik hatinya.Selena menggigit jarinya de
Baca selengkapnya
Jangan Temui Justin, itu saja
“Kondisi Pak Justin masih kritis, Pak. Dokter Handoko sedang rapat bersama dokter lainnya. Jam sepuluh pagi baru selesai,” jawab Andrian kemudian.Antony memejamkan matanya sekejap kemudian menatap Justin di balik kaca tembok. “Kenapa suka sekali kamu menabrakan diri, Justin. Apa yang terjadi pada otak kamu itu.” Antony geleng-geleng kepala.“Selena.  Apa yang terjadi dengan Justin? Tahun lalu, dia kecelakaan karena patah hati. Sekarang, saya yakin dia juga sedang patah hati,” kata Rosita bertanya kepada Selena.“Justin pernah bicara pada saya. Katanya dia ingin menikahimu. Apa kamu menolaknya?” tanyanya kembali.Selena melepaskan pelukan itu dengan pelan. Kemudian mengusap air mata yang jatuh membasahi pipinya.“Maaf, Bu. Saya memang menolak ajakan Pak Justin untuk menikah dengannya. Tapi, bukan tanpa sebab saya menolaknya.” Selena tengah menjelaskan alasan ia menolak Justin.
Baca selengkapnya
Selena Sibuk
Giandra paham dengan ucapan Andrian. Ia juga tak ingin Diandra bertemu kembali dengan Justin. Bisa berantakan rencana mereka yang sengaja memisahkan Diandra dan Justin."Diandra menolak tinggal di London, Andrian. Kalau aku memaksanya, yang ada di curiga. Mungkin kami pindah kota saja. Bagaimana?" Giandra memberi usul.Andrian mengendikan bahunya. "Kalau kalian pindah kota, bukankah tetap sama, akan membuat Diandra curiga?""Iya juga sih. Terus, kita harus gimana? Memangnya mereka belum mau menikah?"Andrian menggelengkan kepalanya dengan pelan. "Selena tidak akan mau menikah dengan Justin jika di hati pria itu masih ada nama Diandra."Giandra lantas terkekeh pelan. "Harusnya mereka menikah dulu. Aku yakin, setelah mereka tinggal serumah, rasa cinta itu akan semakin kuat. Mereka akan saling mencintai. Walau memang harus menerima kenyataan dulu. Lama-lama juga pasti akan terbiasa dan akhirnya lupa."Setelah itu, hanya akan kebahagiaan yang me
Baca selengkapnya
Tak Tentu Arah
Mencari tahu jika perempuan itu memang sibuk dengan pekerjaan di kantor. Bukan sibuk mencari pacar ataupun calon suami.Rosita menghela napas kasar. “Pikirkan kesehatan kamu, Justin. Jantung kamu masih bengkak. Luka dalam kamu belum sembuh betul. Jangan mikirin Selena terus. Dia masih jadi sekretaris kamu!”Justin menoleh dengan pelan pada sang mama. “Dia memang masih jadi sekretaris aku. Tapi, kalau dia nyari pacar, gimana?”“Yaa terserah dia lah, Justin. Gimana sih!”Justin menghela napas jengah. “Tapi aku gak rela kalau Selena punya pacar, Ma!” Justin menjambak rambutnya dengan pelan.Rosita menatap sang anak dengan lekat-lekat. “Kalau gak rela, kenapa memilih menyimpan dua nama perempuan di hati kamu?”Justin terdiam. Pertanyaan Rosita berhasil membuat Justin mematung. Lantas perempuan paruh baya itu tersenyum miring.“Justin. Kalau memang mencintai Selena, buang pe
Baca selengkapnya
Calon Istri Saya
Waktu sudah menunjuk angka tujuh malam. Selena tengah menunggu seseorang yang mengajaknya bertemu dengannya malam ini. Orang yang diduga adalah teman dekat Selena, oleh Justin.Namun, nyatanya Selena bertemu dengan Rosita. Mereka sengaja mengelabui Justin agar pria itu cepat sadar atas sikapnya yang tidak bisa sinkron itu."Maaf ya, datangnya telat. Hasil pemeriksaan kondisi jantung Justin baru keluar. Makanya saya bicara dulu sama Dokter Handoko," kata Rosita sembari duduk di depan Selena.Perempuan itu mengulas senyumnya. "Tidak apa-apa, Bu. Lalu, bagaimana dengan kondisi jantungnya? Baik-baik saja, kan?"Rosita tersenyum tipis. "Masih bermasalah, Selena. Aliran darahnya belum begitu lancar. Kondisi Justin benar-benar buruk. Setelah jantungnya bisa memompa darah dengan lancar, masih harus diperiksa dengan rutin." Rosita menjelaskan kondisi Justin."Astaga. Parah sekali kondisi Pak Justin. Berapa lama lagi perkiraan Pak Justin harus dirawat, Bu?" tanya Selena penuh khawatir."Satu sa
Baca selengkapnya
Kenapa Melamun?
