Home / Pernikahan / Luka di Balik Senyum Istriku / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Luka di Balik Senyum Istriku: Chapter 91 - Chapter 100

112 Chapters

Seasons 2. Bab. 1

Seasons 2Dua puluh tahun berlalu begitu cepat, tapi tidak bagi remaja yang kini tengah duduk di balkon kamarnya ditemani secangkir kopi dan satu bungkus kripik kentang. Remaja itu merasa waktu begitu lambat untuk dirinya yang ingin segera pergi jauh dari tempatnya saat ini. Bukan dia tak bersyukur atas kehidupannya selama ini, kehidupan yang diberikan oleh Umi dan Abinya. Tapi, karena kebaikan merekalah yang membuat Remaja itu merasa tak enak hati, karena mereka terlalu baik padanya. Dia bukan tak betah, melainkan sangat betah tinggal bersama kedua orang tua dan saudaranya. Namun, jati dirinya membuat remaja itu sungkan jika terus menerus berada di sana. Merasa hari sudah semakin petang, Remaja itu bangkit dan meninggalkan balkon kamarnya. Tak lupa cangkir bekas kopi di bawanya ke luar kamar untuk diletakkannya di wastafel dapur. "Ada yang kamu butuhkan, Nak?" Suara wanita yang hampir paruh baya menginterupsi remaja yang seketika menolehkan kepalanya ke asal suara. "Umi, tidak ada
Read more

Seasons 2. Bab. 2. Broken Home

"Mas, uang kontrakan udah nunggak tiga bulan. Ibu pemilik kontrakan tadi datang dan marah-marah sama aku." wanita yang berusia 47 tahun itu mengadu kepada sang suami yang kini tengah duduk melamun di atas kursi roda. Wajah yang kusam dan menghitam, serta daster panjang yang sudah lusuh menjadi pelengkap penampilan wanita yang wajahnya tampak sendu. Kerudung instan yang warnanya pun sudah pudar selalu bertengger di kepala menutupi rambutnya. Sedangkan sang suami kini tampak tinggal tulang dan kulit saja, dengan jambang yang memenuhi rahangnya. Lelaki yang berusia lebih setengah abad itu mengalami kecelakaan sekitar empat bulan yang lalu. Pada kecelakaan itu, mengakibatkan lumpuhnya kedua kakinya. Jika mengikuti saran dokter untuk terapi, tentu kondisi itu tak akan berlarut sedemikian lama. Namun, karena terhalang biaya, jadilah kondisinya di biarkan saja. Menunggu keajaiban tuhan yang akan menyembuhkannya. Lelaki itu melirik sang istri yang duduk di sebuah kursi di samping kursi roda
Read more

Bab. 3. Aku Datang

"Jika memang kamu sudah bulat dengan keputusanmu itu, Umi dan Abi tak bisa melarangnya. Umi dan Abi akan merestui setiap langkah yang kau ambil asalkan itu masih dalam kebaikan. Kami berharap kamu masih mau kembali ke sini lagi."Setelah tiga hari berpikir ulang, Bilal tetap pada keputusannya dan itu membuat kedua orang tua angkatnya harus merelakan kepergian anak asuhnya tersebut."Tentu, Umi. Bilal tentu akan kembali ke sini lagi. Di sini rumahku, dan tempatku untuk pulang." ujar Bilal sambil memeluk Nafisah. Wanita yang tak lagi muda, tapi masih terlihat cantik itu."Kamu sudah packing?" Firdaus bertanya.Bilal mengangguk, "Sudah, Abi." jawabnya."Ternyata putra Abi sudah sangat siap ya untuk pergi." ujar Firdaus dengan tersenyum, tapi matanya berkaca-kaca.Putra pertama dari Kyai Hasan dan Nyai Habibah tersebut tak bisa lagi menyembunyikan kesedihannya perihal kepergian Bilal. Setiap melihat Bilal, Firdaus akan selalu teringat kepada adik perempuannya yang telah pergi terlebih dah
Read more

