Beranda / Horor / SUAMI GHAIB / Bab 21 - Bab 30

Semua Bab SUAMI GHAIB: Bab 21 - Bab 30

42 Bab

Makan bangkai ayam.

"Mungkin musang yang memakan ayam-ayam ini, Bu." Rafa berjalan mendekat dan hendak membantu sang ibu yang sibuk membersihkan semua kekacauan itu."Biarkan ibu yang membereskan semuanya. Kamu mandi sana," usir Sinta. Rafa pun menurut dan pergi meninggalkan Sinta sendirian.Wanita itu melepas ayam betina yang masih tersisa, setelahnya mengumpulkan bangkai ayam yang nampak masih segar. Bau amis dan anyir sangat menyengat, tangan dan kaki Sinta pun penuh dengan lelehan darah.Ia memasukkan tulang belulang serta bulu-bulu yang masih menempel pada kulit ayam itu ke dalam karung. Saat ia mencoba meraih dan menarik ayam yang terjepit di antara kandang. Pegangannya terlepas sehingga membuat ayam yang telah koyak itu terpental mengenai wajahnya.Sinta terdiam merasakan darah ayam yang terciprat mengenai area mulutnya. Amis, akan tetapi, mengapa baunya membuat Sinta menjadi tergoda? Wanita itu melirik sekitar, tak ada siapa pun di sini. Otaknya tiba-tiba memikirkan hal gila."Kenapa bangkai ayam
Baca selengkapnya

Memberikan kepuasan untukmu.

Mata yang tadinya menghitam, wajah yang penuh dengan darah ayam serta mulut dan sela-sela gigi dipenuhi dengan tulang itu, berubah bersih tanpa noda. Gaun malam yang Sinta kenakan pun sudah bersih tanpa noda sedikitpun. Sebelum menoleh ke belakang, wanita itu terlebih dahulu menetralkan detak jantung yang berdegup kencang. Mencoba menarik sudut bibirnya untuk tersenyum."Rafa sendiri ngapain malam-malam ke dapur?" Sinta tak menjawab pertanyaan anak lelakinya itu dan justru dirinya balik bertanya.Anak itu berjalan mendekati sang ibu. "Rafa kebelet," ucap bocah lelaki itu dan melewati Sinta begitu saja. Rafa dengan cepat masuk ke dalam bilik kamar mandi dan segera menuntaskan hajatnya.Sementara Sinta, wanita itu buru-buru membersihkan sisa bulu-bulu ayam sebelum Rafa menyadari semuanya. Dengan gerakan cepat, Sinta memasukan ke dalam kantong plastik hitam dan segera melemparnya ke dalam tong sampah yang berada di sudut dapur.Wanita itu berjalan menuju wastafel dan mencuci mukanya hin
Baca selengkapnya

Ada anakku di dalam perutmu.

Mata Sinta membulat sempurna dengan mulut menganga. Lelaki yang ada di hadapannya itu merubah wujud.Bak seorang bidadara yang turun dari kayangan. Lelaki itu memiliki rahang tegas, mata yang indah, bulu halus nan tipis yang memenuhi area dagu dan senyum terukir yang membuat siapa saja akan betah berlama-lama memandangnya."Siapa kamu?" Sinta memiringkan wajahnya, memperhatikan setiap detail keindahan yang terpampang nyata di wajah itu. "Kamu dari mana? Wajah aslimu jauh lebih tampan," sambungnya. Sinta tertipu, itu bukanlah wujud asli melainkan hanyalah bayangan semu untuk memikat dirinya."Tenangkan dulu anakmu, lalu balik lagi ke sini. Aku tak akan ke mana-mana dan tetap menunggumu," ucapnya dengan pelan namun tegas. Suara baritonnya mampu menyihir otak wanita itu.Sinta mengangguk lalu bangkit dari atas ranjang. Meraih apapun yang ada di dekatnya untuk menutupi tubuh polosnya.Kreekkk ...Sinta sedikit membuka pintu dan hanya kepalanya saja yang melongok keluar. Rafa yang sedari
Baca selengkapnya

Dia suamiku.