Perempuan itu lantas mengulas senyumnya. “Oh gitu.”“Selena. Saya serius!” kata Justin kembali.Selena menghela napasnya dengan panjang. “Serius? Serius dalam hal apa?" tanya Selena dengan santai.Justin menatap Selena dengan lekat. "Apa maksud ucapan kamu tadi? Kamu ... calon istri saya? Kenapa kamu bicara seperti itu pada saya?" Justin melemparkan beberapa pertanyaan kepada Selena.Perempuan itu lantas menghela napasnya dengan panjang. Ia menatap lekat wajah Justin yang tengah menatapnya dengan serius. Kemudian menerbitkan senyumnya sembari menyingkap anak rambutnya dengan pelan."Anda tidak mau bertanya dengan siapa saya bertemu?" tanya Selena dengan lembut.Namun, yang dilakukan oleh Justin malah membuang muka. Tak mengiyakan pertanyaan Selena ataupun menunggu Selena memberi tahu sendiri. Daripada sakit hati mendengarnya, lebih baik tak perlu tahu. Begitu pikirnya.Selena kembali mengembuskan napas kasar. "Pak Justin marah, sama saya? Maaf deh kalau gitu."Pria itu melirik tajam k
Baca selengkapnya
Jangan Sedih lagi
Selena mengulas senyum. "Hanya ini dan itu. Sedikit agak tak percaya kalau Anda sudah sadar. Tapi, semua manusia pasti akan berubah jika memang ada niat dalam hatinya."Justin meraih tangan Selena. Mengusapinya dengan lembut dan menatap Selena dengan amat dalam. "Saya sudah katakan pada kamu. Berkat penolakan kamu, akhirnya saya mau berubah. Sampai akhirnya saya tahu, kesetiaan itu mahal harganya. So, kalau kamu masih tidak percaya, jangan dulu mau menerima lamaran saya. Because ... ini baru ajakan saja. Saya akan melamar kamu di tempat yang lebih indah."Tidak etis rasanya melamar perempuan istimewa seperti kamu di tempat seperti ini. Saya ingin, ungkapan hati saya yang paling dalam itu diungkapkan di tempat yang tidak bisa kita lupakan. Masih ada waktu untuk berpikir ulang. Meyakinkan diri dan percaya, jika saya benar-benar sudah tak punya dua rasa lagi."**Satu minggu berlalu.Dengan segala kehidupan yang dilalui oleh Selena, melihat sendiri keyakinan dan kesungguhan Justin bahwa
Baca selengkapnya
Apa Dia akan Meninggal?
Sesampainya di rumah sakit, Selena segera masuk ke dalam ruang Dokter Handoko yang di sana sudah ada orang tua Justin—Rosita dan Antony.“Ada apa, Ma, Pa?” tanya Selena dengan jantung yang berdetak tak karuan.Rosita menggenggam tangan Selena dengan erat. Mata yang sudah bengkak lantaran menangis itu menatap dengan lekat wajah Selena.“Ma, ada apa?” tanya Selena sekali lagi. “Ada apa dengan kondisi Mas Justin?” Kemudian, Selena menoleh kepada Dokter Handoko. Menuntut agar pria paruh baya itu menjawab pertanyaannya.“Pascaoperasi dua hari yang lalu, kondisi Justin semakin menurun. Kami nyatakan, operasinya gagal karena tidak ada perubahan pada kondisi Justin.”Mendengar penuturan Dokter Handoko, air mata Selena kembali berlinang. Apakah dia sedang bercanda? Tapi, bukan saat yang tepat untuk bercanda tentang kondisi seseorang.Selena menggelengkan kepalanya dengan pelan. Ia tak bisa menerima kenyataan yang sebenarnya.“Nggak! Dokter bohong, kan?” ucap Selena menyangkal penuturan Dokter
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1516171819
...
23
DMCA.com Protection Status