Bab. 4. Permintaan Hamdan

Alifah terbangun ketika suara alarm di ponselnya berbunyi dengan begitu nyaringnya. Alifah mendudukkan tubuhnya di pinggiran ranjang untuk mengumpulkan nyawanya. Merasa pikirannya sudah menyatu dengan penuh, Alifah gegas mengambil handuk yang terletak di gantungan di belakang pintu, kemudian ia keluar menuju kamar mandi yang ada di ruang belakang, di samping dapur. Melihat pintu kamar kedua orang tuanya yang masih tertutup rapat, pertanda kedua orang itu belum bangun, memhuat Alifah seketika menghembuskan napas dengan lega. Selesai mandi dan melakukan kewajibannya sebagai umat muslim, Alifah segera pergi ke dapur untuk membuat sarapan. Memang ini masih sangat pagi, bahkan matahari pun masih betah berada di peraduannya dan belum ada siluet sebagai pertanda akan muncul. Alifah sengaja bangun lebih pagi agar ia bisa segera selesai dengan segala tugas di rumahnya agar Alifah segera keluar dari rumah itu, yang memang setiap harinya Alifah akan seperti itu. Alifah mulai menyibukkan diriny
Read more

Bab. 5. Dikejar Wanita

Bilal tertunduk lesu dipinggiran ranjangnya. Sudah dua bulan berlalu sejak keberangkatannya ke ibu kota, tapi dia masih terus terbayang-bayang perkataan Ning Wardah kala itu. Padahal sebelumnya dia tak tertarik sama sekali kepada putri kedua dari pamannya tersebut, apalagi Wardah yang terkenal pendiam dan pemalu serta jarang berinteraksi dengan sepupu-sepupunya membuat yang lain tak begitu akrab dengan gadis itu pun termasuk Bilal sendiri.Entah, Bilal tak mengerti ada apa dengan hatinya, kenapa dia selalu memikirkan perempuan itu. Kenapa di setiap kesendiriannya, bayang-bayang wanita itu yang selalu menemani dirinya. Padahal tak ada kenangan khusus antara Ning Wardah dengan dirinya, selain satu kali itu di waktu dirinya berpamitan akan berangkat.Bilal kembali mengenang saat saat tak sengaja dirinya berpapasan dengan Wardah. Hanya anggukan yang wanita itu berikan sebagai bentuk menyapa dirinya. Dan hanya sepatah dua patah kata yang disampaikan ketika ada kepentingan, "Titipan Abi." b
Read more

Bab. 6. Salwa Yang Selalu Berulah

Pada akhirnya Bilal terpaksa menyetujui ajakan Laura untuk makan siang bersama. Keduanya kini memasuki kantin dan sontak mereka kini menjadi pusat perhatian, karena Bilal yang sangat tampan, bersanding dengan Laura yang cantik jelita yang paras wajahnya menuruni ras ayahnya yang seorang bule. Bahkan rambut wanita itu berwarna pirang dan itu adalah rambut aslinya."Kita duduk di sana!" ajak Laura sambil menunjuk meja kosong yang ada di pojok kantin."Di sana saja." Tolak Bilal sambil menunjuk sebuah meja yang hanya diisi oleh satu orang karyawan lelaki yang beda divisi dengan mereka."Kenapa duduk dengan orang lain?""Dalam agamaku, lelaki dan perempuan yang bukan muhrim tidak boleh berduaan, itu akan menimbulkan fitnah." jelas Bilal sambil melangkahkan kakinya menuju meja yang ditunjuknya tadi."Boleh saya gabung duduk di sini?" Tanya Bilal pada lelaki di hadapannya."Silahkan!""Kita duduk sana saja ya, Bilal?" Laura masih terus memaksa Bilal agar lelaki itu mau duduk berdua saja den
Read more

7. Menggugat cerai

Hamdan berniat untuk menunggu sang putri di teras rumah sambil menikmati angin malam, ia begitu khawatir karena sudah lepas Maghrib tapi Salwa tak kunjung datang, Hamdan memicingkan matanya melihat ada sebuah taksi yang berhenti di halaman rumahnya. Seseorang yang keluar dari taksi tersebut membuat Hamdan membelalakkan matanya. "Salwa!" Serunya. Penampilan Salwa tak kalah membuat Hamdan kaget, bagaimana tidak, wanita yang selama bertahun-tahun ini selalu memakai daster atupun gamis, kini keluar dengan penampilan yang cetar. Salwa memaki rok spans di atas lutut dan baju atasan yang pas body. Tak lupa hils setinggi 7 cm menjadi pelengkap penampilan wanita itu. Rambut yang bergelombang dan di gerai serta di cat pirang membuat Hamdan berkali-kali melantunkan istighfar dihatinya. Wajahnya tak lagi kusam, bahkan kerutan yang ada disekitar pipinya tampak hilang ditutupi make up yang membuat Salwa terlihat lebih muda dari usianya. "Ada apa ini?" gumam Hamdan dengan penuh rasa penasaran.
Read more