"Kamu mau ke mana, Dek?" Aldo terus berjalan mengejar sang istri dari belakang.Tak ada sahutan dari wanita itu. Kakinya terus berayun dengan tatapan lurus ke depan. Rambutnya berkibar di terpa angin serta tetesan hujan kian membasahi sekujur tubuhnya."Hujannya semakin lebat. Ayo kita pulang!" seru Aldo. Dirinya sedikit meringis dan memegangi dadanya saat guntur serta petir terdengar menggelegar.Sinta tak menggubris ucapan sang suami. Ia terus melangkah menuju hutan. Aldo pun turut mempercepat langkah kakinya, kilatan cahaya petir menerangi jalan setapak yang ia lalui."Dek, tunggu!" Kini, lelaki itu berlari. Sesekali dirinya hampir terjatuh, tergelincir tanah yang licin akibat air hujan."Dek, berhenti. Ngapain malam-malam begini ke sana!?" Aldo berteriak. Guyuran air hujan membuat pandangan matanya sedikit terganggu. Namun tidak dengan wanita itu.Hap!Akhirnya Aldo berhasil mengejar sang istri dan menangkap tubuh yang basah kuyup itu. Sinta memberontak berusaha melepaskan tubuhny
Baca selengkapnya

Tingkah aneh.

Krek ...Daun pintu terbuka, menampilkan sosok sang ibu yang nampak acak-acakan khas orang baru terbangun dari tidur."Halo, Pak. Ini ibu sudah bangun," ucap Rafa pada sang bapak."Ponselnya kasihkan ke ibu ya? Dan Rafa bangunkan adik Sheila setelah itu segera tunaikan ibadah," titah Aldo dari seberang telepon."Baik, Pak." Usai mengucapkan itu, Rafa memberikan ponsel yang berada di genggamannya kepada Sinta yang masih diam berdiri di ambang pintu."Ada apa, Mas?" Suara Sinta terdengar pelan."Tidak. Mas hanya kangen saja dengan mu, Dek. Kamu baru bangun? Bersih-bersih dan ambil wudhu jangan lupa sholat." Aldo mengingatkan."Aku lagi PMS," jawab Sinta singkat."Oh. Ya sudah kalau begitu. Mas tutup teleponnya ya. Jaga diri baik-baik, Dek. Assalamualaikum." Sinta tak menjawab salam dari suaminya itu. Tangannya dengan cepat menggeser layar dengan gambar gagang ponsel yang berwarna merah. Sinta menyeret kakinya ke dapur, dan meletakkan ponsel itu di atas meja. Menarik kursi dan mendarat
Baca selengkapnya

Singgasana, bangkai dan belatung.

Kabut hitam begitu pekat, kedua bocah itu semakin histeris dan saling berpelukan satu sama lain. Badan terasa lemas hingga keduanya terduduk tak mampu hanya untuk sekedar menopang tubuhnya.Sesosok bayangan besar muncul di tengah kepulan asap serta kabut hitam. Mata keduanya terpejam erat tak berani untuk melihat. Tak mungkin jika itu ibunya, karena itu begitu tinggi dan besar.Hingga perlahan bayangan itu mendekat, angin tiba-tiba berhembus begitu kencang. Cairan yang keluar dari sela pintu mengenai kaki Sheila hingga terasa dingin."Kakak ...!!" jeritnya. Sheila mempererat pelukan hingga membuat Rafa memberanikan diri untuk membuka mata."Astaghfirullah ... pergi! Jangan ganggu kami!" Suara bocah itu bergetar karena menahan rasa takut.Ia teringat akan ucapan sang bapak jika manusialah mahluk yang paling sempurna dan jangan lah takut dengan apapun itu kecuali sama yang Maha Kuasa. Namun, bagaimana pun itu, Rafa tetaplah anak kecil yang masih mempunyai rasa takut yang tinggi."Tolong
Baca selengkapnya

Suara aneh di kamar.

"Pergi ... Pergi ...!!" teriak Rafa. Kaki dan tangannya terus bergerak mencoba menghalau tangan yang kini menyentuh pundaknya. Terasa dingin sekali saat tangan itu menyentuh kulit Rafa yang berkeringat.Mata bocah itu masih terpejam erat. Sungguh, dirinya tak berani hanya untuk sekedar mengintip, sebab beberapa waktu lalu ia melihat sesuatu yang amat mengerikan.Tubuhnya di goncang dengan pelan, hingga suara yang amat ia kenali terdengar di gendang telinganya. Perlahan bocah lelaki itu berhenti menendang dan berteriak."Kamu kenapa Rafa?" Suara itu, Rafa mengenalinya. Tubuhnya yang tidak terlalu gemuk terus di goncang."Rafa bangun. Ini ibu. Kenapa kalian berdua tidur di sini?" Tak salah lagi, itu suara ibunya. Gegas Rafa membuka perlahan kelopak mata dan melihat sang ibu yang berada tepat di depannya. Sedangkan sang adik-Sheila berbaring di sampingnya dan masih memejamkan mata.Rafa tak lantas menjawab pertanyaan sang ibu sebab dirinya pun masih bingung. Bocah lelaki itu mengedarkan
Baca selengkapnya

Bangkai tikus.