8. Si Penguntit

"Bilal, pulang bareng aku yuk!" Tanpa menoleh pun, Bilal sudah tahu siapa yang menghampiri mejanya. Bilal membuang napas kasar, sambil terus melanjutkan pekerjaannya yang tinggal sedikit lagi. Lelaki itu terus fokus pada laptop di hadapannya seolah tak mendengar ajakan Laura. "Bilal, ngerjain apaan sih? Ini sudah waktunya pulang loh." Laura beralih ke samping Bilal dan menundukkan tubuhnya untuk melihat apa yang sedang Bilal kerjakan. Bilal yang kaget karena posisi Laura sangat dekat dengannya, otomatis menjauhkan tubuhnya hingga membuat Bilal hampir terjatuh. "Astagfirullah!" Seru Bilal sambil mengusap dadanya. Laura mengernyit heran mendengar seruan Bilal, ditambah lelaki itu yang menjauh darinya. Namun, ia yang tak mengerti tetap bertahan pada posisinya, "Ini tinggal save doang kan?" Tanyanya."Hm." "Ya udah buruan di save, kenapa malah diam?" "Bisa agak menjauh dariku? Aku risih dengan posisimu sekarang, Laura." pinta Bilal tanpa menatap sedikitpun pada wanita yang ada di s
Read more

Bab. 9. Alifah dibawa paksa

"Al, mumpung gajian kita ke salon yuk, sekali-kali me time dengan memanjakan diri!" Ajak Nofi pada Alifah saat mereka mengambil tas di loker karyawan saat jam pulang kerja."Iya, Al. Selama ini kamu gak pernah ikut kita-kita loh. Jadi sekarang ya?" Timpal RitaAlifah menunduk sejenak, memikirkan jawaban yang pas untuk menolak ajakan teman-temannya untuk yang kesekian kalinya."Maaf, teman-teman, a-aku ....""Gak bisa? Bapak nungguin di rumah? Cucian menumpuk?" potong Rita yang seakan sudah hapal dengan jawaban Alifah.Sedangkan Nofi hanya memutar bola matanya jengah seraya membuat napas kasar, "Kamu tuh selalu nolak kalau kita ajah jalan. Kapan bisanya kamu nyenengin diri kamu sendiri, Al? Uang itu hasil jerih payah kamu loh. Hasil keringat kamu, tapi kamu seolah takut untuk menggunakan uang itu." Nofi terdiam beberapa saat, lalu melanjutkan perkataannya, "Oke, aku faham kalau itu untuk biaya hidup kamu dan bapakmu untuk sebulan ke depan, tapi kalau cuma dipakai sebagian saja gak masa
Read more

10. Lelaki di Balik Penampilan Salwa

"Cepat bawa dia masuk, dan pastikan jangan sampai dia kabur!" Titah Salwa sambil melangkah anggun memasuki rumah besar yang ada dihadapannya."Baik, Bu."Seorang pengawal membuka pintu bagian tengah dan mengangkat tubuh Alifah yang entah tertidur atau pingsan, yang jelas wanita itu saat ini tak sadarkan diri. Sedangkan Salwa sudah duduk dihadapan lelaki yang usianya beberapa tahun di atasnya. Lelaki itu tersenyum miring seraya menatap rendah pada Salwa, "Dasar wanita matre. dulu ajah sok-sokan nolak gue, sekarang giliran lakinya bangkrut, eh, malah datangin gue. Beruntung sih aku bisa dapat daun muda sebagai istri ke empatku. Dan wanita tua ini aku jadikan pemuas ran-jangku, karena dari dulu aku begitu tergila-gila pada bodynya yang aduhai. Hahahahahahha." ujarnya dalam hati. Lelaki itu adalah Riko, lelaki yang pernah di tolak oleh Salwa di masa silam. Lelaki yang sampai saat ini pun masih gemar dengan kebiasaan buruknya dari sejak remaja, yakni bermain perempuan dan minuman keras.
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status