Rafa menceritakan semua yang pernah ia alami. Tentang kejanggalan dan suara-suara yang selalu ia dengar. Ardi pun mendengarkan dengan baik."Apa Bapak tahu tentang semua ini?" tanya Ardi. Kegiatannya ia tinggal begitu saja demi memperhatikan sang keponakan.Rafa menggeleng. "Bagaimana mau bilang ke bapak, orang ibu selalu berada di dekatku dan Sheila saat kami menerima telepon dari bapak. Aku takut, sebab Ibu pernah bilang jangan membahas apapun sama bapak tentang apa yang aku ceritakan dan tanyakan ke ibu. Jadi, aku memilih diam dan tak memberitahu kepada bapak. Kemaren sebenarnya aku ingin ke sini dan bercerita, tetapi, lagi-lagi ada aja alasan ibu agar aku tak datang menemui Om. Untung saja tadi ibu bolehin main ke sini. Jadinya bisa lega deh hati ini bisa bercerita sama Om," terang Rafa panjang lebar.Tangan Ardi terulur dan menyentuh pundak Rafa. Mengusapnya dengan pelan untuk memberi ketenangan pada bocah lelaki itu. "Om akan coba bicarakan ini pada bapakmu. Untuk saat ini, Raf
Baca selengkapnya

Akan ada bayi.

"Tadi di dalam plastik itu ada amplop nya kan? Kamu taruh mana?" Rafa berdiri dan di tangannya terdapat piring kosong bekasnya makan. Menyimpannya di wastafel dan kembali menghampiri Sheila.Gadis kecil itu pun juga sudah selesai makan. "Masih ada di dalam plastik itu." Sheila menunjuk kantong plastik yang tergeletak di atas meja. "Memangnya apa isinya, Kak?" "Entahlah." Rafa segera meraihnya.Mereka berdua berjalan menuju kamar. Sheila sedari tadi tak berhenti menguap, dirinya sangat lelah karena bermain serta ngantuk berat. Bocah perempuan itu lantas pergi ke kamar dan membaringkan tubuhnya."Ini apa ya?" gumam Rafa lirih. Dirinya duduk di sebuah bangku dan di depannya terdapat meja laci kecil tempat penyimpanan bukunya dan juga milik sang adik.Saat dirinya hendak membuka amplop tersebut, suara dari arah belakang mengejutkannya. Dengan cepat Rafa menyimpannya di antara tumpukan buku."Kalian baru pulang?"Rafa memutar tubuhnya menghadap sang ibu yang berdiri di tengah pintu kamar
Baca selengkapnya

Harus dimusnahkan sebelum terlambat.

"Ibu bicara sama siapa?" tanya Sheila seraya membuka pintu lebih lebar. Kakinya mulai melangkah masuk.Sinta terkejut, dirinya lantas menoleh ke samping di mana suami ghaib-nya tadi berada. Kemudian wanita itu menghembuskan napas lega ketika Virgon sudah hilang tak ada di sana lagi."Ibu? Kenapa bengong?" Langkah Sheila terhenti tepat di samping sang ibu."Eh ... tidak papa. Lain kali kalau kamu mau masuk kamar orang lain harus ketuk pintu dulu. Ibu jadi kaget." Sinta memaksakan senyum."Jadi benar? Akan ada bayi dan Sheila punya adik, Bu? Lalu, ibu bicara sama siapa tadi?" Sheila mengulang kembali pertanyaannya."Memangnya apa yang Sheila dengar? Lain kali jangan menguping pembicaraan orang, tidak baik." Bukan jawaban yang Sheila dapatkan. Melainkan sebuah Omelan dari sang ibu."Bukan kamu yang akan punya adik. Tadi ... emm...," ucapan Sinta terhenti sejenak sembari memikirkan jawaban yang tepat untuk anaknya itu. "Ibu teleponan dengan teman , ibu.""Kata ibu ponselnya mati?" Anak se
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status